Ini pasti halusinasi. Mimpi yang tak berkesudahan. Aku memukuli pipiku dan terasa sakit sekali. Bagaimana jika aku cabut selang infus ini? Apakah akan membuatku merana?
Peetss...!
Aku tarik selang infus sekuat tenaga kemudian menahan diri untuk tidak berteriak. Kalau aku menjerit kesakitan, para perawat yang berjaga di depan ruangan VVIP ini pasti akan segera masuk dan aku bisa gagal untuk kabur.
Ya aku harus pergi dari ini. Suamiku, Rio Dewanto, aku yakin dia masih hidup. Seingatku kemarin kami baru makan nasi padang sepiring berdua karena belum gajian. Hal itu nikmat sekali karena dia menyuapiku kemudian kami ngobrolin hal hal remeh soal masalah di tempat kerja, ghibahin tetangga dan anak-anak mereka yang kadang bikin gaduh di kontrakan petak dan hal-hal keseharian lainnya.
Aku mencoba duduk dan merasa pinggangku sakit sekali, Ya Allah sebanyak apa luka di tubuhku? Setelah berusaha, akhirnya aku bisa berdiri dan melangkah perlahan-lahan. Mereka bilang kakiku patah? Ini sih terasa seperti keseleo dan dibebat sebanyak ini. Jangan-jangan aku diculik oleh Deva si CEO yang mengaku sebagai suamiku itu? Tentu saja, aku terbilang cantik, wajahku seperti Raline Shah KW 10, putih, berhidung mancung, bibir tipis, rambut bergelombang yang terurai. Sayang tubuhku gemuk.
Sambil menahan nyeri sekuat tenaga aku melongok ke luar melalui kaca yang ada di pintu. Para perawat masih ngobrol di meja jaga mereka, aku harus menunggu momen yang pas untuk kabur. Kulihat sekeliling ruangan kembali, mencari barang apa yang bisa kugunakan untuk memukul perawat atau satpam yang memergokiku nanti. Tak ada barang berbahaya.
Tunggu dulu! Mataku terpaku di depan cermin besar yang memperlihatkan seluruh tubuhku.
Tubuhku yang berbalut baju rawat rumah sakit berwarna hijau dan terlihat sangat langsing!
Aku terkesiap, bagaimana bisa? Bagaimana mungkin bisa langsing seperti ini. Aku berjalan mendekati cermin, memegang kacanya dengan hati hati seolah itu adalah benda yang gampang pecah.
Aku ngga percaya kalau aku jadi langsing seperti ini. Ini bukan aku ya? Apakah jiwaku tertukar dengan tubuh perempuan lain? Tidak tidak mungkin, jelas-jelas lelaki itu memanggilku dengan nama Bella. Buru-buru aku menyibak rambutku, memperlihatkan leherku ke cermin. Tanda lahir berbentuk bulat sempurna seperti tompel ada di belakang leherku. Ini pasti aku.
Ah... bagaimana dengan bekas luka bakar di pinggang akibat aku kena kembang api waktu kecil? Aku membuka pinggangku, bekasnya ada di sana, lalu bekas cacar di wajahku juga sama. Aku memandang lagi wajah di cermin, ini memang aku dan aku langsing!
Hanya koma seminggu membuat bobotku hilang lebih dari 20 kilo? Tidak mungkin ini ada yang aneh. Aneh sekali. Aku harus segera bertemu dengan Rio. Aku harus pulang! Krieeet... seorang perawat masuk dan menyapaku. Ayo berpikir cepat Bella.
"Lho... mba kok infusnya...."
"Ular mba! Ular! Ada ular di kamar mandi!" Teriakku di depan kamar mandi.
Perawat panik dan langsung masuk ke kamar mandi untuk melihat keadaan, aku segera menutup pintu kamar mandi lalu dengan agak pincang keluar kamar sambil terus membuat keributan. Hal seperti ini kecil sekali, tak sia sia aku latihan teater.
"Ulaaar! Ular di kamarku!" teriakku dengan histeris.
Beberapa perawat lelaki dengan sigap pergi kamarku, perawat perempuan panik dan menelepon satpam.
Aku terus berjalan ke arah lift, oh ayolah cepat terbuka sebelum mereka tahu aku hanya mengarang kehebohan saja. Lift terbuka dan aku segera masuk ke dalam. Untungnya aku hanya sendiri. Rasanya jantungku mau melompat keluar, ini sangat menegangkan.
Keluar dari lift, keluar dari rumah sakit ini, naik angkot atau taksi mungkin, aku akan minta Rio membayarnya di rumah. Semewah apa pun kamar rumah sakit masih lebih nyaman tidur di kasur palembangku yang tipis dan berbaring di sebelah Rio adalah surga yang sangat kurindukan.
Tling! Pintu lift terbuka. Aku hendak keluar tapi seseorang menghadangku.
Aku mendongak dan mendapati sosok tampan yang tadi ada di kamarku. Yang mengaku sebagai suamiku. Lelaki bernama Deva! Dia menatapku dengan cemas. Sial ternyata dia tinggi sekali, mungkin 180 cm sementara aku 160 cm. Dengan cepat jemarinya menarikku ke dalam pelukannya. Dadanya terasa bidang dan harum sekali, beda dengan dada Rio yang agak berlemak efek terlalu sering makan nasi goreng di malam hari dan bau badan Rio kadang kadang begitu asam tapi aku ketagihan dan kangen bau badan itu. Iiih... aku merasa sedang selingkuh.
Dengan sekuat tenaga aku melepaskan diri dari pelukannya.
"Kamu kenapa ada di sini, sih? Infus kamu mana? Kaki kamu masih belum sembuh."
"Ini cuma keseleo oke. Aku mau pulang!" teriakku dengan kesal. "Minggir!"
"Kalau mau pulang biar aku anterin ya. Tapi nanti setelah dokter mengizinkan," suara Deva terdengar sangat lembut sekali. "Kamu baru sadar dari koma."
"Heh... elo tuh siapa? Ngaku ngaku jadi suami gue terus sekarang mengatur ngatur gue!" aku mendorongnya, keluar dari pelukan lelaki itu.
Tubuhku terasa lemah sekali. Kepala, perut, dada dan kakiku semua bersatu padu menciptakan rasa nyeri yang tak tertahankan. Sejurus kemudian aku limbung dan Deva menangkapku. Dengan satu gerakan dia menggendongku seraya berteriak memanggil dokter.
Rio sayang... maaf, sumpah, suwer, aku ngga niat selingkuh.