Anang memarkir truk, beberapa relasi yang sejak tadi menunggu. Segera membongkar muatan. Dalam waktu singkat barang jualan Anang berpindah tuan.
"Kacang panjang pesananku, mana Boss?" tanya seorang pelanggan.
Anang tinggal tunjuk, seorang rekannya mencatat dan mendistribusikan sayur mayur itu, sehingga semua pelanggan dapat jatah dan mendapatkan barang yang dipesan.
Sebagian mereka membayar cash dan ada juga yang berhutang. Semua nota transaksi dicatat dengan jeli oleh Adi, orang kepercayaan Anang.
"Gimana, Di?" tanya Anang pada Adi. Mereka sedang berada di sebuah warung makan, setelah barang muatan telah ludes.
"Alhamdulillah, Bang!
Hari ini lancar. Yang ambil barang tadi, sudah membayar sisa utang barang minggu lalu." Adi mengeluarkan segepok nota. Kemudian mencocokkan dengan uang yang dia setor pada sang Boss.
"Dan ini nota pembeli yang bayar cash," Adi kembali merogoh tas pinggangnya.
"Ok." Anang menerima semua uang itu, kemudian memberikan beberapa lembar uang merah untuk Adi.
"Simpan semua nota ini ya, aku percayakan padamu," Anang memberikan nota-nota itu pada Adi.
Mendadak telpon Anang berdering.
"Ya sayang, ada apa?"
"Ibu jatuh? Kenapa?" Anang tak terlihat cemas.
Adi menatapnya dengan pandangan kuatir. Anang balas menatapnya.
"OK, syukurlah kalau sudah siuman. Tapi maaf, ya sayang. Aku gak bisa pulang cepat. Barang kita belum habis terjual semua," ucap Anang kembali berbohong.
"Baiklah, aku akan cepat pulang setelah semua urusan sudah beres" Anang menutup telponnya.
"Kenapa Uwak, Nang?" tanya Adi.
"Gak papa, hanya sakit sedikit," jawab Anang. Sambil bergegas keluar.
"Jangan lupa nota-nota ini," titahnya kemudian.
"Siap, Boss!" Adi menatap kepergian saudara sepupunya itu hingga menghilang dibalik pintu.
Sudah beberapa waktu ini Adi memperhatikan Anang. Lelaki yang masih ada hubungan keluarga dengannya itu kini terlihat beda.
Barang muatan sudah habis terjual dalam sehari, tapi dia tak langsung pulang ke anak istrinya Anang akan menginap di sini, selama dua atau tiga hari. Lelaki berambut cepak itu seperti seorang yang lupa daratan.
Terakhir kali, Adi malah memergoki lelaki itu bersama seorang wanita di toko emas.
Tentu saja itu tak disengaja. Adi bermaksud menjahit celana panjangnya yang kepanjangan. Kebetulan tukang jahit di pasar itu tokonya berseberangan dengan toko emas. Dari dalam toko tukang jahit itu, jelas sekali Adi melihat Anang memasangkan sebuah kalung emas di leher seorang wanita.
Wanita itu jelas bukan Isah, Adi sangat kenal dengan istri Anang itu. Wanita pendiam yang lebih suka menghabiskan waktu di rumah, berpenampilan sederhana dan lembut.
Adi keluar dari warung makan, menuju parkir motornya. Dalam hati ada rasa penasaran, ingin dia mengintai Anang dan memberi tahu Isah tentang semua ini, tapi dia belum punya bukti yang cukup.
Adi harus cepat bertindak sebelum Anang bangkrut karena dihisap lintah betina itu.
***