Foto Profil WA Istriku
Aku yang hendak menghubungi Nela terperanjat kaget, hampir tubuhku merosot ke lantai lantaran melihat foto profil Wa-nya yang tiba-tiba membuat napas terasa sesak. Di sana ada fotoku dengan Husna—selingkuhanku yang sedang duduk di tepi ranjang, dengan tanganku yang merangkul pundak Husna mesra. Dan Nela menjadikan foto tersebut sebagai profil hampir di seluruh media sosialnya, termaksud aplikasi berwarna hijau ini.
Kuusap wajah kasar, dari mana Istriku bisa tahu aku memiliki hubungan dengan perempuan lain dibelakangnya, sementara aku tak menunjukkan perubahan apa pun. Kurasa sikapku pada Nela masih sama. Masih lemah lembut dan penuh perhatian.
Dan bisa-bisanya Nela senekat ini. Apa ia tak memikirkan bila kedua orang tuanya dan orang tuaku tahu.
“Ah, sial!” umpatku, segera aku menyambar kunci mobil, lalu keluar dari ruangku. Berjalan tergesa-gesa menghampiri mobilku di parkiran, aku baru selingkuh dua bulan, dan sudah ketahuan sekarang.
Aku memasuki mobil, menutup pintunya kasar, aku masih mencoba menghubungi Nela, gawat jika rekan se-kantor tahu.
Aku melihat profil terbaru Nela di Facebook, foto yang beberapa menit yang lalu di perbarui, itu tandanya ia memainkan ponselnya. Dan parahnya tak menyempatkan untuk membalas pesanku. Apalagi mengangkat telepon dariku.
[Nela.]
[Apa-apaan kamu Yank, itu PP mu kenapa jadi fotoku dan Husna.]
[Yank tolong hapus dong, ganti yang lain. Nanti Mas jelaskan di rumah, ini Mas otw pulang.]
[Nela ... please, Mas mohon sayang, bisa kita bicarakan baik-baik ya.]
Pesan bergerombol kukirim pada Nela, centang dua abu-abu. Belum juga di baca, aku gusar bukan main memikirkan masalah yang mendadak datang. Mataku seketika memincing saat tak sengaja jempolku menyukai foto profil Facebooknya. Bahaya, pasti Nela berpikir yang tidak-tidak.
“Lho itu suami mu, Nel? Kok kamu jadikan fotonya sama perempuan lain sebagai PP Facebook.”
“Ada main serong ternyata Ali, bagus Nel, biar kena mental suamimu.”
“Duh kalau aku udah tak lempar ke sungai Amazon, biar jadi santapan empuk piranha, Mbak Nela hahhahah,”
“Di rumah ada yang halal, malah jajan di luar. Kamu bawa sunat lagi suami mu, Mbak.”
Begitulah komentar pedas dari beberapa orang, termasuk teman dekat Nela. Kini Nela menonaktifkan komentarnya. Ia tak menggubris sama sekali komentar tersebut.
Buang-buang waktu saja, aku melempar ponselku ke jok belakang. Dan langsung tancap gas, membawa roda empat milikku mengarungi jalan raya.
Aku menerawang jauh, Husna—teman masa SMA ku dulu, hubungan kami berawal dari Husna yang sering curhat perihal pacarnya. Aku yang tak tega menyuruhnya memutuskan pria itu, ya karena sering kali pria itu bersikap kasar padanya. Namun, lama-lama aku malah tertarik dengannya. Entah sejak kapan perasaan ini tumbuh, aku yang tak mampu menahan gejolak asmara ini mengatakan langsung isi hatiku pada Husna. Dan ini lah jadinya.
Tak butuh waktu lama mobil ku tiba di halaman rumah, bergegas aku turun dan masuk ke dalam. Rumah sepi, kemana Nela?
“Nela Mas pulang,” teriakku menaiki anak tangga. Aku membuka pintu kamar, kosong. Apa jangan-jangan ia pulang ke rumahnya.
Next?