Nyaris Terulang
#Trauma_pelecehan_3
Dinodai saat berumur 5 tahun
Bab 3
Nyaris Terulang

~Kejadian ini akan menguap begitu saja, kalau saja tak ada seseorang yang bertanya padaku. Maka, mulai lah aku menceritakannya kembali~

Sampai di rumah, aku segera melepas celana dalamku dan berganti yang baru. Tanpa mencuci 'milikku' lebih dahulu, sebab aku memang tidak tahu cairan lengket itu apa.

Setelah itu, aku tidak bermain lagi ke luar. Aku bermain boneka di kasur dalam kamar Mbak Lastri. Melihatku yang sudah memakai rok dan bermain di dalam kamarnya, Mbak Lastri tidak mencurigai apapun. 

"Nggak main?" Tanya Mbak Lastri. Aku menggeleng. 

"Ya udah, bobok siang ya, Mbak mau nyuci," katanya. Tanpa curiga, Mbak Lastri mengambil celana kotorku yang basah bekas ompol tadi dan memasukkannya ke dalam keranjang baju kotor. Setelah Mbak Lastri keluar, aku bobok siang sampai Ibuku pulang mengajar.

**

Sehari kemudian, aku sakit. Badanku panas, seperti demam. Sebenarnya aku merasa selangkanganku sakit, rasanya kemeng. Aku berjalan dengan tertatih. Kemaluanku rasanya aneh, seperti berlendir dan licin. 

Aku tidak tahu itu apa, tapi aku tidak bilang apapun sama Ibuku. Teringat pesan Mas Eki, aku tidak boleh bilang pada siapa pun. 

Sebelum berangkat mengajar, Ibu memeriksakan aku ke dokter umum yang rumahnya di seberang jalan asrama. Pak Dokter ini, buka praktek pagi dan sore karena itu rumah beliau sendiri. 

Ibu memberikan obat pada Mbak Lastri dan berpesan padanya untuk meminumkannya padaku. Setelah itu, Ibu menyuruhku istirahat di kamar, dan beliau berangkat kerja. 

Sendiri di dalam kamar, aku teringat kejadian di kamar Mas Eki. Aku nggak habis pikir kenapa Mas Eki berbaring di atasku dan bergerak-gerak hingga membuat celanaku basah? 

Hingga detik ini, aku masih mengingat kejadian hari itu. Setiap detilnya aku ingat. Wajah dan desah nafas serta keringat Mas Eki yang menetes di wajahku pun, aku masih bisa mengingatnya sampai sekarang.

Tapi, tak akan kuceritakan detilnya di sini sebab terlalu vulgar. Jujur, itu membuatku trauma hingga dewasa.

**

Beberapa tahun kemudian, aku sudah kelas tiga SD. Usiaku delapan tahun saat itu. 

Aku sudah tidak mengingat lagi kejadian saat aku TK. Aku juga jarang banget bertemu dengan Mas Eki. Entah lah, semenjak kejadian itu, Mas Eki tak pernah menyapa atau sekedar memanggil namaku lagi. Hanya saja kalau bertemu denganku, dia menatapku terus. Membuatku takut dan tak berani memandangnya.

Belakangan aku tahu, tatapan tajam itu adalah bentuk intimidasi padaku. Menakut nakuti aku, kasarannya begitu. Tapi untuk anak kecil, itu manjur. Buktinya, aku takut sama Mas Eki. 

Siang itu, aku bermain-main dengan teman-temanku. Ada 3 anak laki dan 3 anak perempuan. Mereka semua anak-anak asrama. Rata-rata seusiaku, semuanya masih SD. 

Di belakang asrama, ada kebon yang sangat luas. Pohonnya besar-besar sepintas seperti hutan. Kami, anak-anak asrama sering bermain di sana. Adem dan rimbun.

Hari itu, kami bermain rumah-rumahan. Bikin rumah dari kayu, beratap daun pisang. Senang sekali rasanya. Aku dan temanku Yuyun yang satu kelas denganku di sekolah, bersama Nining, adik kelasku, bertugas menjaga rumah. Sedangkan anak-anak lelaki, ceritanya sedang keluar mencari kayu bakar. 

Sedang asyiknya bercanda sambil rebahan dengan Yuyun dan Nining, tiba-tiba ada seseorang masuk ke rumah-rumahan kami. 

Aku, Nining dan Yuyun yang kaget, segera beralih ke posisi duduk. Menatap orang itu takut-takut.

Kalian tahu siapa yang datang? Dia Mas Eki!


Bersambung

Mau apa Mas Eki memasuki rumah-rumahan yang berisi tiga gadis kecil?


Komentar

Login untuk melihat komentar!