Hidupku sempurna sebelum bertemu dia, dia yang punya pesona dan tatapan mata yang membuat seluruh isi kota meleleh jatuh cinta, sayangnya dia sangat dingin, cenderung seperti ular yang berbisa, diganggu sedikit saja dia akan marah.
Bukan hanya marah, dia akan menghajar siapa saja yang menghalangi langkah atau keinginannya, dia populer dan jadi bahan pembicaraan dari kaum muda sampai ibu ibu tua. Karena ketampanan pesonanya juga karena kengerian yang diciptakannya, dialah Yusuf Akbar, pria yang akhir akhir ini selalu berpapasan denganku di jalan menuju tempat kuliah. Malas sekali rasanya, apalagi tatapan itu seolah menusuk ulu hatiku, tapi apa boleh buat hanya itu satu satunya jalan ke universitas dan parahnya Yusuf kerap duduk dan berjaga di sana bersama para anak buahnya.
**
"Hassa, apa kau sudah siap?" tanya Bunda di bawah sana, aku yang masih terlelap di bawah selimut bulu yang hangat langsung tersentak dan melirik jam weker di samping tempat tidurku.
"Astaghfirullah aku kesiangan!" Aku terlonjak dari tempat tidur dan dalam satu tarikan napas kudapati tubuh ini sudah di kamar mandi, membersihkan diri dan segera menemukan pakaian yang paling tepat untuk dikenakan ke kampus nanti.
Hari ini aku harus berpenampilan menarik, karena ada kelas khusus dan pengisinya adalah sosok yang kusukai, namanya Gerald, dia adalah kakak angkatan yang kerap disuruh dosen untuk membantu memberikan kuliah tambahan, Sejak pertama berjumpa dengannya di masa orientasi kampus, aku telah menyukai pemuda yang selalu memiliki style yang amat menarik, gayanya bak artis korea, dan jangan tanya lagi kecerdasan serta wawasannya, dia adalah paket sempurna yang Tuhan ciptakan dan terbatas edisinya.
Kupakai baju terbaik, kemeja putih dengan outer kotak kotak serta celana jeans yang terlibat sopan dan rapi, memulas bedak dan make up tipis lalu menyemprotkan parfum yang membuat moodku membaik.
Sinar mentari yang memantul dari cermin dan mengenai wajahku membuat hati ini makin bersemangat senyum terkembang di bibir, seolah hati dibanjiri energi positif, aku merasa bahwa hari ini aku akan mendapat nilai terbaik sekaligus atensi asisten dosen pujaanku.
"Subhanallah kamu cantik sekali," ujar Bunda memuji dandananku ketika mendekat ke meja makan.
"Iya, Bunda, ada materi sekaligus tugas khusus, jadi Hassa ingin terlihat bagus dan antusias."
"Rupanya anak gadis Bunda sangat menarik, sudah adakan pemuda yang mengejarnya?" goda Bunda sambil menatap padaku sedang adikku Zaskia yang masih duduk di bangku kelas satu SMA langsung tertawa.
"Mana ada Bunda, kakak sangat judes dan mudah marah, pemuda pasti menjauhinya," jawab Zaskia dengan senyum puas meledekkku.
"Bundaa ...." Aku merajuk pada Bunda dan seperti biasa wanita yang paling kucintai di dunia menyuruh Zaskia untuk menghentikan ucapannya.
"Kamu gak boleh godain Kakak Dek, nanti kakak kena akibat ucapanmu, jadi kakak tak akan mendapatkan cintanya." Tiba tiba ayah menimpali
"Iya nih, ayah, si Adek suka sekali meledekku," ujarku mengadu.
"Dengar Sayang, jadilah mahasiswa yang baik dan pintar manfaatkan sebaik mungkin waktumu untuk belajar dan mencari pengalaman. Masa muda sangat singkat dan penuh warna jadi nikmatilah dengan bahagia," ujar Ayah dengan suara lembut dan bijak.
"Iya ayah, terima kasih karena telah menjadi orang tua yang selalu mendukung anaknya."
"Tentu, kami akan selalu mendukung Apa yang membuat anak Kami bahagia dan sukses, dengan satu catatan bahwa kalian harus berjanji untuk menjaga kehormatan dan nama baik ayah hingga suatu saat seorang pemuda datang menjemput kalian dan membawa kalian ke dalam mahligai rumah tangga dan mengambil tanggung jawab dari pundak ayah."
Kalau sudah berbicara seperti itu maka hatiku akan menjadi terenyuh dengan ucapan cinta pertamaku dalam hidupku itu, kuhampiri dan kupeluk ayah dengan penuh cinta.
"Makasih ayah, aku berjanji tidak akan pernah mempermalukan, Ayah."
"Janji ya, saya pun akan berjanji kepada diri saya sendiri untuk tidak menghalangi kebahagiaan dan cita-cita kalian."
"Siap Ayah," jawabku yang langsung memeluknya sekali lagi.
**
Kampusku tidak begitu jauh dari rumah, beruntungnya aku karena bisa masuk ke sana dengan jalur seleksi yang berhasil, sehingga aku pun tidak harus jauh-jauh mencari kampus lain yang jaraknya akan menyita waktuku dan sangat melelahkan.
Kukayuh sepeda berkeranjang dan menyusuri trotoar dengan senandung riang, aku sudah membayangkan akan bertemu pemuda yang selalu mencuri akalku dengan senyumnya. Penampilan dan cara bicaranya sangat membuatku terpesona, aku benar-benar jatuh cinta, dan memikirkan tentang yang saja cukup membuat pipiku memerah.
Tiba tiba karena asyik berkhayal di depannya jalan tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang sedang melintas dan hendak menyebrang. Seorang pria, mengenakan jaket kulit dan celana jeans yang robek di bagian lututnya, dia terjatuh dan mengadu kesakitan terkena besi sepeda yang kukendarai, sedangkan aku juga tersungkur dan pakaian kotor oleh debu trotoar.
"Maafkan saya, Bang, maaf," ujarku sambil berusaha membantu pria itu untuk bangun dari posisinya.
"Tidak usah bantu saya, benar saja sepeda dan pakaianmu!" bentaknya sambil menepis tanganku.
Tubuhnya bau alkohol dan rambutnya yang agak sedikit panjang tergerai acak. Ia membalikkan baadan, dan alangkah terkejutnya diri ini, jantungku rasanya berhenti berdetak dan hendak copot dari rongganya, Bagaimana tidak pria yang sedang berdiri di hadapanku itu, adalah preman berbahaya yang sering diperbincangkan semua orang.
Dia adalah Yusuf Akbar, preman tempramen yang punya raut wajah khas pria dari negeri seberang, perawakannya tinggi kekar, kulitnya coklat dan hidungnya mancung, tatapan iris matanya sangat tajam, tapi sekelebat aku menangkap kepedihan dari bola mata itu, entah kenapa.
"Maafkan saya Bang, saya gak sengaja," cicitku dengan tubuh gemetar, bukan apa, aku sangat gentar jika tiba-tiba dia akan menampar wajahku. Lengannya yang berotot kekar jika mendarat di pipi ini akan sukses membuatku pingsan.
"Pergilah, aku tidak apa-apa," jawabnya sambil mengibaskan tangan di udara.
"A-apa?" Sesaat aku terpana oleh ucapannya, Aku tidak percaya dia bisa melepaskan begitu saja.
"Ka-kalo begitu terima kasih Bang, saya pergi ya," jawabku sambil menjauh.
"Dengar!"
Tiba-tiba suaranya yang berat menghentikan langkahku, kali ini jantungku kembali berdegup kencang, Aku khawatir dia akan menyuruhku melakukan sesuatu yang aneh sebagai hukuman karena menabraknya. Aku tahu bahwa pria yang berada dihadapanku ini sangat kejam dan berbahaya.
"Kerudungmu ...." Ia menunduk penutup kepalaku.
"Ke-kenapa?"
Jangan-jangan dia ingin menyuruhku melepaskannya, aku tak akan bisa.
"Bersihkan kerudungmu dari debu, kau tidak akan malu di tetap oleh teman kuliahmu dengan kerudung sekotor itu," pria itu tersenyum pelan lalu membalikkan badannya menjauhiku.
"Astagfirullah ...." Jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya, ".... Apa itu tadi? Yusuf Akbar tersenyum kepadaku."
Aku bergidik ketakutan tapi di sisi lain tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang menghangat didalam Dadaku. Kuyakin itu hanya rasa syukur dan haru karena dia tidak menggangguku, aku tidak mungkin menyukainya.