Begitu Anita tahu bahwa dirinya hamil, segera dia mengajak Danu untuk bertemu. Lelaki itu harus bertanggungjawab atas bayi yang dikandungnya. Tidak peduli dengan urusan cinta atau tidak. Baginya masa depan anak ini harus diselamatkan, meskipun pada kenyataannya seumur hidup si anak harus menanggung beban moril akibat masa lalu kedua orang tuanya.
Andai bisa memilih, tentu tak akan ada seorang anak pun ingin ingin dilahirkan dengan cara seperti ini.
"Mas Danu!" panggil Anita begitu mengetahui pemuda itu berjalan menuju ke parkiran.
Danu menoleh. Dilihatnya Anita yang berlari menghampirinya. Niat hatinya ingin menghindar, tetapi sayang tinggal beberapa langkah lagi sudah tersusul.
"Ada apa?" tanyanya sewot. Ya, sejak kejadian malam itu sikap Danu pada Anita berubah drastis.
"Aku ingin bicara, tetapi tidak di sini."
Meski dengan tampang masam, Danu akhirnya menyuruh Anita membonceng. Lalu, secepat kilat mereka meninggalkan parkiran sebelum banyak lagi pasang mata yang memergoki mereka.
Sudah seminggu ini Danu semakin gencar mendekati Dian. Meskipun awalnya gadis cantik itu tak menanggapi, tetapi siapa yang mampu menolak pesona seorang Danu Wiraatmaja, anak dosen terkenal di kampus ini.
****
Mereka akhirnya memilih sebuah restoran, sekalian makan, karena memang hari telah siang.
Dua minuman dingin telah tersaji di hadapan mereka. Juga beberapa piring aneka menu seafood berserta nasi dan pelengkapnya.
Anita menyeruput es teh untuk membasahi kerongkongannya. Harapnya lidahnya juga tidak merasa kelu untuk memulai sebuah perbincangan.
"Mau bicara apa?" tanya Danu. Tak lupa sebatang rokok telah menghuni sela jarinya. Asap putih mengepul di udara.
Anita membuka tas dan mengeluarkan sebuah kertas kecil yang di dalamnya berisi tespect.
"Jangan bilang kamu hamil, Nit!"
"Ya. Namun, sayangnya fakta berbicara lain. Di rahimku sedang tumbuh calon anak kamu," jawab Anita.
Sontak membuat Danu tersedak dan batuk-batuk. Orang di sekelilingnya saling menoleh ke arahnya. Dia berusaha meredam rasa kaget, agar tak semakin membuat para pengunjung menaruh curiga.
"Kamu serius hamil, Nit?" tanyanya mengulangi. Dia berharap salah dengan apa yang dilihat juga didengarnya.
Anita mengangguk. Dan itu semakin jelas membuat pemuda berambut agak ikal itu frustrasi. Dia berdecak kesal.
"Aku tidak mau anak itu sampai lahir. Kamu harus menggugurkannya," perintahnya.
Anita tentu saja tidak mau menuruti perintah gila dari Danu. Sama saja itu mengulang dua kali dosa yang sama besarnya.
"Tidak! Aku tidak akan menggugurkan anak ini. Enak saja kamu, habis manis sepah kamu buang," sindir Anita. Dia tak akan hilang akan mencari cara agar Danu mau bertanggung jawab.
"Akan aku pikirkan nanti. Rahasia ini hanya kita berdua yang tahu," ucapnya memberi penegasan agar tidak bocor ke telinga yang lain.
Anita tersenyum lega. Setidaknya ada secercah harapan Danu akan mau bertanggungjawab.
****
Janji Danu yang Anita tunggu tak kunjung ditepati. Bahkan kini, pemuda penyuka motor sport itu semakin sulit untuk ditemui. Akhirnya, Anita terpaksa menceritakan aib ini kepada keluarga. Tak terima Sang anak gadis digagahi, lalu ditelantarkan, orang tua Anita mendatangi rumah Danu untuk menuntut tanggung jawab. Apalagi kini perut Anita sudah mulai kelihatan. Cibiran dari lingkungan sekitar pun kerap kali dia dengar.
Apa yang diupayakan keluarga Anita ternyata tidak sia-sia. Danu akhirnya mau menikahi Anita. Setelah menikah keduanya tinggal di sebuah komplek perumahan sederhana--rumah milik orang tua Danu yang lama tidak terpakai. Setelah melewati tahap renovasi.
****
Terdengar suara pintu kamar diketuk dari luar dan membuyarkan semua lamunan Anita tentang masa masa lalu. Bagaimana dirinya bisa menikah dengan Danu.
Anita memang mencintai Danu sejak lama. Namun, sama sekali dia tak berharap akan mendapatkannya dengan cara salah seperti ini.
Tak terasa pipinya telah basah oleh air mata sejak tadi.
"Siapa?" teriak Anita.
"Ini bi Sumi, Buk. Alika nangis, mungkin haus," jawab bi Sumi yang telah bekerja di rumah ini hampir setahun. Dulunya, bi Sumi kerja ikut orang tuanya Danu. Namun, setelah anak bosnya menikah dan istrinya tengah hamil, dia dioper untuk membantu pasangan pengantin baru tersebut.
Anita segera keluar dan mengambil bayinya untuk disusui.
"Bik, bisa minta tolong buatkan teh hangat!" pintanya.
"Baik, Buk. Sebentar saya buatkan. Apa Ibu mau diambilkan makan sekalian," tawarnya.
Anita menggeleng. Kesedihan yang dia rasakan sepertinya telah melenyapkan nafsu makannya.
Tak berselang lama bi Sumi kembali dengan membawa segelas teh hangat.
***
Danu sorenya pulang dengan wajah semringah. Hari ini dia dapat gaji pertamanya setelah sebulan lamanya bekerja. Beruntung setelah lulus kuliah, Danu yang sarjana ekonomi langsung disuruh kerja di perusahaan teman ayahnya. Danu memang terkenal pintar di kampus dulu.
Selama menyelesaikan masa kuliah, biaya hidup mereka berdua ditanggung sepenuhnya oleh keluarga Danu. Barulah mulai bulan depan mereka harus bisa mengupayakan sendiri. Begitu isi perjanjian dulu, agar mereka menjadi mandiri dan tidak terus bergantung kepada orang tua.
Tak seperti biasanya, kali ini Anita tak menyambutnya saat Danu pulang dari kantor.
????
Login untuk melihat komentar!