Malam-malam di Pecat

Foto Profil WA Istriku (5)


Tanpa pikir panjang, aku langsung keluar dari grup WhatsApp keluarga, malu, panik, kesal itu yang kurasakan. Banyak teman sekantor yang langsung bertanya, ini benar atau tidak. Namun hanya aku read. Bahkan telepon dari Mama dan Papa pun tak kugubris saking paniknya. Beruntung pihak mertuaku belum ada yang menghubungi. Entah bagaimana pun caranya aku harus menemukan Nela, itu jalan satu-satunya. Aku akan memaksa wanita sial*n itu untuk segera klarifikasi, entah itu dengan alasan cemburu melihat suaminya dekat dengan wanita lain, atau alasan lain yang penting logis dan masuk akal.


“Kampret Nela, awas saja kalau pulang, bini kagak tahu diri!” gerutuku kesal, gegas aku menancap gas mobil, melaju dengan kecepatan pelan mengarungi jalan raya, awan hitam semakin pekat, aku menurunkan kaca mobil membiarkan semilir angin menerpa tubuhku. Bisa-bisanya Nela di luar sana asyik shopping, sementara aku dibuat kelimpungan mencarinya, mana ATM ku semuanya di bawa. Ini belum ada sehari aku sudah apes begini.


Aku menoleh kala gawaiku lagi-lagi berdering, entah siapa lagi yang menghubungi. Sejak viral ponselku mendadak tak mau berhenti berbunyi. Aku melengos dan fokus pada tujuanku sekarang, mencari Nela. Aku harus pergi ke Mall yang mana, di kota ini banyak sekali Mall. Tak ada petunjuk sama sekali, harusnya Nela marah-marah padaku, bukannya wanita di luar sana jika di selingkuhi akan marah dan menangis sampai berhari-hari, ini malah pergi ke salon, shopping, nonton bioskop, mana aib suami di sebar sendiri. Gak tanggung-tanggung semua media sosial miliknya di penuh dengan fotoku. Bahkan orang lain pun turut mengedit fotoku dengan Husna sebagai meme. 



Nela, Nela tiga tahun kita menikah kenapa aku baru tahu kelakuan aslimu seperti ini, dasar bini edan. Suka bikin suami menderita, istri durhaka, ga berguna!


Aku terus mengumpati Nela sambil menyetir, tiba-tiba saja mataku memincing, aku melihat seorang wanita menyeret koper dengan lesu, dari lekuk tubuhnya aku seakan kenal. Tapi siapa?



Tanpa basa-basi aku menghentikan roda empat milikku, dan melihat dari kaca mobil. Bagai di lempari batu, aku terkejut bukan main, itu Husna—kekasihku, kesayangan ku. Kenapa dia bisa jadi gelandangan seperti ini.



Buru-buru aku keluar dari mobil, lantas menghampirinya. “Husna,” panggilku,wanita cantik itu menoleh, bodynya juga bagus, tapi tak se-aduhai istriku. 



“Mas Ali,” jawabnya dan berhambur memelukku. Ada apa dengannya, apa ia merasakan penderitaan yang sama denganku.



“Kamu ngapain di jalan Husna? Mana udah malem, buruan pulang sana ke kos,” titahku, tangis Husna malah meledak, aku serba salah jadinya. 



“Aku di usir dari kos Mas, gara-gara kelakuan istri mu yang gila itu. Gimana ini Mas, aku ga punya tempat tinggal, muka ku juga udah tercoreng, semua orang kalau lihat aku jadi pengen hujat, aku malu Mas,” jelasnya, jantungku serasa berhenti berdetak, aku bisa jantungan kalau terus di serang seperti ini, lebih sakit lagi dari di santet online.



“Kamu cari kos yang lain aja, kan banyak itu, Mas ini juga lagi ribet cari Nela, Mana ga ada petunjuk,” tuturku lembut.



“Udah Mas, tapi ga ada yang terima aku, semua orang tahu siapa kita sekarang Mas? Gimana ini? Pekerjaan ku Mas? Istrimu ini memang ga punya otak, bisa-bisanya dia serang kita dari belakang seperti ini, minta bantuan sama netizen. Dasar perempuan gila! Wanita begitu kamu nikahi,” cerocos Husna dengan wajah merah padam khas orang marah. 



“Terus sekarang kita harus gimana, Yank?”



“Kamu cari lah istrimu itu, suruh dia cepetan klarifikasi. Yank, tolong dong cariin aku apartemen, aku mau tinggal di sana aja biar aman,” rengek Husna, aku mengusap wajahku kasar, bukannya aku ini tak mau, hanya saja aku sedang tak pegang uang. ATM ku semuanya di ambil Nela, bagaimana caraku bayar?



“Maaf Yank, Mas ga bisa cariin kamu apartemen, Mas ga pegang uang, ATM di ambil Nela semua,” aku berucap hati-hati, takut harga diriku semakin rusak. Husna melotot, terlihat jelas ia marah.




“Hubungi Istri mu sekarang Mas, aku pengen ngomong,” pintanya dengan nada tak biasa, aku segera mengambil ponselku, lalu menyalakannya dan membuka aplikasi berwarna hijau itu.



Tunggu siapa ini yang telepon, nomornya tak ada nama. Aku angkat saja siapa tahu penting.



[Apa benar ini dengan Pak Ali Khan.]



[Iya benar, ada apa ya Pak?]



[Kami dari pihak kantor menyampai pemecatan Anda, besok Anda sudah bisa ke kantor untuk mengemasi barang-barang Anda,] duniaku serasa runtuh, tubuhku rasanya ingin ambruk, apa tak bisa menunggu sampai besok aku ke kantor. Malam-malam begini di telepon seperti ini. 



[Apa tak bisa menunggu sampai besok, Pak. Tolong jangan pecat saya.]



[Maaf Pak, ini semua atas perintah Pak William, Anda telah menodai citra kantor, kalau Anda ingin menjelaskan langsung saja temui beliau.] tegasnya dari seberang sana, sesak ini benar-benar menghimpit dada, aku sulit sekali bernapas meski sekelilingku di penuhi oksigen. Aku baru naik jabatan belum ada sehari, ini malah langsung di pecat dengan tidak hormat seperti ini.




[Lalu bagaimana dengan uang pesangon Saya, apa bisa di transfer sekarang.]



[Untuk uang pesangon Anda, sudah kami transfer ke rekening Istri Anda, bisa Anda tanyakan langsung padanya.] Tak cukup berita duka ini, kini uang pesangon pun Nela yang ambil. Dasar istri pecicilan, serakah, ga tahu diri. Kurang ajar Nela!



[Lho kok bisa Pak, itu kan harusnya jadi hak saya, Hallo Pak Karim ... Hallo.] Aku menendang mobilku begitu keras, Pak Karim memutuskan sambungan telepon tanpa basa-basi sedikitpun.



Brengs*k Nela, semuanya ini gara-gara kegilaannya, aku jadi pengangguran kan sekarang, bagaimana caraku memenuhi kebutuhan Husna nanti. Belum lagi menghadapi keluargaku, lalu keluarganya. Bisa serangan jantung aku jika terus begini. 



C'k Nela, istri macam apa ia membiarkan suaminya menanggung beban sendiri. Mana ini semua ulahnya, coba aja ia menaruh otaknya itu di tempat seharusnya, tak akan aku seperti ini.


***


Gimana masih mau minta Next? Nela ga tanggung-tanggung kalau bikin Ali terapi jantung, ga ngomong langsung serang. Mana dia asyik shopping sementara suaminya nangis darah.