Panik lah Masa Enggak!


Menjelang petang, aku berinisiatif mendatangi beberapa teman dekat Nela, mereka tak ada yang tahu di mana Istriku sekarang. Bukannya ikut membantu, mereka malah menghujatku habis-habisan.

Salah satunya Dara, dia bahkan mengusirku dan menghujani ku dengan makian. 

“Awas elo Ali, dasar suami ga tahu diri! bajing*n, kurang apa Nela? Beraninya elo selingkuhin. Syukuri viral muka elo sekarang, Nela elo lawan,” teriaknya dari balik pagar, buru-buru aku masuk ke dalam mobil sebelum perempuan g*la itu melempariku dengan batu.

Astaga, tubuhku mendadak lemas membayangkan reaksi keluarga Nela nanti. Ini baru temannya sudah begini, belum lagi kedua orang tuanya. Dan keluargaku, ah sialan. Kenapa aku bisa ceroboh sih, mana Husna merengek minta di nikahin. 

Dengan lesu aku menyalakan mesin mobil, kemana lagi aku harus mencari mu, La. Harusnya masalah ini kita bicarakan secara kekeluargaan. Bukannya di jadikan profil sosmed macam begini.

Aku menyudahi lamunan, dan segera melajukan mobil membelah jalan raya, dengan kecepatan pelan, sangat pelan sambil mataku celingak-celinguk mencari Nela. Siapa tahu dia jadi gelandangan di jalanan. Atau dia tidak berani pulang setelah menyebar foto perselingkuhan ku.

Hampir 1 jam lebih aku berada di jalan, mulai lelah, tenaga pun terkuras habis.

Hingga saat ini Nela masih belum membaca maupun membalas pesanku. Padahal wanita berambut hitam pekat itu baru saja online dua menit yang lalu. Bagaimana caraku menemukannya. Awas saja jika ketemu tak jadikan tusuk sate, dasar istri tidak berguna. Menyusahkan saja hobinya.

Aku menepikan mobil saat mendengar deringan ponsel, senyum terukir dari sudut bibirku. Tak lama, saat kucek ternyata Arman—rekan sekantor yang menghubungi.

“Ada apa Man?” Aku bertanya sambil menyandarkan punggung pada kemudi. Hari ini luar biasa melelahkan, bahkan kencan pertamaku dengan Husna terpaksa ku batalkan. Aku kebingungan mencari Nela, mumpung keluarganya belum ada yang tahu. Makanya secepat mungkin aku harus menemukan Istriku.

“Gila elo Al, goblok banget sih! Kurang apa bini elo itu, udah cantik, body aduhai. Udah gitu baik, perhatian masih aja elo sakiti.”

Aku mengernyit dalam, sudah kupastikan harga diriku sebagai suami terinjak-injak. Dasar Nela, istri Jahan*m. Di selingkuhi belum ada setahun udah koar-koar.

“Langsung intinya aja Man, elo mau apa? Atau jangan-jangan elo tahu di mana bini gue sekarang?”

“Gue kagak tahu bini elo, tapi postingan terbaru dia di FB sukses banjir komentar. Gila agresif banget elo ya.”

“Maksud elo apaan? Jangan bikin gue emosi ya? Udah panik nih gue, mana Nela kagak bisa di hubungin, di chat juga ga dibales.”

“Lha elo ga tahu? Beberapa menit yang lalu bini elo baru aja ganti profil FB C'k. Sekarang bukan foto perselingkuhan elo lagi yang jadi profil, tapi chat mesra elo amah Husna. Parah sampai Mama elo komen, Ck. Kena mental elo sekarang!”

Aku menelan ludah getir mendengar sergahan Arman. Ini yang kutakutkan terjadi, nyawaku serasa ingin lepas dari raga, Mama ikut mengomentari, pasti tak lama setelah ini huru-hara akan menimpaku. 

“Elo denger gue ga sih Al. Mendingan sekarang elo siap-siap cari pekerjaan baru, buat jaga-jaga kalau di pecat Pak Bos, rusak citra kantor gara-gara kelakuan elo itu,” geram Arman, belum sempat aku menjawab, pria brengs*k ini memutuskan telepon sepihak.

Tanpa pikir panjang aku memeriksa FB Nela, benar, dia memposting foto baru yaitu chatku dengan Husna. Aku mencoba log-in FB-nya menggunakan Email yang pernah ia beri, gagal, tak menyerah mengunakan nomor ponselnya, sayangnya kata sandi sudah di ganti. Dan nomornya juga nampak di ganti dengan yang baru. 

Aku kembali melihat postingan terbaru Nela yang dibanjiri komentar, nahasnya komentar Mama tersangkut di sana.

“Astagfirullah Nela, itu anak Mama, Nak? Allahuakbar Ali, Papa anak kita pa.” Komentar Mama sambil men-tag FB Papa. Ratusan komentar penuh hujatan hanya kulirik. Nela benar-benar sudah gila, mana ada Istri yang tega mempermalukan suaminya, jika bukan istri tak tahu diri sepertinya.

Aku yang sudah tersulut emosi kembali menghubungi Nela, kupukul setir, rahangku mengeras, urat-urat leherku menegang. Tak cukup profilnya di wa, postingannya di Instagram. Dan kini ia membuat geger keluargaku. Aku terus meneror dengan menelepon nomornya hingga ia mau menjawab. 

Aku menyeringai tipis saat Nela akhirnya mengangkat telepon dariku, mungkin ia sudah lelah mengabaikan ku. Lihat saja ini Istriku, tak akan kubiarkan kamu tenang.

“Nela di mana kamu sekarang? Cepetan pulang, Mas tunggu, ayo kita bicarakan semua ini baik-baik, jangan kayak anak kecil!” sahutku bertubi-tubi, tak ada suara dari seberang sana membuatku semakin kesal. 

“NELA!”

“Ga usah teriak-teriak Mas, aku lagi di salon.” Aku melongo, bisa-bisanya ia pergi ke salon di saat aku kalang kabut mencarinya.

“Cepetan pulang, atau sekarang kamu kirim lokasinya biar Mas jemput. Tolong dong Sayang itu profilnya kamu ganti, Mama udah komentar lho, nanti Mas di marahi. Ayo dong Yank, Mas jelasin semuanya,” bujukku tak sabaran, Nela kembali bergeming, lalu tertawa kecil. 

“Nela apapun yang kamu minta Mas kasih, tapi dengan satu syarat hapus semua postingan kamu ya, Sayangnya Mas ayo dong, Mas minta maaf, Mas beneran khilaf,” timpalku memohon.

“Intinya kamu panik kan, Mas!” jawab Nela singkat padat dan jelas, apa katanya tadi? Panik? Demi Tuhan ingin kusantet online istriku sekarang. 

Next atau ga ini?