Suami Mau Poligami?
"Kenapa gak sekalian dipakekan beha tu suami?" kata tetangga ini lagi. Rumah ksmi memang bersebelahan, jadi dia tahu setiap kali suamiku jemur kain. 

Suami hanya tersenyum menanggapi, lalu dia pamit dan langsung pergi. Aku kesal, kenapa semua orang sibuk dengan keluargaku, suami saja gak keberatan jemur kain, ini tetangga sama saudara kepanasan semua. 

"Punya suami itu dihormati, masa sudah capek kerja masih disuruh jemur kain?" tetangga ini masih saja ngoceh. 

"Hei, suamimu saja urus, ngapain kau urus suami orang?" kataku sewot seraya masuk kembali ke rumah.

Entah kenapa tetanggaku yang satu itu memang selalu tidak senang melihat kami. Pernah lagi dia bilang sama suami di depanku langsung, katanya begini ; "Pakai kerudung, Bang Ucok, biar pas," dia bilang gitu karena Bang Ucok lagi momomg bayi kami. 

Ibu mertua datang lagi, beliau datang bersama Tante Sorta dan Duma, Duma adalah anak Tante Sorta, yang konon dulu pernah dijodohkan sama Bang Ucok. Nama lengkapnya Naduma Fitriani, Bang Ucok suka panggil Fitri saja. 

"Kelara, kami mau pulang kampung sama si Ucok," kata Tante Sorta. 

"Ohh, ya, Bang Ucok belum ada cerita," jawabku. 

"Tentu saja dia tak cerita, kalau dia kasih tahu kau, pasti kau minta ikut," kata Duma. 

"Emangnya aku gak boleh ikut?" 

"Tentu saja gak boleh, Kelera, ini acara pernikahan Ucuk dan Duma, sudah dari bayi mereka dijodohkan," kata Tante Sorta lagi. 

"Hahaha, kalian lucu, masa dijodohkan dari bayi, terus mau dinikahkan setelah punya bayi," aku justru tertawa. 

"Sebaiknya kau pulang dulu ke rumah orang tuamu, nanti gak sanggup kau lihat kami mau pergi," kata Ibu Mertua. 

"Tidak, kecuali Bang Ucok yang suruh aku pulang, baru aku pulang, gak ada hak kalian suruh-suruh aku," kataku tegas. 

Aneh dan rumit memang keluarga ini, masa mereka mau nikahkan suami orang, ini si Duma mau juga, aneh. 

"Lihat itu, Eda, dia bilang kita gak ada hak nyuruh dia, memang mantu gak tau adat ini," Tante Sorta mulai komporin lagi.

Mereka bertiga masak dan makan di rumah hari itu, kubiarkan saja, aku asyik dengan bayi dan HP, aku yakin Bang Ucok tak akan mau diajak ke kampung. Ketika Bang Ucok datang sore harinya, Tante Sorta langsung nyerocos. 

"Ucok, kami semua sudah berembuk dan mupakat, hasilnya, kau akan dinikahkan kembalikan dengan boru tulangmu si Duma, sesuai wasiat Ayahmu dulu," kata Tante Sorta. 

Bang Ucok tampak terkejut, dia letakkan tasnya, lalu duduk di sofa. Dia memandangku, aku balik memandangnya. 

"Kenapa baru sekarang?" tanya Bang Ucok. 

"Karena kami lihat kau tak bahagia, kami merasa bertanggungjawab," kata Tante Sorta. 

Dalam hati aku tertawa ngakak, bagaimana pula mereka tahu kebahagiaan orang? 

"Iya, Mak?" Bang Ucok melihat Ibu mertua. 

"Iya, Cok, Umak kasihan lihat kau, gak ada harga dirimu di sini, di kampung kau itu cucu raja, di sini malah tukang cuci, Umak malu," kata Ibu mertua. 

Bang Ucok terdiam, dia memegang kepalanya dengan dua tangannya. Dia melihatku lagi, aku lihat balik, seakan menantangnya dan menunggu keputusan darinya. 

Menurut cerita yang aku dengar, Bang Ucok memang dijodohkan dengan Duma, Bang Ucok membatalkan semua karena Duma ketahuan tidak perawan lagi. Bang Ucok melihat langsung Duma dan pacarnya melakukan perbuatan tak senonoh di rumah mereka. Bang Ucok memilih merahasiakan karena Duma memohon. Akan tetapi  Bang Ucok tetap cerita padaku. 

Bang Ucok lalu mengajakku keluar rumah, kami pergi bersama anakku. Katanya dia mau bicara denganku dulu. 

"Dek, bagaimana menurut Adek?" kata suami ketika kami duduk di cafe. 

"Jangan tanya aku, Bang, tanya dirimu sendiri, apapun keputusan Abang aku terima," kataku dengan tegas. 

"Apapun?" 

"Ya, apapun," 

"Aku bingung, Dek, berbakti pada ibu atau bertanggungjawab dan setia pada istri dan anak," kata suami lagi. 

"Semua keputusan kuserahkan sama Abang, sekiranya Abang mau cerai pun aku terima, gak usah khawatir, aku bisa kerja lagi," kataku kemudian. Dulu aku memang kerja di salah satu showroom mobil. Aku berhenti karena permintaan suami. 

"Kalau misalnya gak cerai, aku pilih jalan tengah, berbakti pada ibu sekaligus bertanggungjawab jawab pada keluarga, bagaimana?" 

"Maksud Abang?"

"Kunikahi Duma sesuai wasiat Ayah, tapi kita tak cerai." 

"Maksud Abang poligami?".

"Iya,"

Komentar

Login untuk melihat komentar!