"Dengar Bella... aku akan selalu mencintaimu. Aku setia kepadamu... apa pun yang terjadi padamu aku ngga akan meninggalkanmu." suara Rio terdengar dekat dan bergema di telingaku.
"Rio... kamu di mana?" aku terperangkap dalam dimensi aneh. Ruangan yang penuh warna berhamburan. Seolah cat cat ditumpahkan ke dindingnya.
"Aku suamimu Bella... ingat aku suamimu..."
Kulihat bayangan wajah Rio melayang di udara. Lelaki hitam manis yang kucintai, dengan hidung sedikit pesek, mata bulat cokelat, rambut keriting serta tubuhnya yang sedikit gemuk.
"Rio! Rio!"
Aku berteriak sekuat tenaga tapi bayangan Rio menghilang. Aku menangis, di mana ini? Kepalaku berdenging, segala sesuatunya terasa asing.
Tubuhku dingin sekali. Ya Allah tolonglah aku. Tanganku menggapai-gapai udara, aku sedikit sesak, berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya.
Lalu mataku terbuka. Napasku tersengal-sengal. Di mana aku? Kusadari lenganku penuh dengan selang infus dan selang aneh di hidungku, alat bantu pernapasan. Dadaku terasa nyeri. Entah karena sakit di paru-paru atau karena bayangan Rio yang menghilang?
"Sayang! Kamu di mana?" aku mengumpulkan tenaga, memanggil Rio.
"Aku di sini Bella... Alhamdulillah kamu sudah sadar. Dokter! Dokter!" suara lelaki yang asing di telingaku.
Bau parfum khas lelaki, wangi sekali. Tapi ini bukan bau tubuh Rio. Samar-samar kulihat bayangan tubuh nya yang atletis. Wajahnya masih terlihat buram, berbayang kemudian dia mendekat, memencet tombol panggil tenaga medis yang ada di dekat nakas. Barulah bisa kulihat dengan jelas wajah lelaki berhidung mancung, berkulit putih, bermata cokelat, berambut cepak, dia memiliki senyum yang indah.
Lelaki yang sangat tampan. Mungkin dia malaikat maut yang mau menjemput ku. Dia menyamar sebagai lelaki tampan agar aku tidak takut ya? Dadaku rasanya mau pecah.
"Sayang kamu sadar... setelah satu Minggu koma, akhirnya kamu sadar."
Apa dia bilang?
"Sayang?" ujarku lemah. "Si... siapa kamu?"
"Aku Deva, suamimu... Deva."
Ngga mungkin! Aku terbelalak menatap wajahnya sekali lagi. Suamiku bernama Rio, kami sudah lima tahun menikah dan belum memiliki anak. Tidak mungkin Rio berubah menjadi tampan seperti ini dan mengganti nama menjadi Deva!
Aku ingin memaki lelaki yang pura-pura menjadi suamiku ini. Setampan apa pun dia, tak boleh mempermainkan ku seperti ini. Tapi aku masih terlalu lemah. Apa tadi dia bilang? Aku terbangun dari koma selama satu Minggu? Ya Allah apa yang telah terjadi?
Belum sempat aku mempertanyakan apa pun dan mendapat jawaban apa pun, lelaki yang mengaku Deva itu memelukku dengan hati-hati. Dia menangis dan kulihat bahunya berguncang. Apakah aku memang begitu berarti baginya?
Dia memberikanku minum sebelum akhirnya tim medis datang dan melakukan beberapa pengecekan kesehatan padaku.
Dokter mengajakku berbicara beberapa hal, menanyakan identitas diriku. Tentu saja aku bisa menjawab semuanya.
"Apa Nyonya Bella sudah berkeluarga?" tanya dokter itu akhirnya.
Aku melirik Deva, dia tersenyum lebar namun aku melengos.
"Ya... suamiku bernama Rio." jawabku dengan suara lemah.
Kudengar Deva menghela napas panjang, ia terlihat frustasi seolah baru diberitahu bahwa besok kiamat. Dokter memintaku beristirahat, perawat memberikanku beberapa suntikan yang entah apa. Aku merasa sangat lelah sekali, mataku mencari cari sosok Rio tapi tak ada bayangannya sedikit pun.
Aku tak bisa memejamkan mata lagi, tubuhku rasanya pegal pegal bukan main. Kakiku rupanya sempat cedera akibat kecelakaan. Ya, perawat itu mengatakan aku mengalami kecelakaan mobil.
Dokter melakukan beberapa tindakan operasi di sana sini. Lalu aku tak sadarkan diri berhari hari. Pasti ada masalah dengan kepalaku karena aku merasakan pusing, kepala yang berdenyut dan rasa tidak nyaman. Kulihat sekeliling, ini adalah kamar VVIP. Hanya aku yang dirawat di sini dengan fasilitas ruang tamu, kulkas, TV besar yang nyaman. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
"Suster, di mana barang barang pribadi saya?" tanyaku ketika perawat hendak beranjak keluar kamar.
"Oh, semua ada di Bapak Deva, nanti saya akan minta dia antarkan ke sini."
"Tunggu... eng... bisakah aku pindah ke ruang rawat kelas tiga saja? Aku tidak punya uang banyak untuk membayar ruang rawat sebanyak ini."
Dan tadi perawat bilang apa? Aku kecelakaan mobil? Punya mobil saja tidak apalagi mengendarainya. Mungkin maksudnya kecelakaan saat aku naik angkot.
Rio hanyalah seorang sales marketing di perusahaan sabun, penghasilannya tak seberapa dan aku bekerja menyambi sebagai pelayan restoran. Kami tinggal di kontrakan petak yang kumuh, bagaimana mungkin aku bisa dirawat di ruangan mewah ini. Membuatku bergidik dan semakin sakit kepala.
"Maaf Nyonya Bella tidak bisa pindah ke ruang rawat kelas tiga."
"Kenapa?"
"Karena Tuan Deva sudah membayar mahal untuk ruangan ini, dia minta kami memberikan pelayanan terbaik untuk Nyonya Bella."
"Ya ampun... Deva lagi... aku ngga kenal siapa dia. Jadi please pindahin aku."
Perawat itu menatapku heran. "Dia suami Nyonya Bella, apa Nyonya tidak ingat?"
"Suamiku bernama Rio!" tegasku. "Tolong ambilkan ponselku aku mau menelepon Rio dan meminta dia jemput aku di sini. Aku mau pulang!" rasanya histeris sekali.
"Huh... pasti ada masalah dengan kepala Anda. Suami Anda itu bernama Deva Mahendra, CEO PT. Avicenna, perusahaan medis yang menjadi rekanan Rumah Sakit kami."
Aku melongo. CEO?
***