Bab 2
INDRA

"Ehem, ya beginilah hidupku Mas. Mas Indra sama_"

"Meida. Istri baruku," potongku. Karena ia terlihat berpikir. 

"Oh, ya. Mas sudah menikah lagi? Kok aku nggak diundang." Ia tersenyum. Muak sekali melihat senyumnya.

"Malas," jawabku sekenanya. Untuk apa juga ngundang dia, nggak menguntungkan. Kasih amplop paling isi dua puluh ribu. Yang ada dia bakal ngerampok makanan di meja prasmanan.

"Ya udah, Mas Indra dan Mbak Meida mau pesan apa? Biar aku catat pesanannya."

Aku diam saja, sementara Meida masih sibuk membolak-balik buku menu di tangannya. 

"Sebentar ya, aku mau cari makanan yang paling enak. Boleh kan, Sayang?" Meida menatapku lembut. 

"Ohh ... tentu saja Sayang. Kamu boleh makan apapun yang kamu mau," jawabku sumringah. Aku harus kelihatan sangat keren di depan Dira. Aku nggak mau dia menganggap aku yang tidak-tidak. 

"Apakah masih lama?" tanya Dira saat aku dan Meida tak kunjung menyebutkan apa yang ingin kami pesan.

"Sabar dong, lagi milih-milih nih," ketus Meida.

"Iya maaf, kalau begitu aku tinggal melayani yang lain dulu ya, banyak yang antri. Nanti kalau udah ada yang mau dipesan, tinggal panggil aku aja." Dira baru saja ingin beranjak. Namun aku menahannya. 

"Tunggu." Ia berhenti, dan menatapku. "Sejak kapan kamu kerja di sini?" tanyaku penasaran. 

"Sejak restoran ini dibuka, Mas. Alhamdulillah, sudah tiga hari restoran ini dibuka." 

"Ohhh." 

"Mas, ngapain sih nanya-nanya sejak kapan dia kerja di sini? Emang penting banget buat di tanyain." Meida menatapku cemberut. 

"Kamu juga, kalau udah mantan istri itu ya udah. Nggak usah kegatelan nanggepin suami orang." Kini ia menatap garang ke arah Dira. Sedang yang ditatap hanya adem-adem saja.

"Penasaran aja, Sayang. Wajar dong, sebagai mantan suami yang baik nanyain keadaan mantan istrinya. Lagian, kamu jangan cemburu sama dia, levelnya jauh di bawah kamu," ucapku menenangkan Meida. 

Sementara Dira yang mendengar ucapanku terlihat sedikit kesal. 

"Ya enggak lah, Mas. Masak iya, kamu bandingin aku sama pelayan kek dia." 

"Ya udah, makanya jangan cemburu." 

"Siapa juga yang cemburu, Mas. Aku itu, cuma nggak mau kalau mantan istri kamu ini jadi ge er. Ntar dikiranya kamu masih suka lagi sama dia."

"Bener juga kamu, Sayang." Aku mengusap rambutnya lembut. 

"Eh, Dira. Kamu jangan ge er ya. Aku nanya-nanya bukan karena masih ada rasa sama kamu. Cuma penasaran aja sama ucapan kamu dulu. Katanya bakal jadi milyader, tapi kok miskin kayak gini." Aku berkata sambil menatap tajam mata Dira. 

"Iya, Mas. Aku ngerti kok. Lagipula Mas kan sudah menikah lagi, mana mungkin masih ada rasa sama Dira." Wajahnya terlihat sendu. Mungkinkah dia sedih tau aku sudah menikah lagi? Bodo amat.

"Nah, bagus kalau begitu." 

"Iya, Mas. Ya udah, kalian udah ada yang mau dipesan belum? Kalau belum, aku tinggal dulu ya?" 

"Udah ada," sahut Meida. 

"Iya, Mbak?" Dira bersiap mencatat makanan yang akan dipesan Meida. 

"Sayang, aku mau ini ya?" Meida menunjuk salah satu menu di buku. 

"Iya Sayang, apapun yang kamu mau. Mas akan belikan," jawabku tanpa melihat makanan yang ditunjuk Meida. 

"Kamu mau apa, Mas?" Pandangan Meida beralih kepadaku.

"Apapun yang kamu pilihkan buat, Mas. Mas pasti suka." Aku tersenyum, sengaja kutunjukkan keromantisanku dengan Meida di depan Dira. Dia pasti kepanasan. 

"Uhh, Mas so sweet sekali." Wanita yang sudah seminggu ini menjadi istriku mencium pipiku lembut. Dira pasti makin kegerahan melihat ini. 

Setelah menciumku Meida menyebutkan beberapa menu makanan untuk Dira catat. Mantan istriku itu bekerja sangat cepat, aku akui untuk satu hal ini. 

"Ada tambahan?" tanya Dira setelah mencatat semuanya. 

"Nggak," jawab Meida judes.

"Ya sudah, ditunggu yaa. Akan siap setelah beberapa menit. Aku permisi dulu." Setelah mengatakannya Dira pergi. 

Benar saja, setelah beberapa menit wanita itu kembali dengan nampan besar di tangannya. 

"Ini pesanannya, Mas Indra dan Mbak Meida." Dira meletakkan piring dan gelas pesanan kami. Saat itulah aku melihat ada cincin berlian di jari tengah tangan kanannya. 

Mataku membeliak tidak percaya. Bagaimana mungkin, Dira yang hanya seorang pelayan bisa punya cincin berlian?

Jangan-jangan ....

Next?








Komentar

Login untuk melihat komentar!