Mengerjai Pelakor
Suamiku Bule

Part 5

Dalam perjalanan Medan ke Parapat, Lola-adikku itu berperan sebagai tour guide dadakan. Dengan sabar dia jelaskan semua pada Richard yang banyak tanya. Richard sempat terkejut dengan angkot yang berhenti mendadak di depan kami, angkot itu menaikkan penumpang di tengah jalan, mobil kami terpaksa berhenti. 

"Luar biasa Medan!" kata Richard dalam bahasa Inggris, aku yakin itu ejekan, akan tetapi adikku Lola justru anggap itu pujian. 

"Ini Medan, Bung," kata Lola seraya menunjukkan jempol. 

Sampai di Parapat, Bang Faris dan istri serta dua orang temannya sudah menunggu. Mereka ajak Richard makan siang seraya membicarakan bisnis. Kami para perempuan justru disuruh menunggu. 

Aku harus semeja lagi dengan Cindy, wanita yang merebut suamiku itu masih seperti dulu. Dandanannya menor, akan tetapi dia kini berbadan subur, badan yang dia banggakan dulu sudah berubah. 

"Begini enaknya punya suami pebisnis, suami urusan bisnis, kita ikut pelesiran," kata Cindy memecah kebisuan. 

"Iya, Kak Sarah yang punya pacar, aku ikut jalan-jalan," kata Lola. 

"Maaf ya, Sarah," kata Cindy lagi. 

"Maaf untuk apa?"

"Maaf, Bang Fariz akhirnya milih aku,"

Setelah empat tahun dia ambil suamiku, baru sekarang dia minta maaf. Teringat bagaimana sakitnya dulu ketika pertama kutahu mereka selingkuh. Bang Fariz justru bela Cindy, katanya aku yang harus intropeksi diri. 

"Maaf, boleh tanya?" Lola ikut bicara. 

"Boleh, silakan," jawab Cindy. 

"Bagaimana rasanya merebut suami orang?" 

"Kok pertanyaan begitu?"

"Iya, saya ingin tahu, penasaran saja," kata Lola. 

"Begini ya, sebelum kita lahir, sudah ditakdirkan kita berjodoh dengan siapa, jodoh itu rahasia Tuhan, jika jodohku suami orang, aku bisa apa, apa aku harus protes ke Tuhan yang mengatur seisi alam," kata Cindy. 

"Oh, gitu, kalau misalnya Bang Fariz nikah lagi, apakah kakak anggap itu takdir juga?" tanya Lola. 

"Ya, begitulah, tapi kan kita harus jaga suami kita, jangan seperti Sarah, maaf, ya, Sarah." kata Cindy.

"Karena aku dapat ini," kata Lola seraya menunjukkan foto screenshot di HP-nya. 

Aku ikut mengintip, ternyata foto screenshot itu berisi chat mesra Bang Faris entah dengan siapa, luar biasa juga Lola ini, dia sudah mempersiapkan semua. Ternyata ini yang dia maksud menyabei pelakor. 

"Laki-laki itu gak bisa dipercaya, jika orang seperti Kak Sarah saja bisa dia tinggalkan, apalagi orang sepertimu, menjaga badanmu pun kau gak bisa, siap-siap sajalah, apa yang dialami Kak Sarah akan kau alami." kata Lola lagi. 

Wajah Cindy merah padam, matanya terus melotot melihat foto screenshot tersebut.

"Siapa wanita perusak rumah tangga orang itu ini kenapa namanya disensor?" tanya Cindy. 

"Wanita perusak rumah tangga orang itu ya, ini," kataku seraya menunjuk Cindy. 

"Pinjam HP-mu?" kata Cindy. 

"Gak, boleh!"

Cindy berdiri, dia melangkah menuju meja Fariz dan Richard. Lola mengangkat tangan kanannya, kami cas, orang Medan bilang cas, yaitu ketika dua telapak tangan bertemu di atas. 

Aku mendekat, kepo juga aku bagaimana Cindy akan memarahi suaminya. 

"Pinjam HP-mu!" kata Cindy pada Bang Fariz. 

"Lo, untuk apa, Sayang, aku lagi bicara bisnis ini," kata Bang Fariz. 

"Sini HP-mu sekarang!" bentak Cindy. 

"Udah, nanti saja,"

"Sini, sekarang!" suara Cindy makin keras. 

Akhirnya Bang Fariz memberikan HP tersebut. 

"Kodenya?" tanya Cindy. 

"Kamu kenapa, Sayang?

"Kodenya berapa?" Cindy makin bersuara keras. 

"Janganlah bikin malu dulu, Sayang, nanti di rumah kita bicara," 

"Kodenya sekarang, atau kulempar HP ini ke danau Toba?" kata Cindy.

"Kamu kok gitu, sih, ini ada pembicaraan penting lo,"

"Aku bilang apa kodenya, sekarang juga, atau kulempar ini ke danau Toba," kata Cindy lagi. 

"Udah sini," kata Fariz seraya merampas HP itu dari tangan Cindy. 

"Ini maumu kan," kata Bang Fariz, dia lemparkan benda pipih tersebut ke danau yang airnya dalam. 

"Itu takdir, Kak Cindy," kata Lola yang ternyata sudah ada di belakangku. 

Aku merasa seperti penjahat saja kami tertawa melihat Cindy dan Fariz yang bertengkar. 

Dari mana kau dapat foto screenshot itu?" tanyaku pada Lola. 

"Itu editan, Kak," 

"Apa? jahat kali kau, kapan kau edit itu?" tanyaku lagi. 

"Tadi dalam perjalanan, bukan aku yang edit, tapi temanku." kata Lola. 

Lah, ternyata adikku ini bisa sejahat itu, hancur kini rumah tangga mantan suami karena dikerjai Lola. Kasihan juga. 

"Tapi memang Bang Fariz itu getek, Kak, aku hanya tak punya bukti, lihat saja, kalau memang dia benar, pasti gak takut dia tunjukkan HP-nya," 

"Iya juga, tapi kau kok jahat gitu, ngerjai orang,"

"Kakak yang bilang, kalau Cindy ikut kita kerjai, gimana, sih?"

Oalahh, memang aku ingin kerjai Cindy, tapi bukan sampai begini, pakai foto editan lagi. Bang Fariz kelihatan sudah emosi, HP mahal sudah tenggelam ke dasar danau Toba. Cindy pun minta pulang saat itu juga, padahal pembicaraan belum selesai. 

Richard sampai bengong, dia mungkin tak tahu apa yang terjadi. 

"Kita ke Samosir saja," ajak Lola. 

"Okey," kata Richard yang sepertinya sudah pusing melihat tingkah teman bicaranya. 

Akhirnya kami menyeberang ke Samosir, tak bisa lagi ini pulang sore, terpaksa menginap, untung lah, Lola ikut, dia bisa mencegahku tidur bareng Richard. Sungguh aku takut untuk mencoba sebelum sah, aku takut Richard minta, karena kabarnya punya pacar bule itu harus siap dizinahi. Itu tak akan terjadi padaku. Akan kutahan sampai sah jadi suami istri.

Dari Parapat kami naik mobil rental ke pelabuhan Ajibata. Kemudian naik Ferry menuju Samosir. Richard tampak senang sekali, beberapa kali dia ambil foto. Tak butuh waktu lama kami sampai di Pulau Samosir, pulau yang berada di tengah-tengah danau Toba, konon dari pulau inilah asal mula orang Batak.

Komentar

Login untuk melihat komentar!