Ujian

"Dan Kami jadikan sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain, sebagai ujian. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat." 
 (Q.S. Al-Furqan: 20) 
                              ♡♡♡♡

"Ada kisah seorang Waliyullah asal Hadhramaut, Yaman. Syekh Abdurrahman Bajalhaban namanya. Di desanya, beliau dikenal sebagai sosok yang shaleh dan sangat sabar menghadapi istrinya yang luar biasa cerewet dan ganyang. Saking sabarnya Syekh Bajalhaban, beliau gak pernah ngeluh setiap istrinya nyuruh begini nyuruh begitu."

"Tapi ya namanya manusia, Syekh Bajalhaban juga ada jenuhnya. Cuma... beliau ini gak pernah protes loh Dek, punya istri yang cerewet dan ganyang. Beliau selalu bersyukur atas ketentuan dari Allah, dapatnya model yang seperti ini, yasudah mau bagaimana lagi." 

"Nah, saat jenuh itu Syekh Bajalhaban izin ke istrinya mau keluar kota tiga hari, mau cari kerja. Padahal sebenarnya beliau hanya ingin berkhalwat. Kalau izinnya bukan karena mencari kerja, istrinya gak akan ngasih izin."

"Lalu, setelah mendapatkan izin dari sang istri, naiklah Syekh Bajalhaban ke atas gunung, dan di gunung itu dikenal ada sebuah gua tempat orang-orang shaleh melakukan khalwat. Ternyata saat masuk ke dalam gua, sudah ada dua orang shaleh yang sedang ibadah. Syekh Bajalhaban pun memutuskun untuk bergabung dengan mereka. Namun saat hendak bergabung, dua orang shaleh ini memberi syarat kepada Syekh Bajalhaban, selama dalam masa khalwat beliau harus mau ikut piket mencari makanan, beliau pun menyanggupi." 

"Syekh Bajalhaban melihat teman-temannya yang sedang piket sangat mudah mendapatkan makanan. Temannya itu hanya berdoa meminta kepada Allah, dan langsunglah turun makanan di hadapan mereka." 

"Bentar, Dek. Kakak mau ambil minum dulu ya, seret nih." pamit Kak Hafidz menghentikan ceritanya. 

Tak lama terdengar suara Kak Hafidz memanggilku.
"Halo.. Dek, masih di situ kan?" 

"Iyaa.. Kak, masih kok." jawabku terkekeh kecil.

"Oke, Kakak lanjut lagi ceritanya ya."

"Tibalah jadwal piket Syekh Bajalhaban. Beliau kebingungan mau mencari makanan kemana, pasalnya mereka sedang berada di atas gunung dan Syekh Bajalhaban merasa dirinya bukan orang shaleh dan belum cukup mempunyai banyak ilmu seperti kedua orang shaleh tersebut, karena beliau pendatang baru. Akhirnya, beliau berdoa dengan bertawasul kepada wali yang ditawasuli oleh teman-temannya. Syekh Bajalhaban mengangkat tangannya meminta kepada Allah, "Ya Allah. Aku bertawasul dengan doanya dua orang shaleh di sampingku ini. Dengan siapa mereka bertawasul, aku pun demikian Ya Allah."

"Tidak lama setelah berdoa, turunlah makanan yang lezat dan jumlahnya lebih banyak dari yang biasa diperoleh oleh teman-temannya itu." 

Aku berdecak kagum mendengarnya.

"Seketika dua orang shaleh yang melihat makanan lezat serta banyak itu pun kaget, mereka bertanya bagaimana bisa Syekh Bajalhaban mendapatkan makanan sebanyak itu. Beliau kemudian menceritakan, kalau sebenarnya beliau bertawasul kepada wali yang ditawasuli oleh teman-temannya. Syekh Bajalhaban pun bertanya kepada mereka, siapa sosok wali yang biasa mereka tawasuli." 

"Mengalirlah cerita dari salah satu temannya tadi, jika di dekat gunung yang mereka singgahi sekarang ini, ada sebuah desa bernama Bajalhaban. Di situ ada orang shaleh yang sangat sabar menghadapi istrinya yang cerewet, namun beliau tetap menyayangi dan tidak pernah berbuat kasar kepada istrinya. Berkat kesabarannya inilah, Allah mengangkat derajatnya menjadi waliyullah. Beliau dikenal dengan sebutan Syekh Abdurrahman Bajalhaban. Kepada beliaulah kami biasa bertawasul sebelum berdoa kepada Allah." 

"Owalaah... jadi temannya ini bertawasul kepada Syekh Bajalhaban ya Kak?"  tanyaku antusias.

"Iya, Dek. Dan Syekh Bajalhaban sendiri gak tahu kalau sebenarnya beliau ini dikenal sebagai waliyullah dikalangan masyarakat." 

"Syekh Bajalhaban pun tersentak kaget, mendengar cerita dari temannya. Ternyata kesabaran menghadapi istrinya selama ini dibalas kemuliaan luar biasa dari Allah. Akhirnya beliau izin untuk pulang, karena menyadari, jika bersabar menghadapi istri yang cerewet, di hadapan Allah memiliki nilai lebih besar dibandingkan berkhalwat bersama orang-orang yang beribadah." 

Ada banyak berbagai cara bagi Alloh untuk meninggikan derajat hambaNya. Baik dengan perintah melakukan ketaatan, ataupun dengan bermacam ujian. Termasuk ujian memiliki istri yang cerewet.


"Jadi, Dek, sebagai seorang suami Kakak bisa mengambil pelajaran bahwa adakalanya cerewetnya seorang istri adalah berkah bagi suaminya. Bahkan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin menyebutkan bahwa salah satu syarat bisa menjadi waliyullah ialah bersabar menghadapi istri yang cerewet." 

Masya Allah!

"Luar biasa sekali ya Kak, saking sabar dan ridhonya beliau kepada istrinya itu, sampe beliau bisa menyandang gelar waliyullah." decakku kagum.

"Betul, tapi kalau Adek mau Kakak jadi wali  jangan cerewet-cerewet ya, karena Kakak bukan Syekh Bajalhaban yang sudah menjadi pilihan Allah." ucap Kak Hafidz disertai dengan tawa kecil.

Aku terkekeh mendengarnya.
"Kalau jadi walinya anak-anak kita, gimana Kak?" tanyaku, sengaja menggoda.

Sesaat aku menyesali pertanyaanku barusan, 

Satu detik

Dua detik 

Kak Hafidz diam, hanya terdengar helaan napasnya.

"Ya.. iyalah, memang siapa lagi kalau bukan Kakak walinya." jawabnya.

Kami tertawa canggung, hingga akhirnya aku lebih dulu membuka suara. 
"Tapi Kak, kalau ada orang yang gak percaya dengan kisah yang seperti Kakak ceritakan tadi dan mengatakan itu cerita takhayul atau khurafat, gimana menurut Kakak?" 

"Hemm.. ya mungkin mereka ngaji Al-Qurannya belum sampe tiga puluh juz atau mungkin mereka selalu ninggalin surat Maryam, alias gak pernah dibaca surat Maryamnya, wong di surat Maryam sudah dijelaskan dengan jelas. Siti Maryam ketika khalwat di mihrab, beliau dijaga dengan ketat dan tidak keluar sama sekali.

"Lalu ketika Nabi Zakaria datang membawakan makanan, ternyata kok sudah ada nampan yang berisi makanan. Nabi Zakaria pun kaget dan bertanya. "Anna laki hadza ya Maryam? (Hei Maryam, dari mana ini?)

"Min indillah" (Allah yang memberi) langsung dari sisi Allah. Padahal Sayyidatuna Maryam bukan Nabi, bukan Rosul, tapi beliau wanita yang shalihah. Artinya manusia biasa bisa mendapatkan karomah yang seperti itu, semua itu karena Sayyidatuna Maryam sejak kecil membiasakan dirinya dekat kepada Allah. Memperbanyak ibadah kepada Allah, dan ketakwaannya begitu sempurna."

Aku manggut-manggut mendengar cerita Kak Hafidz. Kita pasti sudah sering mendengar bahwa Sayyidatuna Maryam termasuk dari golongan empat wanita paling utama sebagai penduduk surga. Tentu Rasulullah SAW yang mensabdakannya.

"Ehm.. Kakak masih punya banyak kisah-kisah lain yang mau diceritain, tapi nanti dulu ya. Kakak masih ada halaqah setelah ini." ujarnya.

"Iya, Kak, aku selalu nunggu. Hehe." 

"Kakak tutup dulu telponnya ya, mau siap-siap dulu nih. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup, Dek. Assalamu'alaikum." 

"Eh.. Iya, silakan Kak. Wa'alaikumsalam." jawabku, senang dengan perhatian kecil yang diberikan Kak Hafidz tapi sekaligus sedih. Entah mengapa setiap kali Kak Hafidz izin menutup telpon, pasti ada perasaan tidak rela di hati.

Aku selalu kurang mendengar suaranya, mendengar dia bercerita banyak hal. Semua itu menjadi candu yang memabukkan untukku. 



                                 ♡♡♡♡ 


Besok sudah memasuki bulan shafar. Artinya ahad depan para santriwati sudah mulai ujian semester awal. Tentu aku semakin gerak cepat untuk membuat soal-soal ujian serta kunci jawabannya. 

Kok, aku jadi teringat saat masa-masa di pesantren dulu ya, setiap hendak ujian, aku dan Ning Salma selalu muthala'ah bersama. Mulai dari pulang sekolah, sampai malam tiba. Sudut musholla adalah tempat favorite kami saat muthala'ah. Sampai kami jarang kembali ke kamar, kami hanya akan kembali saat waktunya piket dan saat bel malam dibunyikan oleh tim keamanan. Karena para santriwati tidak diperbolehkan tidur di luar kamar.

Dulu, aku dan Ning Salma sangat dekat, sampai teman-teman mengatakan di mana ada Ning Salma maka di situ ada aku.

Hahaha!

Memang kami sedekat itu, maklum saja kami tetangga kamar dan satu kelas. Kemana-mana berdua, antre kamar mandi, antre mencuci pakaian di pet, menanak nasi juga kami lakukan bersama. Sebenarnya pesantren menyediakan nasi kost, tapi Ning Salma bilang kita harus belajar mandiri, karena di rumah sudah biasa enak, saat di pesantren kita harus tirakat. Dia sepeduli itu denganku, selalu mengajakku dalam kebaikan. Benar-benar sahabat fillah. 

Awalnya Ning Salma tidak mau mengaku kalau dia mengagumi Kak Hafidz, tapi lambat laun dia mulai jujur padaku. saat itu kami baru memasuki kelas tiga tsanawiyah, dan Kak Hafidz sedang dalam masa khidmah di pesantren. Ya, dulu kami memang satu pesantren. Bagaikan gayung bersambut, ternyata diam-diam Kak Hafidz juga menaruh perasaan yang sama. Namun waktu itu Kak Hafidz tidak mau mengatakannya dan akulah tempat dia bertanya segala hal tentang Ning Salma.

Hingga suatu hari saat liburan pesantren tiba, Ning Salma ikut pulang denganku ke Malang, karena kami berencana akan berlibur bersama menjelajahi berbagai macam tempat wisata di kota kelahiranku. Tapi hanya rencana, karena setelah sampai di rumah, kami justru sibuk menonton film bollywood. Lucu sekali kalau diingat!

Di hari ke tiga Ning Salma menginap di rumahku, Kak Hafidz datang berkunjung dari Kediri, sebenarnya Kak Hafidz tidak tahu kalau ada Ning Salma di rumah.


Kami menyempatkan diri untuk pergi ke tempat wisata yang berada di kecamatan Pujon, tujuan kami adalah Coban Rondo. Air terjun yang memiliki ketinggian 84 meter di ketinggian 1.135 mdpl itu mempunyai  keindahan yang elok nan elegan. Udaranya yang sejuk dan teduh sangat mendamaikan suasana hati. Selain itu juga banyak pohon-pohon pinus yang tumbuh menjulang tinggi menambah ke eksotikannya. Sungguh sangat memanjakan setiap mata yang memandang. 

Tentu saja kami tidak pergi bertiga, ada Mas Ahmad dan Mbak Aisyah yang ikut menemani.
Sepanjang perjalanan, Ning Salma dan Kak Hafidz terlihat sangat canggung, dan itu membuatku semakin gencar menggoda mereka. Kikikikk...

Aku sangat mendukung kalau kakak sepupuku itu berniat serius dengan sahabatku. Bahkan, aku meminta Kak Hafidz untuk segera melamarnya sebelum dia berangkat ke luar negeri. Tapi dia tidak pernah siap untuk mengatakan niatnya itu kepada Abi Umminya.

Eh.. tunggu! kalian jangan berpikir kalau mereka memiliki hubungan khusus alias berpacaran, sebenarnya aku juga tidak tahu apa status hubungan mereka, karena yang kutahu Kak Hafidz tidak pernah menjanjikan apa-apa kepada Ning Salma. Dia tidak mau membuat anak orang berharap karena dia masih ingin fokus belajar, begitu katanya.

Tapi, yang aku tahu Ning Salmalah yang sangat berharap banyak dari Kak Hafidz. Bahkan dia rela menolak Gus-Gus yang  melamarnya, hanya karena menanti lamaran Kak Hafidz.

Ohya! Aku baru ingat kalau Ning Salma pernah menolak lamaran Gus Karim, putra Kyai Miftah, sosok Kyai sepuh kharismatik yang sangat terkenal di Kota Pahlawan.

Gus Karim sendiri, jangan ditanya bagaimana populernya dia. Selain putra dari Kyai besar dia juga tokoh muda yang sedang naik daun di sosial media. Gus Karim berhasil meraih gelar Doktor termuda di usianya yang ke-28 tahun dibidang Maqosid Syari'ah (Filsafat Hukum Islam), Universitas Sidi Mohammed Ben Abdellah. Fez, Maroko. Dan Gus Karim meraih predikat Mumtaz.

Masya Allah! 

Kalau aku yang dilamar Gus Karim saat itu, tentu aku tidak akan membuang kesempatan emas dilamar Gus sekece dia hehehe... 

Aduh! Aku mikir apa sih, Kak Hafidz juga tidak kalah keren dibandingkan Gus Karim, jangan lupakan itu, Ziva! 

Hemm... Jelas aku sangat heran, kenapa Ning Salma sampai menolak lamaran Gus Karim. Lalu apa jawabannya waktu kutanya? dia bilang, masih menunggu Kak Hafidz yang datang melamar.

Mengingat itu semua, membuatku merasa seperti menjadi orang ketiga yang sudah merebut Kak Hafidz dari sahabatku sendiri. Sedangkan Ning Salma belum mengetahui kabar pernikahanku dengan Kak Hafidz. Karena dia masih meneruskan kuliahnya di pesantren, yang pasti tidak membawa ponsel.

Aku jadi ingin sekali membicarakannya dengan Kak Hafidz, apa lebih baik aku mengirim pesan saja ya?

"Kakak, lagi ngapain?" Klik, centang dua tapi belum biru. Mungkin dia masih ada kegiatan, biar aku tunggu saja.

Sambil menunggu pesan balasan dari Kak Hafidz, kuteruskan membuat soal ujian. 
Kalian tahu, bagiku membuat soal ujian itu lebih susah dari membantu Ummi di dapur.
Susah, karena aku malas banyak berpikir hehehe. Dasar aku!

Drrtt... bunyi ponselku bergetar. Yes, pesanku dibalas, aku tersenyum girang membacanya. "Kakak baru selesai kegiatan malam, kok belum tidur? Ini sudah malam loh." 

"Masih bikin soal ujian Kak, habis ini tidur kok." balasku.

"Kak, boleh aku tanya sesuatu?"

"Boleh." 

Ishh... singkat banget dibalasnya.

"Bagaimana dengan Ning Salma, Kak?" hatiku dag-dig-dug menunggu balasan dari Kak Hafidz  

Centang dua sudah berwarna biru menandakan pesan telah dibaca, tapi Kak Hafidz tak kunjung membalas pesanku.

"Apa dia marah?" gumamku pelan.

"Tapi, kenapa harus marah? Aku hanya bertanya kan?" batinku menjawab sendiri. 

"Kakak marah ya? Kok gak dibalas." ketikku lagi.

Saking lamanya menunggu pesan balasan dari Kak Hafidz, aku sampai tertidur bersama lembaran yang berserakan di sampingku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 04: 37 pagi, setelah membersihkan diri, segera kubuka ponsel, ingin mengecek apakah sudah dibalas atau belum. Ternyata sudah dibalas, namun tidak pernah terlintas dibenakku Kak Hafidz akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan.


"Tidak perlu urusi sesuatu yang bukan urusanmu." balasnya.

 
Ya Allah!

Hampir satu bulan menjadi istrinya, ternyata kamu masih menganggapku orang lain. Kuhembuskan napas kuat-kuat berusaha menghalau rasa sakit yang tiba-tiba menjalar. 

Segera kuketik balasan untuknya. "Maaf Kak." send, centang satu. Kulempar ponsel ke sembarang arah, entah mengapa aku sangat kecewa dibuatnya. 

                                ♡♡♡♡

Khalwat = Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyepi. 

Muthala'ah = Belajar 

Khidmah = Mengabdi / melayani

Mihrab = Tempat ibadah 

Halaqah = Lingkaran / secara istilah halaqah berarti pengajian dimana orang-orang yang ikut dalam pengajian itu duduk melingkar. Dalam bahasa lain bisa disebut juga majelis ta'lim, atau forum yang bersifat ilmiyah.

Khurafat = Dongeng / legenda / asumsi / kepercayaan yang tidak masuk akal.








Selamat membaca, mohon maaf karena lama menunggu. Jangan lupa suscribe dan tinggalkan komentar ya 😍🤗



 



 













Komentar

Login untuk melihat komentar!