***
Ulangan kenaikan kelas semakin dekat. Tinggal hitungan menit lagi. Karena itu, aku semakin giat untuk terus belajar. Sejujurnya, aku tidak mau dipandang bodoh oleh semua orang, terutama Dayat. Saat itupun aku mendadak rajin, ya meskipun tidak serajin kutu buku. Tapi, tidak pernah terbesit sedikitpun kata lelah dalam belajar. Aku mengikuti ulangan kenaikan kelas hari pertama ini dalam kondisi yang sedang kurang sehat. Aku sungguh sangat kedinginginan sekali, hari ini begitu cerah. Namun, badanku ini begitu dingin seperti berada dalam freezer. Entahlah, mungkin karena keringat dingin yang keluar dari tubuhku ini membuat suhu tubuhku sangat dingin dan kepalaku sedikit pusing. Aku mencoba menahan rasa dingin dan pusingku ini dengan berbincang-bincang dengan temanku menanyakan soal ulangan.
Setelah itu, bel sekolahpun berbunyi. Akupun bergegas mengeluarkan alat tulis serta buku kosong sebagai alasnya, ulangan kenaikan kelas hari pertama pun dimulai dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Akupun melaksanakan ulangan dengan tenang. Sungguh aku tidak percaya, dia duduk di sebelahku. Tapi, aku mencoba bersikap seperti biasa. Karena aku tidak mau dia mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Biarkan rasa ini ku simpan sendiri.
Ulangan telah aku kerjakan dengan lancar. Akupun keluar dengan hati riang. Aku duduk menyendiri didepan kelas 8C. Aku tidak berkata apa-apa, sedangkan teman-temanku sibuk membicarakan soal ulangan Bahasa Indonesia yang salah, aku tidak berkutik. Sungguh, ketika aku melihat dia keluar dan duduk berbincang-bincang dengan Fitria, aku begitu sangat cemburu. Tapi, aku juga tahu dia bukan siapa-siapa aku. Nggak ada hak untukku cemburu atau melarangnya untuk dekat dengan siapapun.
“Ngapain aku cemburu. Lagian dia juga nggak mungkin suka sama aku yang lemah dan bodoh ini," batinku.
“Mungkin, jika aku berada diposisimu aku sudah nangis darah kali melihat orang yang aku suka, terus bersama dengan orang yang kita pikir juga menyukai dia,” kata nur yang sedari tadi memperhatikan pandangan mataku yang selalu tertuju pada dayat. "Kamu itu terlalu berlebihan tau, aku nggak seperti itu nur. Masih dalam batas wajar, hanya menjadi pengagum rahasia dan menyukainya dalam diam. Sudahlah jangan bahas dia lagi, aku laper nih, kantin yuk?," ajakku pada nur seraya menarik tangannya untuk membantunya berdiri lalu kami berdua pergi ke kantin.