Tamparan
 Pernikahan yang aku jalani hampir Sebelas tahun dengan pria yang aku cintai belum juga menunjukkan rasa simpati dari ibu mertua.

Berjalannya waktu, Mas Hendra, suamiku sekan tidak peduli dengan derita yang aku alami. 

Baginya aku hanya bayangan cantik dan pemuas hasrat. Sungguh dia tidak bisa menghargaiku sebagai seorang istri yang sudah melahirkan dua malaikat kecil yang mampu mengatasi rasa lelahnya jadi senyuman.

Putri sulung kami jadi saksi bagiamana Mamanya tidak mendapatkan keadilan di rumahnya sendiri, baik sebagai istri, sebagai menantu bahkan sebagai nyonya Hendra. 

***

“Ma.. ayudinya pakek lagi ya," pinta Mas Hendra, “Melvin masih kecil.” 

"Tapi yah..." 

"Tapi kenapa!! Pokoknya ayudinya pakek, Ayah gak mau, Mama bunting lagi!"

"Anak itu rejeki dari Tuhan Yah."

"Sudahlah, Ma, gak usah membantah lagi. Pokoknya Ayah gak mau, Mama bunting lagi. Dua anak saja sudah cukup merepotkan, apalagi tiga. Ayah gak mau." Dia pergi dengan wajah marah membanting pintu kamar dengan keras. 

Melva masuk ke kamar. Dia menatapku tanpa bicara. Mengelus pipi comel Melvin lalu menciumnya. 

"Mama jangan nangis." Melva menyeka butiran air mata yang mengalir mengenai dada Melvin.

"Ayah jahat ya, Ma, gak sayang sama Mama, tapi Melva sayang kok sama Mama. Sudah jangan nangis lagi nanti dedek ikut nangis," tubuh mungilnya memelukku dengan erat.

Tangisanku semakin jadi anak usia 10 tahun ini sudah paham betul apa yang terjadi di antara kami. 

Melva selalu datang menyeka air mata setelah Mas Hendra berhasil membuatku menangis.

Bagaimana caranya aku menjelaskan pada Mas Hendra kalau sudah lebih satu bulan aku tidak mens. Bagaimana jika Mas Hendra memukulku lagi gara-gara aku melawan perintahnya. Aku tidak mau itu terjadi di depan anak-anak.

Jika Mas Hendra dan Ibu mengetahui aku telat mens, sudah bisa aku bayangkan kemarahan mereka seperti apa. 

Bukannya aku tidak mau ikut KB setelah lepas masa nifas tapi Mas Hendra selalu meralarangku untuk ikut KB suntik dan minum pil dengan alasan takut bodyku tidak lagi menarik. 

Faktanya banyak yang ikut KB suntik bodynya berubah 100℅ sehingga tidak menarik lagi untuk di lihat dan Mas Hendra tidak ingin itu terjadi padaku. 

***

"Ma.. kata temenku Kb yang paling aman itu ayudi. Tidak mengganggu hormon. Jadi body Mama masih aman. Wajah mulus Mama gak akan keluar flek," Katanya setelah Melva lahir kedunia. 

Sesuai permintaannya aku menggunakan Ayudi. Namun.. siapa sangka setelah beberapa tahun ayudi yang menempel di dinding rahim jebol sehingga aku ketahuan hamil sudah 3 bulan..

Waktu hamilnya Melvin dia marah besar karena belum siap memberi adek untuk Melva. 

Dia memintaku untuk menggugurkannya, namun aku bersih kukuh untuk mempertahankan Melvin sampai lahir. Bagaimanapun juga aku tidak mau jadi pembunuh anak sendiri. 

Ibu mertuaku selalu mendukung keputusan anaknya. Baginya keputusan Mas Hendra itu sudah benar. 

Sejak hamil anak kedua Mas Hendra jadi lebih ganas bahkan dia sudah mulai main tangan di depan Melva gadis kecilku. Setiap kali melihatku dia selalu emosi seakan aku ini musuhnya. 

Selama 9 bulan Mas Hendra tidak pernah menyentuhku lagi, jangankan menyentuh untuk berbicara sekedar menyapa, tidak! Dia selalu membuang muka tiap kali aku mendekat. Bahkan dia juga tidak pernah memberiku uang belanja sekedar membeli susu ibu hamil seperti saat aku hamil Melva. Uang belanja dia serahkan pada Ibu mertua.

Aku hanya bisa pasrah menerima takdir dan selalu berpikir apa yang terjadi pada Mas Hendra hanya bawaan bayi saja. Harapan terbesar setelah anak ini lahir Mas Hendra kembali menjadi suami yang super perhatian seperti dulu.

Apa yang aku pikiran benar. Setelah aku lahir Mas Hendra kembali. Dia sangat bahagia saat bayi yang terlahir berkelamin cowok. 

"Terima kasih, Ma. Anak kedua kita cowok, Ayah bahagia," ucapnya sambil mengecup mesra keningku. Aku menangis bahagia karena Mas Hendra datang menemani persalinan

"Kita kasih nama siapa ya, Ma?" Mas Hendra terus menimang bayi mungil sambil berpikir mencari nama yang bagus untuknya.

"Melvin saja, Yah," tiba-tiba Melva bersuara. Dia baru datang bersama Ibu mertuaku. 

"Aku Melva, ini adek Melvin. Bagus kan, Ma? Boleh ya, Yah.. please.." 

"Boleh."

Melva - Melvin. Buah hati Mama. Penyemangat Mama. Semoga kehadiran Melvin bisa mengembalikan Mas Hendra yang dulu.

***

Selapas masa nifas. Mas Hendra belum cukup punya uang untuk memasang Ayudi lagi. Sehingga pemasangan di tunda beberapa bulan. Mas Hendra menahan diri untuk tidak melakukannya namun dia tidak bisa menahan terlalu lama sehingga malam itu semuanya terjadi.

Kalau sudah seperti ini siapa yang bisa di salahkan. Mas Hendra sudah pasti marasa orang paling benar, dia tidak mau di salahkan.

Sedangkan tanda-tanda kehamilan di bulan pertama sudah aku rasakan.m. Suka pusing, perut mules rasa mual, pinggang sakit, dan mudah lelah.

"Ma.. kita berangkat sekarang," teriak Mas Hendra dari luar.

Aku masih bingung antara ikut dan tidak. Jika aku menolak dan mengatakan semuanya, sudah pasti suamiku itu akan main kasar lagi. Dan Ibuk mertua sudah pasti membela anaknya. 

"Ma.. ayok. Keburu sore."

"Jangan sekarang, Yah. Untuk masang ayudi harus mens dulu, karena jika tidak akan terasa sakit. Setelah mens baru bisa masang."

"Alaaaah gak usah banyak alasan. Lagian sakitnya cuma sebentar." Mas Hendra menarik lenganku. 

"Yah.. Mama mohooon.."

"Mama! Sudah jangan banyak alasan," nadanya mulai tinggi sehingga Melvin terbangun dari tidurnya. Bayi mungil itu menangis. 

"Ibu.... Hendra mau keluar. Tolong jagain Melvin sebentar."

Mas Hendra kenapa jadi tidak sabaran begini sih. Kenapa dia tidak mau mendengar sedikit penjelasan dariku. 

"Sudah satu bulan lebih, Mama gak mens,"  teriakku setelah mengumpulkan banyak keberanian. 

Kedua bola mata Mas Hendra melotot tajam ada bara api terlihat dengan jelas. 

Spontan tamparan keras mendarat pas di pelipis telinga sampai kepalaku terbentur ke tembok di ruang tamu. Serasa ada yang pecah. Sunyi.. tidak ada suara yang terdengar. Sama sekali aku tidak bisa mendengar apa yang Mas Hendra katakan. Kepala serasa berputar.

Terlihat Melva berdiri di depan pintu kamarnya. Dia menangis melihatku kesakitan.

Aku berusaha bangun mendekati Melva, namun Mas Hendra lebih dulu menarik lenganku menuju keluar memaksa untuk masuk ke dalam mobil.

Jangan menangis, Nak. Mama gak papa. 


🛩️🛩️🛩️ Lanjut yuk kak.