Chapter 5
Pagi adalah cara Tuhan membagi cinta kepada hambanya
Tina tidak sabar menunggu istirahat pertama. Ada rasa bahagia ketika tadi malam mendapatkan pesan dari Valen. Hari ini ia akan bertemu dengan Valen di rumah pohon dan ini adalah kabar gembira bagi hatinya. Tapi kenapa harus seceria ini? apa jangan-jangan ia menyukai Valen? Itu tidak mungkin. Mereka baru bertemu beberapa hari dan ia belum mengenal Valen sepenuhnya. Semua itu sepertinya tidak penting, yang penting sekarang adalah pertemuannya nanti. Pelajaran hari ini tidak didengarnya dengan baik. Semua karena efek SMS yang meluncur ke kotak pesannya tadi malam.
Tapi tentang nomornya, bukankah sebelumnya Tina tidak memberikan nomor ponselnya untuk Valen. Dari mana dia tahu tentang nomor itu? pikirnya dalam hati. Tapi mungkin Valen mendapatkan dari sahabatnya. Yang jelas hati Tina dilanda bahagia. Senyum ceria selalu terlihat di wajah mungilnya.
“Dari tadi lo senyum-senyum sendiri kenapa sih?” tanya Rika penasaran karena sejak tadi melihat binar bahagia di mata Tina.
“Tahu rumah pohonnya Valen?” tanya Tina sebelum akhirnya memutuskan pergi ke sana. Dia sudah tahu letaknya ada di belakang sekolah. Tapi rumah pohon itu masih asing bagi Tina.
“Tentu saja tahu. Itu rumah pohon adalah tempat rahasia Valen. Tapi gue sering lihat Mischa dan Dion di sana. Memang sebelumnya tempat itu hanya milik Valen dan sampai saat ini masih milik Valen, hanya saja sekarang Mischa lebih sering ke sana,” jelas Rika dan penjelasan itu sama artinya dengan merubah ekspresi wajah Tina. Tadinya dia bahagia karena ia pikir rumah pohon itu benar-benar secret dan yang tahu hanya dirinya. Tapi ternyata tidak seperti dugaannya.
Mischa, lagi-lagi tentang dia. Entah kenapa ada perasaan kesal saat Rika menyebut nama Mischa. Cewek cantik dan idola cowok-cowok di sekolahnya itu selalu sukses membuatnya terdiam. Menjadi Tina yang lain bukan dirinya yang dulu dikenalnya. Apa Tina cemburu pada Mischa?
Mischa selalu berada diantara Valen dan Dion. Cewek itu tak bisa lepas dari mereka. Mungkin itu yang membuat Tina selalu berpikir bahwa Valen menyukai cewek itu juga. Lagian siapa yang bisa melepaskan cewek secantik Mischa. Sekarang binar matanya berubah, perubahan wajahnya secepat angin. Begitu diembuskan nama Mischa, tak perlu menunggu waktu. Air muka Tina tampak kecewa dan senyum di bibirnya memudar dengan cepat. Lalu bagaimana dengan janjinya untuk bertemu di rumah pohon itu.
Sementara itu di kelas lain, Valen bahagia karena dia akhirnya akan bertemu dengan gadis yang dikenalnya manis itu. ia menganggap Tina sebagai gadis manis, karena di dalam otaknya gadis cantik itu berkulit putih. Seperti iklan kosmetik yang pernah dia lihat di televisi sebelumnya. Jadi karena kulit Tina yang dominan kuning langsat itu, maka dia memanggilnya dengan gadis manis. Gadis manis yang memiliki mata gelap. Tapi Tina memiliki sesuatu yang mudah diingat oleh Valen. Sejak pertemuan pertamanya di ulang tahun Rika, dia sudah menemukan seseorang yang berbeda.
Siang ini Valen akan melakukan pertemuan dengan Tina di rumah pohonnya. Semoga saja hari ini dia bisa berbicara banyak hal dengan gadis itu. gadis yang membuatnya berpikir setelah mengabaikannya beberapa hari ini, gadis yang diingatnya sejak pertama kali bertemu dan gadis yang memiliki senyum termanis ketika menginjakkan kaki ke sekolah ini.
Dalam pemikiran Valen. Tina berubah sejak kali pertama masuk ke sekolah ini. Saat pertemuan pertamanya, Wajah itu sudah menampilkan senyum eloknya. Ia sejak tadi hanya tersenyum saja. dia memikirkan Tina, padahal baru bertemu beberapa hari sejak ulang tahun Rika, Valen hanya memikirkan Tina sejak itu, tanpa memedulikan mata pelajaran yang diajarkan gurunya. Padahal nilainya sudah jeblok dan terancam dikeluarkan karena seringnya bolos dalam setahun belakangan ini, tapi senyumnya tetap mengembang masih membayangkan apa yang akan diucapkannya nanti. Valen tampak mengingat-ingat kesalahan apa yang dibuatnya.
Waktu yang ditunggu Tina telah tiba. Bel istirahat pertama sudah terdengar nyaring di telinganya. Suara bel itu seakan merubah wajah pias Tina menjadi cerah, meskipun sebelumnya terdengar kecewa karena pembicaraan tentang Mischa. Tapi bel yang berbunyi seakan merubah ekpresi di wajahnya. Bahagia. Entah kenapa terbersit rasa bahagia karena akan berbincang dengan Valen. Apalagi sejak insiden telepon tadi malam. Jantungnya sudah berdebar kencang saat SMS dari Valen dibuka.
“Na, nggak makan?” tanya Rika saat melihat Tina sudah hampir ke luar dari pintu kelasnya.
“Lo duluan aja, nanti gue susul ke kantin,” kata Tina sambil terus berjalan.
Sementara Rika hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak biasanya temannya berlaku seaneh dan sebahagia itu.
Tina sudah berjalan di belakang sekolah. Memang terlihat ada pohon besar yang di atasnya ada gubuk yang tidak terlalu luas. Terbuat dari kayu keseluruhan dan dari perkiraannya, rumah pohon itu hanya muat untuk 4 orang. Tapi di bawah pohon itu sangat cocok untuk berteduh. Ia masih melihat dari jauh rumah pohon yang katanya milik Valen itu. Ia jadi berpikir. Kenapa bisa cowok itu jadi pemilik rumah pohon itu. Sementara rumah pohon itu jelas-jelas lokasinya di sekolahan.
Saat Tina hampir datang di hadapan Valen yang sudah menunggu di bawah rumah pohon itu, tiba-tiba Mischa menghambur ke pelukan Valen. Sambil menangis tersedu-sedu. Sepertinya ada masalah. Entah kenapa. Tapi dia sangat kesal. Kenapa harus ada Mischa saat ini? seketika dia pergi sebelum Valen sempat melihatnya. Entah kenapa ada rasa kesal dalam dirinya, saat melihat adegan Valen memeluk Mischa dan menenangkannya. Harusnya tidak sekarang pertemuan itu, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini jika bukan hari ini dan tidak di rumah pohon.
Valen sudah menunggu Tina sampai bel masuk lagi. Tak ada tanda-tanda Tina akan datang, tapi tak ada pesan darinya sama sekali kalau membatalkan pertemuannya. Padahal Valen hanya ingin meminta maaf dan jika masih banyak waktu dia ingin berbicara banyak dengan gadis manis itu.
Beberapa menit yang lalu Valen dikejutkan dengan kehadiran Mischa. Mischa datang dan menangis di pelukannya. Tak ada alasan yang jelas kenapa Mischa sampai menangis seperti itu. memang kadang aneh tingkah laku Mischa, tapi ia juga tak bisa mengabaikannya. Melihat Mischa menangis seperti itu ada perasaan ingin membantunya, ingin memberinya kenyamanan meskipun sejak sampai di depan rumah pohon itu pikirannya sempurna memikirkan Tina.
Valen berharap gadis itu datang secepatnya. Tapi yang ditunggunya seakan tak memikirkannya. Tak ada pesan singkat yang dikirim untuk mengkonfirmasi ketidak datangannya. Semua itu membuatnya khawatir. Bagaimana tidak khawatir jika orang yang ditunggunya tak datang tanpa pemberitahuan. Sebenarnya dia bisa saja mendatangi di kelasnya. Tapi mereka sudah berjanji untuk bertemu di rumah pohon bukan di kelas. Karena bel masuk telah berbunyi Valen memutuskan untuk kembali kekelasnya. Ia membawa kecemasannya, berpura-pura semuanya baik-baik saja.
(*)
Terima kasih sudah membaca, bantu Subscribe love dan komentar ya teman-teman.