Bab 9. Jambret
Isah menatap buah hatinya yang tengah terlelap. Anang belum juga pulang. Lelaki itu mungkin masih ngorok diketiak pelakor. 

    Dengan sigap Isah bangkit, berjalan ke ruang dapur. Tak disangka Ibu mertuanya sedang duduk di tepi meja makan. 

    "Mak, kok belum tidur. Ini sudah larut malam," ucap Isah. 

   "Mak susah tidur, Sah," balas Emak menunduk lesu. Beliau sebenarnya ingin bicara dengan Isah perihal gosip tetangga tentang Anang yang berani bermain dengan wanita obralan. 

   "Isah, Emak mau ngomong sesuatu," ucap Emak menarik tangan Isah agar duduk di sampingnya. 

    "Mak, ada apa sih, kok serius amat. Bikin deg degan lho Mak."

    "Ini tentang Anang," bisik Emak. 

   Isah mendengarkan. Dia diam menunggu Emak melanjutkan bicaranya.

   "Anang tega ternyata, ... dia bawa perempuan ke Samarinda," lirih Emak sambil menatap wajah Isah. Ingin memastikan seberapa parah raut wajah menantunya itu berubah. 

   Tapi yang dia lihat hanya ketenangan, tak ada gelombang, apalagi badai.

   "Kau sudah tau berita itu?" tanya Emak. 

   "Iya Mak, Adi yang mengirim foto dan video Anang bersama wanita itu," ucap Isah berusaha tegar. Meski hatinya sangat pilu. 

   "Maafkan Emak ya," Emak merasa bersalah. Anaknya sudah menyakiti hati wanita di hadapannya ini. 

   "Emak tak salah. Anang hanya khilaf, Mak," Isah kini duduk lurus menghadap meja. 

   "Selama ini mungkin Isah tak pernah dandan cantik, Mak," lirih Isah. 

   "Mak besok Isah mau perawatan ke salon, mungkin sudah zamannya sekarang, lelaki tak hanya melihat kebaikan hati saja Mak. Tapi juga rupa," keluhnya lagi. 

   Mata Emak berbinar. "Besok Mak akan bikinkan jamu yang sangat paten, tuh Bapaknya Anang, sampai tua tak pernah selingkuh, aku punya resep rahasia."

    Emak kini sedikit lega, Isah tak ingin meninggalkan Anang. Dia malah akan memperbaiki diri. Mencari kekurangan dan ingin jadi lebih sempurna. 

***

    Amah dan Anang menghabiskan waktu bersama seharian itu. Mendatangi tempat yang indah untuk di kunjungi. 

    Sore hari mereka terlihat asik di Tepian Sungai Mahakam. Aneka cemilan dan kuliner di jual sepanjang tepi sungai. Mereka duduk lesehan seperti halnya para pengunjung lain. 

   Tak jauh dari mereka duduk, seorang lelaki memperhatikan kedua orang itu. Dia berdiri menyandar pada pagar yang mengelili tempat itu. 

   Wajahnya tertutup masker, kaca mata hitam bertengger angkuh di hidung mancungnya. 

    Menjelang maghrib Anang mengajak Amah kembali ke penginapan. Untuk sesaat Anang melupakan uang perniagaan yang kini tinggal receh. Tak diingatnya lagi janji transfer pada Pak Razak. 
Dia sengaja mematikan ponselnya agar tak seorangpun bisa mengganggu kesenangannya bersama wanita bohay itu. 

     "Bang, tunggu di mobil ya!" pinta Amah. 

   "Ngapain lagi, sayang?" tanya Anang. 

   "Ada deh!!!" goda Amah manja. 

   Dia berjalan menuju penjual buah untuk membeli seikat rambutan. 

   Saat melenggang, lelaki yang sedari tadi memperhatikannya, menggunting tali tas yang tersampir di bahu Amah. Kemudian dengan serta merta menarik tas itu dan kabur. 

   Dengan gesit tas itu berpindah lagi pada lelaki lain yang mungkin sudah berkomplot. Kedua orang itu kabur dan berpisah arah. 

   Amah yang kaget tak sempat berpikir atau berteriak dia diam dalam kebingungan. Hingga seseorang menegurnya. 

   "Tasku... jambret ....!" Amah melolong berlari kesana kemari. 

   Segera dia dikerumuni para pengunjung. Amah kemudian terduduk lemas, karena tak seorangpun melihat kejadian itu. 

***

Komentar

Login untuk melihat komentar!