Kelima
Tling... Mita mengirimkan resi mobile banking yang ia lakukan barusan. Ya, Mita kirim uang sebesar 10 juta rupiah. Aku langsung masuk aplikasi berwarna biru, dan mengecek saldo saat ini. Benar sudah masuk ke rekeningku secepat kilat, punya teman banyak uang. Tapi tetap menjadikan kesulitan orang lain sebagai bisnisnya. Sejenak berpikir, kenapa kemarin-kemarin ia tidak pernah mau mentraktir kami ya? Tiap kali datang kongkow-kongkow, Mita lah yang datang paling awal.

"Thanks, Mit." Pesan terakhir melalui chat, dan Mita hanya membalas dengan memberikan jempol.

Lega rasanya, sudah aman, ada simpanan di rekeningku. Jadi, kalau Derry sewaktu-waktu ngambek bisa langsung aku belikan motornya. Lebih baik aku tidur, malam sudah kian larut.

_____

Mas Surya sudah pulang pagi-pagi, aku siapkan sarapan pagi. Tadi membeli nasi pecel untuk kami bertiga. Satu bungkus 8.000 rupiah, untuk mengisi perut pagi-pagi saja budget yang aku keluarkan 24.000 sepagian. Belum makan siang dan malam, semua serba beli. Karena masak itu hal yang melelahkan untukku. Kecuali lagi kepengen masak, barulah aku masak untuk sekeluarga.

"Ini Pah, nasi pecel tadi aku beli ke depan. Ayo Derry, makan dulu!" ujarku pada anak Lanang juga suamiku.

"Nggak, Mah. Males makan," sahut Derry sembari berlalu pergi dari kami berdua. Mataku jadi tertuju pada Mas Surya yang melotot melihat tingkah anaknya.

"Ngambek, minta apa-apa harus sekarang. Kalau gak dituruti manyun!" ucap Mas Surya nyeletuk kesal. Sambil melanjutkan sarapan paginya.

Gubrak.... Pintu terdengar ditutupnya dengan keras. Begitulah Derry jika minta sesuatu belum dituruti. Menggerogoti hati orang tuanya. 

"Sudahlah, Pah. Belikan saja, jual motornya terus belikan yang ia pengen!" ujarku tidak tega pada anak satu-satunya.

"Duit dari mana, Mah. Untuk tambahannya kan banyak, dikira motor Satria Fu murah kali!" sahut Mas Surya sembari mengunyah pecel yang aku beli.

"Ini aku pinjam Mita 10 juta, Pah. Cukup kan untuk nambahin?" tanyaku sembari mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat aku dengan Mita semalam.

"Widih, Mita banyak duit! Tapi, kok pakai bunga segala?" tanya Mas Surya heran. Mungkin karena tahu Mita teman dekatku, kenapa dikenakan bunga.

"Pah, tadinya aku juga gak mau. Tapi, setelah aku pikir-pikir. Kita ikutin Mita saja, Pah. Untuk penghasilan sampingan!" ujarku memberikan ide.

"Tapi, uang 10 juta ini mendingan buat bayar kartu kredit dulu, sama bayar mobil. Nanti mobilmu ditarik leasing loh!" ucap Mas Surya menakut-nakuti. Akupun terdiam, memikirkan uang 10 juta itu untuk apa dulu.

"Pah, tadinya aku mau nyuruh kamu ambil utang bank 100 juta, buat usaha pinjem duit kaya Mita," ujarku memberikan ide. Dan tiba-tiba Mas Surya melepaskan sendoknya. Dan menyetujui ide yang aku berikan.

"Iya juga ya, tapi syaratnya jangan ada tunggakan. Kamu ngomong sama Derry dulu sana. Tunggu sebulan lagi gitu!" ucap Mas Surya menyuruhku meyakinkan Derry anak kami.

"Jadi ini aku bayarkan kartu kredit dulu sama cicilan mobil?" tanyaku lagi, dan merogoh ponsel yang telah aku simpan di saku celana.

Aku ketik nominal dan nomer kontraknya. Dan merelakan uang sebanyak itu untuk membayar cicilan. Dari pada di tarik leasing mobilnya.

"Sudah aku bayar ya, Pah. Uang yang Mita beri pinjam sudah sisa 1.500.000 rupiah," ujarku sembari menunjukkan sisa saldo yang tertera di layar ponsel.

Uang yang Mita pinjamkan, akhirnya untuk bayar cicilan. Dan rencananya setelah itu, akan kami gesek lagi untuk membelikan motor kalau cukup, kalau tidak berati nunggu pinjaman bank cair.

"Aku ngajuin sekarang juga ya, biar cepat cair!" ujar Mas Surya sambil mencoba menghubungi sales marketing Bank yang ia maksud. Itu sudah menjadi urusannya, karena memakai namanya dan langsung potong gaji.

Biarlah nanti Derry aku yang merajuknya. Tidak akan marah jika aku yang merayunya.

"Nak, beli motornya sebulan lagi ya. Jual motor yang kamu punya dulu. Kan susah jualnya," ujarku merayu sambil membelai rambutnya.

"Pokoknya cepetan, seminggu lagi ya, Mah. Please dong, Mah!" ujar Derry balik merayu. Aku menghela nafas sembari menatapnya.

"Sayang, Mama sama Papa mau cari uang dulu untuk membeli motor," ujarku kini menatapnya dengan pandangan marah.

"Mah, sekarang kan gampang, Mah. Duit sejuta juga udah dapet motor baru!" ujar Derry kini berani melawan.

"Maksud kamu kredit gitu?" tanyaku bingung. Kok anak ini bisa tahu-menahu soal perkreditan!

"Iya, Mah. Itu temanku ibunya pada kredit untuk anaknya. Katanya uang muka cuma 1 juta," ujar Derry memperjelas ucapannya.

Benar juga yang Derry ucapkan, paling cicilan juga gak sampai satu juta sebulan. Bisalah nanti bayar, dari bunga kalau aku sudah mulai usaha seperti Mita.

"Oke, Mama coba bicara pada Papa. Kamu jangan ngamuk-ngamuk ya," ujarku berpesan pada Derry. Lalu beranjak dari kamarnya.

Uang sisa pinjaman ada 1.500.000 rupiah, sebaiknya aku jadikan uang muka saja. Nanti kalau sudah cair uang dari Bank, pasti kebayar lah. Sebaiknya aku bicarakan dulu pada Mas Surya.

"Mas, barusan aku bicara dengan Derry, ia berikan usul kredit pada leasing!" ujarku membicarakan tentang yang Derry usulkan.

"Pakai nama kamu ya, Mah!" ujar Mas Surya tidak mau memakai namanya sebagai penjamin.

"Ya udah, nanti aku minta tolong ngajuin pada temanku yang kerja di sebuah leasing deh!" ucapku mengindahkan ucapan Mas Surya.

Baru aku ketik sepatah dua kata, ingin mengajukan motor satria yang Derry inginkan. Tiba-tiba Mita mengirimkan pesan kembali untukku.

"Rin, ada yang butuh duit gak? Ini aku ada dana 20 juta bingung mau dikemanakan," ujarnya melalui pesan singkat. Ah Mita, bingung menghabiskan uangnya. Kenapa tidak pinjamkan aku saja tanpa bunga. Dengan begitu, aku tidak perlu ngajuin motor pada leasing.

"Buat aku aja, Mit. Kalau kamu bingung habiskannya," balasku sambil mengeluarkan emoji tertawa menutup mulut.

"Jangan ngeledek, Rin. Aku tahu kamu tidak butuh uang, gak mungkin kamu minjam lagi padaku," ungkap Mita dengan emoji tertawa terpingkal-pingkal.

"Hemm, Mita. Aku mau kalau tanpa bunga. Sebulan aku ganti kok!" ujarku melalui pesan aplikasi berwarna hijau.

"Rin, aku bisnis uang. Jadi maaf ya, tetap dengan fee yang telah aku tentukan. Bedanya hanya satu, kalau dengan teman tanpa jaminan!" ucap Mita membuatku menghela nafas sembari bergumam dalam hati, susahnya mencari pinjaman tanpa bunga di era seperti ini.

______

Bersambung, next?

Yuk share tulisan ini sebanyak-banyaknya, pesan moralnya selalu author berikan. Jangan paksakan jika tidak punya.

Selamat menunaikan ibadah puasa ya readerku.

Komentar

Login untuk melihat komentar!