"Ya Allah, ada apa denganku, aku merasa ada sesuatu yang berbeda dariku saat aku dekat dengannya, perasaan apa ini?" tanyaku dalam hati.
Sesampainya di ruang UKS, suasana tiba-tiba berubah menjadi hening, ditambah dengan tak adanya percakapan diantara kami, kami hanya saling memandang dan aku juga sedang fokus mengobati luka hilman.
Bruk...suara pintu terdorong oleh tenaga manusia.
"Siapa disana?" tanyaku sambil mencari tahu siapa yang ada dibalik pintu. Dan ternyata orang itu Anisa. "Anisa tunggu" teriakku menahannya untuk tidak pergi.
"Untuk apa kamu mengejarku? Bukankah ada yang lebih penting dariku, sudahlah may lebih baik kamu kembali ke ruang UKS, disana hilman sedang membutuhkanmu, pergilah!" kata Anisa berdiri membelakangiku.
"Tapi nis, aku bisa jelasin semuanya sama kamu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan"
"Cukup may, aku sudah tidak mau lagi mendengarkan penjelasan apapun dari kamu. Maaf may pertemanan kita sudah berakhir sampai disini" Anisa berlari meninggalkanku tanpa mendengarkan penjelasanku. "Anisaaa..." teriakku berurai air mata, saatmemanggil namanya Anisa sempat menoleh lalu berlari lagi. "anisa maafiin aku" tangisku dalam keadaan duduk.
"May, kamu kenapa?" tanya wawan posisi setengah jongkok.
"Kamu nangis?" tanya nya lagi sambil mengangkat daguku dan melihat mataku yang sembab akibat nangis. "Udah ya jangan nangis. Disini ada aku yang selalu ada buat kamu. Ayo aku bantu kamu berdiri" dia mengulurkan tangannya.
Aku menerima uluran tangannya, saat hendak berdiri kakiku tersandung dengan kakiku sendiri hingga akhirnya aku tak sengaja memeluk wawan.
"May" suara dari arah belakangku, suara yang sering aku dengar, familiar sekali. Ternyata suara itu suara hilman maulana yang sudah berada dsampingku.
"Maulana" aku melepas tanganku yang melingkar dibahunya, ku terkejut ketika maulana sudah berada disampingku saat kejadian pelukan itu. Dan aku langsung menjauh dari wawan.
Hilman maulana tiba-tiba saja pergi begitu saja ketika melihat kejadian itu. Melihatnya berjalan dengan keadaan kaki yang sedang luka, aku merasa kasihan. Ingin rasanya membantu hilman. Tapi, aku juga menghargai perasaan Anisa dan wawan. Anisa yang mencintai hilman, dan wawan yang masih mencintai aku. Aku harus menjaga perasaan mereka agar tidak ada lagi kesedihan yang menerpa.
"May, jika kamu ingin mengejar hilman. Kejarlah. Jangan biarkan salah faham ini membuat hilman membenci kamu." kata wawan yang tahu betul apa yang aku rasakan.
"Nggak wan, biarkan saja hilman membenciku." ucapku sedikit sedih dan membalut kesedihan itu dengan sebuah senyuman.
"Apa semua itu kamu lakukan karena anisa?" tanya wawan
"Bukan wan, ini murni keputusan aku, membiarkan dia membenciku, dan membuat dia semakin jauh dariku. Semoga ini yang terbaik"