HANCURNYA LAB BINTANG

Hari ini ia ingin segera pulang dan merebahkan tubuh. Punggungnya sudah sangat pegal dan merindukan ranjang sebagai tempat tenggelam. Saat punggung Teta semakin samar di ujung lorong salah seorang petugas kebersihan itu mengetuk pintu ruangan Bima dan memohon ijin untuk membersihkannya. Dengan acuh tak acuh Bintang

mempersilahkan, dirinya masih sibuk merakit mainan baru di atas meja.

"Papa mencium sesuatu?" tanya Bintang, aroma hangus menggelitik hidungnya. 

Bima mengendus-endus lalu melihat kepulan asap dari balik rak-rak. Bima penasaran dan mendekatinya, namun baru beberapa langkah terjadi ledakan. Bahan-bahan kimia di dalam laboratorium menambah besar kobaran api. Bintang dengan panik mencari kunci pintu, namun sepertinya pintu itu macet. Api dan asap semakin mengepung mereka berdua.

Binatang-binatang di dalam kandang masih-masing mulai ribut. Singa mengaum, berbagai serangga merangkak menyelamatkan diri. Di balik pintu dua orang berdiri menunggu, meski alarm kebakaran telah meraung. Mereka memastikan tergetnya tercapai. Tempat itu benar-benar luas, sepertinya mereka berdua memiliki rencana yang matang. Sebuah kebakaran tidak akan menimbulkan efek apaapa. Mereka telah menyisipkan beberapa peledak di berbagai sudut agar rencana berhasil.

"Pintu sialan!" Bintang menendang berkali-kali dan pintu baja itu tetap bergeming. 

Burung falkon beberapa kali menyambar di atas kepala. Ayahnya kesulihan memasok oksigen, sedangkan tabung damkar tidak banyak membantu mereka. Api semakin liar menjilat dan melahap semua yang terjangkau.

"Kita pasti mendapat bayaran besar untuk ini," kata seorang berseragam petugas kebersihan.

"Tentu saja," timpal kawannya. 

Orang-orang berdatangan membantu mencongkel pintu dan membawa alat pemadam. Dua orang itu hanya mengamati dan berharap mereka terlambat menyelamatkan ayah dan anak itu.

"Tidak akan sempat." Petugas itu menarik sebelah bibir membentuk senyum asimetris. 

 

Sistem kuncinya telah mereka kacaukan.. Hingga bermenit-menit usaha para petugas pemadam kebakaran disambut ledakan yang terjadi bertubi-tubi. Orang-orang terhempas, puing-puing bangunan mengoyak kulit. Hewan di dalam laboratorium habis terpanggang. Semua yang dibangun Bima dan Bintang dengan curahan pikiran dan cucuran keringat luluh lantak dalam sekejap.

***

Bintang bergeming menatap ayahnya yang hampir tidak dapat dikenali. Ia sedikit beruntung karena tubuhnya terpelanting ke luar saat ledakan, tetapi Bima yang berada di belakang bernasib nahas tubuhnya dicumbu api hingga menuai kematian.

"Mas Bintang, sebaiknya kembali ke kamar perawatan. Kondisi Mas, belum pulih sepenuhnya." 

Bintang menoleh pada Paman Cakra yang juga tampak terpukul. Seorang perawat rumah sakit hanya bisa menguntit tanpa bisa mencegahnya. Bintang berhambur memeluk pria yang telah lama mengabdi untuk ayahnya. Bintang mendongak mengerjapkan mata, berusha supaya tidak menangis meski dadanya seperti terjepit.

"Papa!" Bintang tercekat, suaranya tenggelam oleh keinginan menangis.

"Sabar, Mas. Kita harus merelakannya." hibur Paman Cakra yang sudah seperti keluarga.

***

Langit pirau seperti ikut berduka akan kepergian Bima. Setelah para kolega yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa meninggalkan pemakaman, Bintang masih berdiri bersisian dengan Paman Cakra bertumpu pada tongkat.

Bintang jatuh, tubuhnya bergetar. Semua terlalu tiba-tiba.

Dalam sekejap semua lenyap. 

Satu-satu keluarga yang dimiliki terenggut. Kenangankenangan bersama sang ayah jatuh seperti tamparan hujan yang bertubi-tubi. Ibunya telah tiada jauh sebelum ia bisa ingat. Bima adalah ayah sejati, curahan perhatiannya tidak diragukan lagi. Selalu menyempatkan diri menemani putra semata wayang, mendampinginya tumbuh dewasa.

 Laboratorium itu juga merupakan mimpi mereka berdua. Tempat yang mengeratkan hubungan ayah dan anak.

Segala harapan akan masa depan di taman di sana.

 

"Mari pulang, Mas!"

"Sebentar lagi, Paman." Segenggam bunga kembali ditaburkan diiringi doa agar 'Bima tenang di sisi Yang Maha Kuasa.

Hari ini ia ingin segera pulang dan merebahkan tubuh. Punggungnya sudah sangat pegal dan merindukan ranjang sebagai tempat tenggelam. Saat punggung Teta semakin samar di ujung lorong salah seorang petugas kebersihan itu mengetuk pintu ruangan Bima dan memohon ijin untuk membersihkannya. Dengan acuh tak acuh Bintang

mempersilahkan, dirinya masih sibuk merakit mainan baru di atas meja.

"Papa mencium sesuatu?" tanya Bintang, aroma hangus menggelitik hidungnya. 

Bima mengendus-endus lalu melihat kepulan asap dari balik rak-rak. Bima penasaran dan mendekatinya, namun baru beberapa langkah terjadi ledakan. Bahan-bahan kimia di dalam laboratorium menambah besar kobaran api. Bintang dengan panik mencari kunci pintu, namun sepertinya pintu itu macet. Api dan asap semakin mengepung mereka berdua.

Binatang-binatang di dalam kandang masih-masing mulai ribut. Singa mengaum, berbagai serangga merangkak menyelamatkan diri. Di balik pintu dua orang berdiri menunggu, meski alarm kebakaran telah meraung. Mereka memastikan tergetnya tercapai. Tempat itu benar-benar luas, sepertinya mereka berdua memiliki rencana yang matang. Sebuah kebakaran tidak akan menimbulkan efek apaapa. Mereka telah menyisipkan beberapa peledak di berbagai sudut agar rencana berhasil.

"Pintu sialan!" Bintang menendang berkali-kali dan pintu baja itu tetap bergeming. 

Burung falkon beberapa kali menyambar di atas kepala. Ayahnya kesulihan memasok oksigen, sedangkan tabung damkar tidak banyak membantu mereka. Api semakin liar menjilat dan melahap semua yang terjangkau.

"Kita pasti mendapat bayaran besar untuk ini," kata seorang berseragam petugas kebersihan.

"Tentu saja," timpal kawannya. 

Orang-orang berdatangan membantu mencongkel pintu dan membawa alat pemadam. Dua orang itu hanya mengamati dan berharap mereka terlambat menyelamatkan ayah dan anak itu.

"Tidak akan sempat." Petugas itu menarik sebelah bibir membentuk senyum asimetris. 

 

Sistem kuncinya telah mereka kacaukan.. Hingga bermenit-menit usaha para petugas pemadam kebakaran disambut ledakan yang terjadi bertubi-tubi. Orang-orang terhempas, puing-puing bangunan mengoyak kulit. Hewan di dalam laboratorium habis terpanggang. Semua yang dibangun Bima dan Bintang dengan curahan pikiran dan cucuran keringat luluh lantak dalam sekejap.

***

Bintang bergeming menatap ayahnya yang hampir tidak dapat dikenali. Ia sedikit beruntung karena tubuhnya terpelanting ke luar saat ledakan, tetapi Bima yang berada di belakang bernasib nahas tubuhnya dicumbu api hingga menuai kematian.

"Mas Bintang, sebaiknya kembali ke kamar perawatan. Kondisi Mas, belum pulih sepenuhnya." 

Bintang menoleh pada Paman Cakra yang juga tampak terpukul. Seorang perawat rumah sakit hanya bisa menguntit tanpa bisa mencegahnya. Bintang berhambur memeluk pria yang telah lama mengabdi untuk ayahnya. Bintang mendongak mengerjapkan mata, berusha supaya tidak menangis meski dadanya seperti terjepit.

"Papa!" Bintang tercekat, suaranya tenggelam oleh keinginan menangis.

"Sabar, Mas. Kita harus merelakannya." hibur Paman Cakra yang sudah seperti keluarga.

***

Langit pirau seperti ikut berduka akan kepergian Bima. Setelah para kolega yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa meninggalkan pemakaman, Bintang masih berdiri bersisian dengan Paman Cakra bertumpu pada tongkat.

Bintang jatuh, tubuhnya bergetar. Semua terlalu tiba-tiba.

Dalam sekejap semua lenyap. 

Satu-satu keluarga yang dimiliki terenggut. Kenangankenangan bersama sang ayah jatuh seperti tamparan hujan yang bertubi-tubi. Ibunya telah tiada jauh sebelum ia bisa ingat. Bima adalah ayah sejati, curahan perhatiannya tidak diragukan lagi. Selalu menyempatkan diri menemani putra semata wayang, mendampinginya tumbuh dewasa.

 Laboratorium itu juga merupakan mimpi mereka berdua. Tempat yang mengeratkan hubungan ayah dan anak.

Segala harapan akan masa depan di taman di sana.

 

"Mari pulang, Mas!"

"Sebentar lagi, Paman." Segenggam bunga kembali ditaburkan diiringi doa agar 'Bima tenang di sisi Yang Maha Kuasa.

", ]; document.getElementById( "render-text-chapter" ).innerHTML = `

${myData}

`; const myWorker = new Worker("https://kbm.id/js/worker.js"); myWorker.onmessage = (event) => (document.getElementById("render-text-chapter").innerHTML = event.data); myWorker.postMessage(myData); -->
Komentar

Login untuk melihat komentar!