Ayo Deteksi Literasimu!
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya sukses di sekolah.  Sejak kecil anak-anak telah dipersiapkan untuk mengikuti pendidikan di sekolah formal atau nonformal. Anak-anak belajar membaca dan menulis sejak dini. 
Dengan bekal baca tulis yang telah dikuasai mereka belajar materi pelajaran yang menggunakan bahasa yang telah dikenalnya. Sayangnya, banyak dari mereka mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran di kelas. Banyak faktor yang memengaruhi tentunya. Salah satu satunya adalah kesulitan memahami bacaan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Bahkan, hal tersebut di atas banyak dijumpai di kelas awal sekolah. Tidak sedikit guru Playgroup atau TK yang mengeluhkan kemampuan anak didiknya dalam memahami perintah guru. Di tataran yang lebih tinggi pun ada juga anak SD atau SMP yang masih belum lancar membaca. Terlebih,  memahami materi pelajaran di luar pelajaran bahasa Indonesia. Padahal anak-anak tersebut langsung bersentuhan dengan buku-buku yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. 
Kondisi tersebut  pernah dikeluhkan oleh Alwasilah. Beliau berpendapat bahwa seyogianya pendidikan bahasa diniati sebagai upaya pembangunan literasi kritis. Literasi kritis mengajarkan siswa tidak sekadar penguasaan  keterampilan dasar seperti memahami, memprediksi, dan meringkas, tetapi melatih mereka menjadi konsumen yang kritis dalam segala konteks terhadap informasi yang diterimanya.
Pada dasarnya literasi awal merupakan pijakan pertama anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup  balita atau anak, seperti keinginan untuk makan, minum, tidur, atau sekedar ingin berceloteh menanggapi pembicaraan orang tuanya.
Menurut  Swinney bahasa awal balita atau anak  dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dalam hal ini orang tua atau orang terdekat disebut dengan bahasa sosial, yaitu  jenis bahasa yang kita gunakan dalam setiap komunikasi hari melakukan kegiatan rutin, berbicara dengan teman-teman dan keluarga, berbicara di telepon, atau mengirim e-mail ke teman-teman. 
Interaksi ini mengharuskan pembicara dan pendengar menjadi berkomunikasi tentang hal yang sama dan bahwa pendengar dan pembicara menanggapi satu sama lain, itu adalah bahasa pertukaran sosial. Padahal  Untuk menguasai mata pelajaran akademik di sekolah, siswa perlu belajar bahasa akademis. Dengan kata lain, anak perlu bahasa akademis untuk memahami dan menjelaskan konsep-konsep yang dipelajari anak . 
Oleh karenanya, bahasa akademis terkait dengan kemampuan berpikir yang lebih tinggi seperti menggambarkan, menjelaskan, membandingkan, menyimpulkan atau mengevaluasi informasi. Hal ini menuntut pengetahuan kosakata abstrak dan kemampuan untuk menggambarkan situasi tanpa petunjuk kontekstual. 
Lantas apakah bekal literasi awal/dasar yang dikuasai anak tidak cukup untuk menjadikannya sukses dalam pembelajaran di kelas? Bekal apa saja yang harus disiapkan oleh orang tua sejak dini? Bagaimana mendeteksi kemampuan literasi baca tulis anak sejak awal? Seandainya baru terdeteksi di usia remaja, apakah sudah terlambat? Bagaimana menumbuhkan literasi baca tulis remaja yang rendah?