27
Pada suatu hari, tiba-tiba anisa tidak seperti biasanya, dia seperti sedang menjauhi aku dan selalu menghindar dariku. Aku bingung apa yang terjadi dengannya, dalam hatiku bertanya-tanya apa dia sudah tau tentang aku dan hilman, atau karena ada hal lain yang menyakiti hatinya hingga dia begitu kepadaku.
“nis, kamu kenapa?, ” Tanyaku ketika dia sedang menundukkan kepalanya diatas meja.
“Nggak apa-apa” Jawabnya sambil mengangkat kepalanya lalu pergi meninggalkanku.
Aku merasa aneh padanya. Aku bertanya dalam hati "Apakah aku punya salah kepadanya? Ah mungkin dia sedang ada masalah dengan keluarganya” Celotehku dalam hati meyakinkan diri. Aku langsung berdiri dan berjalan mengikuti anisa.
"Nis tunggu, nis. Anisa tunggu” Teriakku sambil berlari kecil mengejarnya. Lalu aku berhasil meraih tangannya.
“Lepasin” sambil membanting tangannya dan melepaskan tanganku ditangannya.
Aku melihatnya  meneteskan air mata. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku rasa dia sudah tahu semuanya. Sehingga, dia bersikap seperti itu kepadaku. Aku merasa bersalah padanya. Pokoknya semua kesedihannya kini adalah salahku. Aku membalikkan badan dan tidak sengaja aku melihat hilman, dia pun sepertinya melihatku. Aku langsung berjalan cepat dan mengabaikan pandangannya serta sapaannya. Aku sedih karena hanya masalah ini hubungan pertemananku retak. Ketika semuanya sudah mulai tenang dan reda, aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya sekali lagi kepada anisa.
“nis, aku tahu kamu pasti sedih, kecewa  dan pastinya hati kamu sakit banget karena sudah tahu semuanya”. Pernyataanku padanya.
“Kenapa kamu setega itu sama aku”. Ucap anisa meneteskan air mata.
“aku  tahu,  aku yang  salah, seharusnya aku  bicara soal ini dari awal, kalau sebenernya..”
“Stop, berhenti. Aku nggak mau dengar.” katanya sedikit teriak dan menutup kedua telinganya.
"Aku minta maaf.”
“kamu kira maaf kamu bisa menyembuhkan sakitnya hati aku?” sambil mengusap air matanya. “Sebenarnya aku nggak terlalu sakit kalau emang hilman suka sama kamu. Tapi, yang buat hati aku sakit, karena cerita itu aku dengar dari sari. Sedangkan kamu sendiri pun sudah tau juga”.
“Iya aku ngerti, memang benar aku gak bilang semuanya sama kamu, karena aku pengen kamu tetap bahagia bisa menyukai hilman, dan bahagia bisa diperhatiin hilman. Karena seandainya, kalau aku ceritain ini dari awal kamunya akan sakit hati, karena orang yang kamu  perhatiin, ternyata merhatiin orang lain”. Kataku menjelaskannya.
“Iya merhatiin kamu, bukan aku. Aku benci sama kamu, pengkhianat”.