Chapter 6
Chapter 6

Rasanya mabuk kepayang ketika bertemu dan bisa sedekat ini denganmu

Tina pulang dengan perasaan kesal. Dia masih menyesali kedatangan Mischa yang tiba-tiba dan spontan menghambur di pelukan Valen. Untuk apa coba Mischa melakukan itu? memangnya Mischa pikir Valen itu siapa? Kok bisa-bisanya dia memeluk cowok itu, tetapi menurut pendapatnya, Valen ada rasa hanya saja tak terlihat. Valen tampak perhatian dengan Mischa. Ia  tak ingin lagi bertemu dengan Valen. 

February boy: Kenapa tak datang?aku menunggumu sampai bel masuk

Valen. Ya, ini adalah pesan dari Valen. Karena dia menamai kontaknya “Februari boy”. Tina berpikir kalau februari itu cocok dengan mereka. Nama itu tercipta sejak pertama kali ia mendapatkan pesan special dari Valen. Sejak saat itu ia mulai menghubungkan nama Valen dengan namanya, Tina merasa cocok dan merasa kalau nama itu sangat bagus. Kalau diartikan hanya ketemu nama bulan dalam kalender. Setelah bulan januari adalah bulan Februari. Bulan februari selalu ada peristiwa penting tentang kasih sayang. Hanya satu hari di tanggal 14 Februari. Tepatnya hari Valentine. Tina merasa bahagia sejak saat itu.

Maaf. Aku sakit perut kemarin. Jadi tak bisa datang ke rumah pohon
Sent. 

Tina berhasil membalas pesan singkat Valen. Meski isinya sebuah kebohongan. Ya, kebohongan itu pasti akan melahirkan kebohongan yang lain. tapi peduli amat. Tina sudah kesal dengan kejadian kemarin. Kejadian yang sampai sekarang diingatnya. Tak tahu kenapa, Tina tak bisa melupakan kejadian yang membuatnya harus masuk kelas lagi dengan perasaan kecewa.

February boy: Ayo kita ketemu lagi besok. Aku tunggu di tempat yang sama. Di jam yang sama.

Suara ponsel Tina kembali bergetar. Ajakan pertemuan itu lagi. Untuk kali kedua dia akan mencoba untuk berpikir ulang tentang pertemuan itu, sementara dia takut Mischa akan menjadi orang ketiga yang mengganggu hubungan mereka. Rasanya tidak tepat jika disebut sebagai hubungan. Tina dan Valen belum memulai apa-apa bahkan mungkin Valen tak memiliki rasa. Mungkin hubungan keduanya perlu diperjelas dengan pertemanan atau persahabatan. Agar semua terlihat jelas dan tak menimbulkan persepsi negatif.

Iya
Sent. 

Balas Tina singkat. Dia  akan menyiapkan dirinya jika nanti bertemu dengan Mischa. Mungkin akan berkenalan sebagai teman atau apalah yang penting tak merusak moment yang dinantikannya.



Rencana pertemuan Valen dan Tina sudah terdengar oleh Mischa. Jika dia tak tahu rencana itu sebelumnya mungkin tak akan bisa menggagalkannya. Sengaja dia menangis di hadapan Valen seakan-akan ada masalah yang memberatkannya. Padahal sebenarnya, dia tidak ingin Valen menemui Tina. Tak ada orang lain yang boleh memiliki Valen kecuali dirinya. Hanya dirinya. Dia hanya peduli dengan perasaannya, tanpa ingin tahu perasaan orang lain padanya. 

 “Lo kenapa sih merusak rencana Valen?” tanya Dion dengan perasan kesal.

Matanya memandang tajam ke arah Mischa, sepertinya sangat kesal dengan ulah perempuan ini.

Dion sengaja datang ke Mischa, karena gadis itu, Valen jadi menunggu Tina sampai bel masuk lagi tanpa makan saat istirahat. Memang sih seharusnya itu bukan masalah besar. Tapi sampai sekarang Valen masih terlihat muram. Wajahnya tidak enak dipandang.

“Memangnya Valen tahu alasan Tina tak jadi datang ke rumah pohon itu?”

“Sepertinya Valen memang tak tahu. Tapi gue lihat Tina tadi.”
“Berarti rencana gue berhasil.” Mischa mengucapkannya sambil tersenyum bahagia. rencananya memang berhasil kali ini. Tina bahkan tak menemui Valen lagi.

“Gue mau pulang dulu. Atau lo mau nemenin gue jalan ke mal?” ajak Mischa pada Dion yang terlihat kesal pada kelakuan Mischa. Tanpa pikir panjang Mischa berlari ke parkiran mobilnya dan menyalakannya dengan perasaan bahagia. Bagaimana mungkin dia tak bahagia. Rencananya berhasil dengan sempurna. Tina benar-benar tak akan menemui Valen. Mereka juga belum ada hubungan khusus jadi semakin jauh, semakin lebih baik. agar suatu saat hubungan itu tak pernah ada.

Dion semakin kesal dengan Mischa, Mischa tak pernah berubah sedikit pun. Sedangkan perubahan apa pun yang terjadi pada Mischa pasti akan terlihat olehnya. Mata Dion tak pernah lepas dari Mischa. Bisa dibilang Dion menyukainya. Karena rasa sukanya dan ingin membantunya mendapatkan Valen, maka dia rela memberitahu segala tentang Valen. Meskipun hatinya sakit. 

“Mischa tak akan pernah tahu,” gumamnya. Sambil berjalan ke luar kelas. 

Mischa memang tak akan pernah tahu tentang perasaannya. Dion akan menyimpannya rapat hingga suatu saat ada waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Kadang cinta memang butuh pengorbanan, termasuk melihat orang yang dicintainya bersama orang lain. Asalkan perempuan yang dicintainya bahagia. tak akan masalah bagi Dion. Meskipun kadang terasa sakit.



Waktu begitu cepat berlalu. Sudah terhitung seminggu Tina bersekolah di SMA Semesta ini. Hari ini merupakan hari yang membahagiakan, lagi-lagi dia akan bertemu dengan Valen. Entah apa yang akan dibicarakannya nanti. Semua sudah dipikirkannya. Mungkin hari ini akan berlanjut hingga nanti. Selalu membuatnya tersenyum jika mengingat nama kontak Valen di ponselnya. Bukan nama yang indah. Hanya sebuah nama bulan.

Istirahat pertama kembali datang, Tina melangkahkan kaki dengan riang ke belakang sekolah. Pertemuan ke-dua yang mungkin akan berakhir seperti apa sudah terbayang olehnya. Meski kadang rencana itu tidak seperti apa yang diharapkannya. Tapi yang jelas dia tahu pertemuan itu pasti datang. Sudah terlihat olehnya Valen duduk di bawah rumah pohon itu. menunggu kehadiran Tina yang mulai melangkahkan kaki kepadanya.

“Tina,” panggil Valen dari jarak yang semakin dekat.

Sementara itu Tina tersenyum. Memandang cowok yang memakai baju putih abu-abu di dekatnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya tersenyum kemudian duduk di samping Valen, di bawah rumah pohon.

“Maaf ya, Val, gue kemarin nggak jadi datang,” ucap Tina kemudian.

“Hemm … gue  mau minta maaf karena beberapa hari ini seakan nggak mengenal lo.”

“Nggak apa-apa kok, gue tahu kenapa lo begitu,” sambung Tina.

Pembicaraan mereka berlanjut hingga menghasilkan perjanjian selanjutnya. Hanya pertemuan biasa yang tak akan memiliki efek apapun pada hubungan mereka. Mungkin hanya akan menjadi teman. Tapi jantung Tina berpacu cepat saat tak sengaja tatapan mereka beradu. Valen memandang Tina dengan cara yang tak bisa diterjemahkan. Bunyi bel sontak mengagetkan mereka yang masih asik berbicara.

“Kita masih bisa bertemu, kan?” pinta Valen pada Tina yang sekarang bersiap-siap masuk ke kelasnya. tak ada jawaban, hanya anggukan yang diberikan. 

Tina juga tak ingin terlalu cepat mengakhiri pertemuan pertamanya. Meski pembicaraan mereka terdengar tidak penting tapi dia ingin sekali bertemu lagi. Setiap hari bertemu. Menghabiskan waktu bersama seseorang yang membuat jantungnya berdetak tak beraturan. Hingga menyisakan kenangan yang sulit hilang dalam ingatan. Begitu juga dengan Valen yang tak pernah ingin mengkhiri pertemuannya dengan Tina. Mungkin Tina tak secantik Mischa, tapi Tina


(*)
Terima kasih sudah membaca, bantu SUBSICRIBE, love dan komentar ya teman-teman.

Komentar

Login untuk melihat komentar!