“Dia tak punya keluarga,“ AKBP Herdin mengambil data Embun yang disodorkan polwan Puspa diruang kerjanya.
“Anak tunggal. Sama seperti putraku.“ AKBP Herdin bergumam, Ia jadi merasa kasihan dengan anak itu. semenjak Ibunya tewas Embun belum sekalipun bicara, pun hanya sepatah kata. Padahal Ia dibutuhkan sebagai saksi kunci pembunuhan atas Ibunya.
“Aku akan membawanya pulang.“ AKBP Herdin mengambil keputusan untuk mengangkat Embun sebagai anak.
Istrinya dan putranya menerima Embun dengan baik, mereka sudah menganggap Embun bagian dari keluarga.
“Biar Ibu yang menyisir rambutmu.“
Embun menerima kehangatan kasih Ibu yang di rindukannya.
“Kau cantik sekarang.“ Bu Herdin mencium keningnya seperti pada anaknya sendiri.
Embun mulai bisa tersenyum walau masih tak mau bicara.
Pak Herdin dan istri kemudian memutuskan untuk menyekolahkan Embun kembali.
Saat akan kembali ke bangku sekolah, Sani Kakak angkatnya yang membantunya menyiapkan perlengkapan belajar.
“Apa Kau dulu punya teman dekat?“ sambil membantu Embun menyampul buku-buku sekolahnya Sani bertanya.
“Angel.“ Embun menyebut satu nama.
“Undang Dia main kemari, nanti Kusuruh Ibu buatkan pudding enak.“
Embun menggeleng pelan.
“Dia sudah pergi.“ Embun termangu sesaat, lalu mengambil kotak music yang tersimpan di laci meja belajarnya.
“Ini pemberian darinya.“ Embun memperlihatkan kotak musicnya pada Sani.
“Bagus.” Sani memuji hadiah dari Angel.
Embun membuka tutupnya, music klasik terdengar. Embun memejamkan mata meresapinya. Setelah music terhenti Embun membuka matanya dan menundukkan kepala menatap lekat-lekat dua benda yang berada di dalamnya.
Embun meraih kalung dan cincin yang ada di dalamnya, kemudian meletakkan di telapak tangannya.
“Itu juga dari Angel?”
Embun mengangguki pertanyaan Sani.
“Kenapa tak dikenakan?“ sembari menggumam Sani mengambil perhiasan ditangan Embun dan membantu mengenakannya.
“Kau cantik dengan perhiasan itu.” Sani memuji adiknya.
Kalung dan cincin pemberian Arbi, juga seorang Kakak yang baik hati dan pengganti orang tua kandungnya semua memberi kekuatan untuk Embun membuka lembaran baru yang lebih indah dalam kehidupannya.
“Kita sudah sampai,“ ucapan Sani membuyarkan lamunan keduanya akan kenangan masa silam.
Arbi dan Embun turun dari mobil, mengikuti langkah Sani menemui orang tuanya.
“Pak - Bu, kenalkan ini Arbi. Teman Sani dikantor yang kemarin Sani beritahu di telephone.“
Arbi menyalami kedua orang tua Sani satu persatu.
“Kok sendiri Nak Arbi? katanya mau kemari sama pacarnya?”
Embun menyimpan keterkejutan mendengar pertanyaan Ibu pada Arbi.
“Pacar? Benarkah Arbi sudah punya pacar. Gadis itu sungguh beruntung bisa menjadi pacarnya. Arbi pria baik, Dia pantas mendapat gadis yang lebih baik dariku.“ Embun membatin.
“Mbun, tolong antar Kak Arbi ke cottage-nya.” perintah Ayah angkatnya membuyarkan lamunan Embun. Mendadak Ia merasa sungkan dan gugup.
“Embun yang antar Yah?” Embun mengulang.
“Iya Embun yang antar. Kak Sani kan mau taruh tas ke kamar.” Ibu menyahut.
Sani tersenyum memperhatikan wajah adiknya yang nampak kikuk.
“Kenapa? nggak mau nganter karena nggak kenal? Dia kan temen Kakak Mbun.“
Arbi menoleh ke arah Sani tak mengerti dengan ucapan temannya.
“Embun ini kuper, nggak pernah bergaul. Makanya suka kikuk kalau ketemu orang baru,“ sambil mengacak-acak rambut adiknya Sani menjelaskan pada Arbi.
“Munafik! berpura-pura jadi anak baik di depan keluargamu!“ Arbi mencaci Embun dalam hati.
Embun melihat ke arah Arbi sekilas, Ia yakin Arbi tak akan percaya pada kata-kata Kakaknya.
“ Kak Arbi, ayo Saya antar.“ Embun melangkah lebih dulu meninggalkan Arbi yang masih berdiri ditempatnya.
“San, Aku ke cottage dulu. Bu-pak permisi." setelah berpamitan Arbi menyusul Embun.
Arbi menjejeri langkah Embun, melirik gadis disebelahnya yang diam menatap lurus ke depan.
“Hebat ya, bisa menipu keluarga sendiri dengan berpura-pura menjadi gadis lugu,“ sindiran Arbi memaksa Embun tersenyum. Sejujurnya Ia terluka dengan ucapan pedas pria itu.
“Kenapa? Kau masih sakit hati diperdaya anak SMU yang dulu Kau kenal?" Embun berusaha membalas sindiran Arbi dengan sikap ketus. Ia tak ingin Arbi tahu perasaannya yang sebenarnya, bahwa Ia senang bertemu dengan Arbi lagi.
“Kau tahu, kalau bukan karena Kau adik Sani Aku sudah memukulmu.“
Embun menghentikan langkahnya tepat di muka teras cottage yang akan ditempati Arbi.
“Aku hanya mau mengantar sampai sini. Itu cottage-mu dan kuncinya masih menempel dipintu.“ selesai bicara Embun pergi, berusaha menahan air mata yang hendak tumpah menerima umpatan Arbi tadi.
Embun kembali ke kamar cotagge, mengambil kota music yang selalu dibawanya kemana-mana dan membukanya. Ia memejamkan mata, berusaha menikmati music klasik yang didengarnya.
“Tuhan, bantu Aku menghadapinya.” Embun memegang erat kalungnya.
Embun masih menyimpan cinta itu, tapi Ia sadar ia tak mungkin mengembalikan keadaan seperti semula. Arbi terlanjur membencinya, cintanya hanya kisah masa lalu buat Arbi. Ada gadis lain yang lebih berhak mencintai Arbi daripada dirinya. Sakit hati yang dibuatnya tak mungkin termaafkan oleh Arbi.