20
Suasana berubah menjadi hening ketika semuanya keluar kelas, tinggal aku  dengan hilman di dalam kelas. Aku merasa tidak nyaman dengan suasana yang saat ini aku rasakan. Entah itu karena keadaan kelas yang sepi atau karena perasaanku yang selalu mengatakan bahwa hilman menyukaiku, "apa itu sebabnya aku nggak bisa berlama-lama didekatnya?" Batinku.
"May, aku tuh senang sekali bisa sekelas sama kamu. Apalagi bisa kenal lebih dekat dengan kamu" ucapnya yang membuat aku tiba-tiba saja batuk tak tertahan. "Uhuuk"
"May, kamu kenapa? Nanti aku ambilkan kamu minum" panik hilman. Terlalu khawatirnya dia dengan kondisiku saat ini sampai dia mau berusaha buat aku merasa baik-baik saja. Dia juga yang memberi minum itu ke mulutku.
"Gimana, apa sudah enakan?" tanya hilman dengan wajah penuh kekhawatiran. Sungguh rasa khawatir dia terlihat begitu jelas ketika sikap spontan dia yang langsung bergegas mencari minum untukku. "Aku nggak apa-apa maulana" jawabku tersenyum padanya.
"May, aku minta maaf kalau ada perkataanku yang salah" melasnya sambil menangkupkan kedua tangannya diatas dada meminta maaf padaku.
"Kamu nggak salah, kamu juga nggak perlu minta maaf. Udah ya aku mau keluar dulu" aku bangkit dari posisi dudukku. Tapi dia menahanku. "Dari pada keluar, lebih baik disini saja may" dia menahan tanganku dan menyuruhku untuk tidak pergi keluar kelas. 
"Hayo lagi pada ngapain kalian, berpegangan tangan lagi" kata sari yang tiba-tiba saja sudah ada di kelas dan dia melihat kalau tanganku dipegang maulana. "Aku sama maulana nggak melakukan apapun, ini salah paham" kataku sambil melepaskan genggaman tangan maulana yang masih memegang tanganku.
"yang aku lihat tadi kalian lagi pegangan tangan, kalian jadian?" tanya sari yang membuatku semakin bingung harus menjelaskan apalagi supaya sari tidak terus menerus memanjangkan masalah ini. "Maulana jawab dong, jangan diam aja" kataku kesal pada maulana yang diam saja. "May, aku harus jawab apa kalau memang itu kenyataannya, kita kan sudah jadian" ucapnya yang membuat mulutku menganga tak percaya kalau dia akan berkata demikian. "Sar, please jangan mendengarkan perkataannya, dia itu bohong. Aku mohon kamu percaya aku" aku mencoba meyakinkan sari dengan menarik tangannya dan memohon.
"May, dengerin aku, menurut aku ya nggak apa-apa kalau memang benar kalian berdua itu sudah jadian. Aku ikut senang kalau kamu senang" kata sari yang masih belum percaya perkataanku.
"Sar, dengerin Aku, apa yang kamu lihat itu tidak seperti apa yang terjadi sebenarnya. Dia memegang tanganku karena dia menahan aku untuk tidak keluar dari kelas, bukan karena aku dan dia jadian. Oke jika kamu tetap tak percaya tidak masalah yang penting aku udah ngejelasin semuanya" jelasku kepada sari yang masih saja terdiam tanpa kata.
"Dan untuk kamu, puas kamu dengan semua ini, aku tuh benci sama kamu. Memang kamu tuh nggak pernah berubah dari dulu sampai sekarang tetap sama. Laki-laki rese dan menyebalkan." kesalku padanya. Langsung ku pergi dari kelas dan mencari tempat yang paling nyaman untuk menenangkan diri.