"Hai kamu, ya, kamu! Apakabar hatimu hari ini?"
----------
🌺🌺🌺
"Wow!! Kalau ditanya bagaimana kabar saya hari ini, jelaslah bahagia sekali karena sekarang, saya ditemani seorang adik, walaupun tidak satu fakultas, tapi sama-sama dari UNI ya? Seorang dokter forensik yang belakangan ramai diperbincangkan karena kepiawaiannya nih, Adya, dalam kasus pembunuhan berantai 5 korban beberapa bulan lalu."
Lokasi syuting Selamat Pagi Dunia hari ini berpindah ke lobi ATV, terasa segar dengan latar lalu-lalang karyawan di belakang.
Hari Senin, hari orang beranjak dari kemalasan dan kembali menyibukkan diri mengisi keseharian di dunia.
Cantika tampak anggun memakai wardrobe dari Nadia Wirasti dan Adya kian tampan oleh setelan jas dari Reynaldi Chang. Satu yang berbeda. Narasumber bebal yang tak mau diatur oleh tim wardrobe. Sok oke mengenakan kaos putih polos tertutup jas Ermenegildo Zegna asal-asalan. Mahal boleh saja, tapi jika tak rapi, price takkan bisa menunjukkan prestige-nya. Beruntung, sandal jepit yang menjadi kesehariannya di kamar mayat berubah menjadi sneakers kuning ngejreng mentereng. Rambut gondrong Athar diikat longgar di belakang kepala. Helai anak rambut yang lepas, mencuat kemana-mana, benar-benar mengusik sifat obsesif Cantika pada kerapian dan kebersihan diri. Wangi anyir berubah aroma parfum woody floral musk hingga Cantika tak perlu menutup hidungnya kali ini. Itu saja segelintir kebaikan dari nyentriknya gaya dokter para mayat ini.
"Ya, dan asal pemirsa tahu, dokter kita ini ternyata trendy sekali. Dengar-dengar anak motor nih, benar ya Dok?" canda Adya, penyiar usia 30 tahun yang baru saja menikah bulan lalu, dan hanya ditanggapi cengiran tipis oleh Athar. "Selamat pagi, Dokter Muhammad Athar Pahlevi Spesialis Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Bagaimana, Dok, kabar hati dokter hari ini? Sesuai tema kita pagi ini."
"Panggil saya, Pahlevi. Pahlevi saja. Hati saya sedang nggak baik-baik saja."
Adya menanggapi kalimat yang Athar Pahlevi lontarkan sebagai candaan semata. Tak ada satu sosok pun yang tahu, jika hati pria ini benar sedang tercabik. Kecuali diri sendiri, Tuhan dan seseorang yang telah membantingnya hingga berkeping bagian.
"Wow!!! Baru kali ini saya mendapat bintang tamu sejujur Dokter." Adya menambahkan empatinya dengan menepuk lengan Pahlevi. Pahlevi tersenyum masam. "Saya doakan Dokter segera mendapatkan penyembuh untuk hati Dokter."
-------------
"Sudah saya jawab berulang kali, kan? Ini bukan tempat dan momen yang tepat bagi saya membicarakan kasus ini di depan media."
'Lalu untuk apa kami mengundang Anda, wahai Tamu Terhormat?'
Cantika menampilkan senyum jumawa meski gumpalan kesal dari dalam ingin meledak keluar. Sudah 45 menit berjalan—diselingi segmen rangkuman berita-berita hangat dunia selama 24 jam kemarin yang bisa ia manfaatkan waktunya mengatur Pahlevi menjawab pertanyaan di script—namun tak kunjung berbuah hasil.
"Baik, Dok. Segmen terakhir nih. Bagaimana pesan-pesan dokter untuk pemirsa di luar sana agar kejadian seperti ini tak terulang lagi."
"Pesan saya. Nggak usah pacaran! Toh pacaran bertahun-tahun, nggak akan bikin kamu mengenal siapa dia. Ya kan? Banyak kasus, istri terkaget-kaget dengan sifat baru suaminya. Selama pacaran, ya semua isinya hanya tipu-tipu, menampilkan yang baik saja!"
Athar, ah maaf, Pahlevi menjawab sembari membenarkan ikatan rambut di depan layar siaran langsung, tayangan ke seantero Indonesia. Lelaki ini terlalu banyak berinteraksi bersama orang mati hingga tak tahu bagaimana seharusnya menampilkan gesture yang baik dilihat oleh manusia hidup lain. Cantika ingin merampas gunting rumput Mang Ujang dan memotong rambut awut-awutan pria di depannya. Namun, hanya tarikan nafas dalam-dalam yang keluar, demi menenangkan emosi yang tertutup sempurna oleh senyum berlesung cantiknya.
"Ujung-ujungnya cerai. Atau, ya, KDRT!"
Cantika dan Adya mengangguk-angguk. Gerakan kepala yang bukan berarti menandakan setuju. Waktu berjalan dan kegiatan ini harus segera usai. Asal kalimat penutup si bintang tamu bersifat positif, mereka akan merespon dengan anggukan.
"Solusinya, Dok?"
"Barusan solusi."
"Maksudnya, kalau nggak pacaran, bagaimana kita bisa mengenal baik pasangan kita kelak?"
Pahlevi tertawa lepas hingga tubuh tegap yang sejak tadi tak menyandar, menjungkal ke punggung sofa. Seolah meremehkan pertanyaan mantan perawan usia kepala empat.
"Maaf, Kak. Saya bukan penasehat cinta, ngomong-ngomong. Dapet yang baik, ya, alhamdulillah. Dapet yang jelek, ya, derita lo, kali ya?"
Ego Cantika tersentil. Menyindir dirinya kah? Jadi, apa selama ini ia pantas dimasukkan ke kategori 'derita lo' lantaran tak kunjung menemukan belahan hati spesial? Bagai ada jampi-jampi magis merasuki Cantika, ingin rasanya ia menyambar gelas kaca di atas meja dan menyiramkannya ke muka si Tak Tahu Diri di depan.
"Haaa ... denger-denger Dokter sedang mengurus perceraian ya? Haruskah saya bilang juga dengan ucapan, derita lo?"
Cantika tertawa menggoda. Merasa menang. Wajah Pahlevi pias. Sepias gadis berambut sebahu di belakang kamera yang mulai meremas-remas script di tangan. Apa-apaan ini? Jessi merebut spidol dari Sandy. Menulis pesan di papan putih yang biasa digunakan untuk mengingatkan host tentang durasi.
'Mau bikin kita mati berjamaah lo, Mbak?!!'
"Cantika bisa aja bercandanya."
Adya mengambil alih sorot kamera utama. Hatinya ikut kebat-kebit. Bagaimana bisa pembahasan kasus pemerkosaan berbuntut mutilasi, bisa berubah menjadi topik pencarian pasangan yang baik. Dua sosok di belakang Adya, sama-sama menyimpan laser mematikan di balik tarikan sudut bibir sumringah penutup Selamat Pagi Dunia.
"Baik pemirsa, kalau yang saya tangkap, kejahatan timbul karena ada kesempatan. Jangan berikan kesempatan pada siapapun untuk berbuat jahat pada Anda. Ya, kalau kasusnya pemerkosaan, saran saya menjaga aurat itu ternyata juga penting. Menjaga sikap. Awas pada sekitar. Terutama, jangan bucin!! Karena dia baru berstatus pacar Anda."
Cantika kembali tenang. Ia terbiasa menjadi nahkoda di bahteranya sendiri. Seganas apapun ombak menerjang, kapal Cantika takkan karam semudah itu.
"Sedih banget, waktu kita dibatasi, Adya. Padahal pengen banget ngobrol jauh tentang gimana tadi Dokter Pahlevi menemukan titik terang kasus, dari cara-caranya membedah mayat. Seperti main detektif-detektifan."
"Benar, Cantika. Terimakasih Dok Pahlevi atas waktunya. Jangan kapok, ya, Dok ..." Adya mengubah haluan pandangan ke kamera utama. "Sampai jumpa besok pagi di Selamat Pagi Dunia."
-------
Biasanya, usai live berakhir, Cantika dan Adya masih akan meneruskan obrolan sok kenal sok dekat barang 5-10 menit. Keuntungan menjadi host berita, ia mengenal cukup banyak orang berpengaruh di negeri. Dari sekelas pejabat kabupaten, menteri hingga presiden. Siapa tahu, suatu saat mereka akan membutuhkan bantuan pejabat dan expert yang mereka kenal ini. Namun, tidak untuk kali ini. Cantika terlewat kesal. Ia walk out tepat ketika lagu tema penutup acara mengalun.
[Temen lo resek juga ya? Ngeselin]
Pesan singkat Cantika pada calon adik ipar di negeri kulit hitam sana. Athar Pahlevi adalah sahabat dekat Baron. Seseorang yang menyukai adik Cantika, yang bernama Rara, setelah sekian lama. Selain Baron, anggota Punakawan lainnya adalah Rudi dan Amar. Sahabat lekat sejak menempuh pendidikan S1 Kedokteran di Universitas Negeri Indonesia.
[Banget. Tapi baik.]
Cih!
Cantika ingin menyemburkan bulatan Boba di mulut. Baik darimana? Jika baik, ia pasti akan mengikuti layaknya arahan sebelum acara live dimulai. Memberi secercah kemudahan yang siapa tahu bisa menaikkan Cantika ke jenjang karir lebih tinggi lagi. Tidak seperti sekarang. Sedang enak-enaknya menyeruput Red Velvet Boba Fresh Milk, lengkingan 2 oktaf milik Jessi menggema untuk kedua kalinya.
"Mbak Tikaaa. Mati kitaaa!!! Matiiii. End!!! Enddddd!!!!"
"Apanya yang end sih, Jes?"
---------------
---------------
😱😱🤣🤣🤣🤣