18
"Makasih wan, atas pengertiannya. Ya udah aku pergi ke kelas dulu yah, assalamualaikum" pamitku. "Wa'alaikumsalam" jawabnya.
Ku berjalan menyusuri tiap kelas dengan penuh kebahagiaan Iya, aku saat ini sedang bahagia sekali. Bahagia, karena wawan sudah tidak lagi menjauh dariku. Kini ia mulai dekat lagi denganku, sekarang aku tahu alasan dia menjauh dariku. Karena dia ingin melupakanku namun ia belum bisa melupakanku juga sampai saat ini. Semoga saja wawan tidak membenciku dan selalu ada sapaan darinya tiap bertemu, itulah harapanku. Aku nggak mau ketika kita jujur terhadap apa yang kita rasakan kepada seseorang yang menyukai kita sedangkan kita tidak menyukainya, itu akan membuat kita tak saling mengenal seperti orang asing. "Semoga itu tidak akan terjadi" batinku.
Langkah kakiku telah sampai didepan kelas 9H, ketika ku melihat ke dalam ruangan kelas, ada beberapa teman kelas 8 ku yang masuk di kelas 9H.  Dan ada juga beberapa teman kelas 7 ku yang masuk di kelas 9H. Senang bisa bertemu teman lama lagi. Saat pertama kali masuk kelas 9H, kesan pertamaku adalah kelasnya yang luas,  bersih dan rapi. Aku merasa bersyukur karena ditempatkan di kelas 9H yang memang awalnya aku sempat menolak terhadap apa yang tuhan berikan kepadaku, dan sekarang aku sadar bahwa rencana-Nya jauh lebih dari indah dari apa yang aku bayangkan sebelumnya. 
Berjalan memasuki ruangan mencari kursi yang belum ditempati. Dan akhirnya aku kudapati kursi bagian belakang. "Hai, kenalin namaku jumyanah, panggilannya jum, nama kamu siapa?" tanya seorang perempuan bernama jumyanah yang duduk disampingku mengulurkan tangannya. "hai juga, namaku siti maesaroh, panggil saja may." ku balas ulurannya. "Senang bisa berkenalan dengan kamu, semoga kita bisa menjadi teman baik ya" ucapnya sambil tersenyum padaku. "Iya jum, aku juga senang bisa berkenalan sama kamu, semoga kita bisa menjadi teman baik," kataku tersenyum. "May, sini gabung sama kita" sahut sari teman kelas 8ku. "Iya sa" 
"Jum, aku kursi sari dulu yah, nggak apa-apa kan aku tinggal?" tanyaku tak enak hati pada jum karena baru saja kenalan belum banyak obrolan diantara kita, aku meninggalkannya karena mau ke kursi sari. "Nggak apa-apa may, udah sana kalau mau ke sari mah, jangan ngerasa nggak enakan gitu, santai saja sama aku ini" jumyanah tersenyum dan aku tidak melihat sebuah kesedihan karena kesepian atau kesendirian ataupun wajah ditekuk karena kesal denganku. Yang aku lihat hanya senyuman yang terpancar dari wajahnya.