"May, kamu kenapa?" tanya seseorang yang berada disampingku. Suaranya familiar, aku sering mendengar suaranya, lalu ku lihat ke arah sampingku. "Eh kamu wan, kamu masuk kelas berapa?" aku langsung menanyakan hal itu kewawan. "Aku kelas 9A may" jawabnya. "Kamu kenapa sedih may?" tanya nya lagi. "Wah hebat kamu bisa masuk kelas 9A, ya nih wan sebenarnya aku sedih karena dapat kelas 9H, kelasnya ujung ditambah terpencil jauh dari kelas 9A sampai 9G. Tapi, aku harus ikhlas untuk menerima kenyataan ini" jelasku dengan mimik sedih tapi ku berusaha untuk terlihat bahagia dengan senyumku. "Kamu gak usah sedih gitu may, walaupun kelas kamu diujung tapi letaknya strategis loh, dekat ke musholah sama toilet, terus kalau mau makan siang tinggal pesan makanan di warung depan kelas kamu meskipun terhalang dinding pagar sekolah.Tapi, siswa atau siswi bisa pesan makanan dari warung tersebut, nanti sama si mbaknya diantar ke depan pagar. Itulah sebagian kebaikan tuhan yang belum kamu ketahui may, dengan semua itu dapat mempermudah kamu sesuai kebutuhan kamu juga." wawan menasehatiku dan kini pikiran dan hatiku terbuka akan suatu kebaikan yang akan ku terima setelah menempati kelas 9H, merasa bahagia karena memang benar letak kelas 9H itu strategis, semua menjadi mudah. Aku bersyukur dengan pilihan-NYa. "Makasih ya wan udah memberika aku pencerahan." aku tersenyum pada wawan. "Oh ya wan, waktu diawal kamu menyapaku, biasanya kamu selalu menghindar dari aku, memangnya kamu sudah nggak marah sama aku?," tanyaku. "Marah kenapa, kamu kan nggak punya salah apa-apa buat apa juga saya marah sama kamu. Jujur may perasaan aku ke kamu masih sama seperti pertama kali aku bertemu sama kamu, sampai sekarang aku masih suka sama kamu, aku belum bisa melupakan kamu may. Aku udah berusaha untuk menjauh dari kamu, namun aku nggak bisa may. Aku mau bertanya sama kamu may, perasaan kamu ke aku bagaimana?"
"Wawan, aku ucapkan terimakasih banyak karena kamu telah menyukaiku, aku sangat menghargai perasaanmu. Tapi, maaf wan aku belum bisa balas perasaanmu, aku juga sayang sama kamu, sayang sebagai sahabat. Kamu akan tetap jadi sahabat aku, sampai kapanpun." jawabku tersenyum kepadanya. Walaupun sedikit berat untuk mengungkap kebenaran ini, pasti menyakitkan untuk wawan. Meski begitu, wawan harus tahu yang sebenarnya kalau aku belum bisa menerimanya lebih dari sahabat.
"Sahabat, baiklah may, aku hargai keputusan kamu. Semoga suatu hari nanti kamu bisa menerimaku lebih dari kata sahabat. Tidak masalah bagiku jika harus menjadi sahabatmu. Aku senang, setidaknya aku masih bisa dekat dengan kamu, dan masih bisa lihat kamu tersenyum seperti saat ini"