ISTRI YANG KUKIRA BODOH TERNYATA LICIK (5)
Aku meminta Ibu dan Medi menginap di sini, menunggu sampai Luna pulang. Namun, hingga malam tiba, tidak ada tanda-tanda Luna akan kembali ke rumah ini.
"Duh Di, Ibu rasanya gak kuat ngebayangin kalau kita jadi gembel!" tutur Ibu histeris, wanita paruh baya itu berkacak pinggang sambil berjalan mondar-mandir.
"Bener Bang, gimana ini? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" sambung Medi.
Selama berpikir, kepalaku ikut nyut-nyutan. Di tambah lagi mendengar ucapan Ibu dan Medi. Mendidih rasanya darah ini.
"Masa Luna gak ninggalin apa pun, Di?"
"Gak Bu, brankas yang biasanya isinya duit malah berubah jadi pasir," jawabku sambil menunduk.
"Keterlaluan Luna ini, kita jauh-jauh susul dia ke pantai, hasilnya zonk!" Pintu rumah di buka dari luar, nampak Kak Selly dan Bilqis datang marah-marah. Wajah mereka padam, belum lagi pengakuan yang baru saja mereka berikan.
"Kalian ketemu Luna gak?" tanya Ibu.
Kak Selly dan Bilqis tadi pergi menyusul Luna ke pantai. Entah, mereka bertemu Luna atau tidak.
"Ketemu apanya Bu? Kita serasa di permainan sama si sundel itu! Capek, Bu!" murka Kak Selly.
"Bener Bu, aku sama Kak Selly udah keliling pantai. Tapi gak ketemu Luna!"
"Berarti kita di kerjain sama dia!"
Aku mengeram kesal, mengangkat tangan, dan meninju udara.
"Brengs*k Luna, beraninya dia permainan kita!" Aku yang sudah tersulut emosi menatap mereka tajam.
Apa yang akan kulakukan kalau Luna tidak ada di sampingku?
Bukan karena aku mencintainya, tapi aku butuh uangnya untuk menghidupi keluargaku. Selama ini aku menggunakan uang Luna untuk menunjang kebutuhan serya keinginan Ibu, Medi dan Kak Selly.
"Sayang, berarti aku gak jadi belanja dong." Mendengar Bilqis merengek, aku menoleh.
"Besok ya, kamu istirahat sekarang. Pasti capek cari Luna," ucapku menghampirinya.
Bilqis bergelayut di lenganku, ia menghentak-hentakan kakinya sebal.
"Pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus belikan aku tas branded terbaru," tuturnya.
Tak sampai di situ, kini Kak Selly dan Medi ikutan menyahut.
"Kalau Abang belikan Kak Bilqis tas baru, Abang juga harus belikan aku mobil baru!" serunya.
"Kakak juga mau, Di. Jangan Bilqis doang yang kamu sayang, kita ini keluargamu loh Di."
Aku menarik rambutku kasar, bayangkan jika kalian ada di posisiku sekarang. Apa tidak gila mendadak menghadapi permintaan mereka? Yang satu minta mobil, satunya tas branded, yang satunya perhiasan. Modar sudah hidup seorang Aldi.
"Sabar ya, ini aku lagi usahain!"
"Halah, Di, masa kamu gak pegang uang sama sekali?" celetuk Ibu.
"Ada, tapi atm-nya kan di bawa Luna!"
"Arghh, sialan itu Luna. Bikin masalah aja hobinya!"
"Gagal pamer dong kita Kak."
Gigiku saling beradu hingga menimbulkan suara gemeletuk. Puluhan pesan telah kukirim pada Luna. Aku yakin, ia sengaja tak membalas pesan dariku agar aku heboh mencarinya.
"Lun, di mana sih kamu ini. Apa susahnya sih balas chatku!" gerutuku sendiri.
"Chatku juga gak di balas!"
"Lama-lama ngeselin juga Luna ini!"
Ibu duduk di sebelahku, beberapa saat hening menyelimuti ruang tamu. Kami semua dibuat mati kutu.
"Apa Luna udah tahu rencana kita?" tanya Ibu.
Aku mendongak, lalu mengedikan bahu.
"Mana aku tahu Bu, biasanya Luna gak pernah begini!"
"Semenjak Papanya itu mati, Luna udah mulai berani lawan kita!" jelas Kak Selly.
"Sepertinya Luna sengaja menghilang biar kita cariin!" ujar Medi.
"Kamu benar Med, licik juga ternyata si Luna!"
Aku menyandarkan punggung pada sofa, masih menunggu balasan chat dari Luna.
"Kamu ngapain sih Mas?"
"Nunggu Luna balas chatku Yank," pungkasku.
"Di, Ibu lapar," ujar Ibu.
Aku menatapnya, alisku saling bertaut.
"Medi juga Bang," imbuh Medi.
Kesekian kalinya aku mengambil napas panjang. Meminta Bilqis menyiapkan makan malam.
"Kamu bisa masak kan, Yank? Tolong buatkan Ibu makanan?" Mata Bilqis melebar, ia menggeleng tidak mau.
"Aku gak bisa masak Mas," tolaknya.
"Sekali ini aja,"
"Aku gak bisa Mas, suruh aja Kak Selly."
"Kakak juga gak bisa masak, mendingan kamu aja Di yang masakin buat kita. Sekali-kali, Di," tandas Kak Selly.
Tak tahan aku beranjak dari sofa, mengantongi ponsel, dan lekas berjalan ke dapur.
"Masak apa? Bisaku cuman ceplok telor sama bikin mie. Ini semua gara-gara Luna, udah durhaka sama suami, gak tahu diri lagi." Aku merutuki perbuatan Luna yang kurang ajar.
Setok mie habis, aku pun berjalan ke arah kulkas. Tanpa basa-basi aku membukanya.
"C'k, C'k, kulkas kosong. Luna ini, gak belanja atau gimana sih!" Aku makin kesal saja kala tak menemukan apa pun di dalam kulkas. Selain susu yang aromanya merusak hidung.
"Mereka gak ada yang mau keluar uang, semuanya di bebankan padaku!" Aku membanting pintu kulkas sampai benda tersebut goyang.
[Lun, pulang ngapa sih!]
[Kenapa kamu biarkan kulkas kosong! Ini di rumah ada keluargaku loh. Kamu kok tega banget jadi istri, salahku itu apa Lun?]
[Kalau pulang jangan lupa bawa makanan.]
[Online, tapi gak balas chatku! Keterlaluan kamu Lun!] Dadaku naik turun menahan amarah.
Di telepon gak di angkat, di SMS gak di balas. Maumu itu apa sih Lun! Lama-lama kusantet online baru tahu rasa! Nyusul Papamu yang sudah mati sana.
"Aldi!"
Aku terperangah mendengar teriak Ibu.
"Aldi!"
"Ada apa sih Bu, gak usah teriak-teriak. Aku di dapur!"
Aku membalas suara Ibu dengan teriakan yang cukup keras.
Kudengar suara langkah kaki mulai mendekat.
"Di, kamu lihat ini Di, istrimu!"
Aku terbelalak, Kak Selly menyebut nama Luna.
Keributan apa lagi yang wanita itu ciptakan.
Benar-benar, Luna pembawa sial!
"Kalian ini kenapa?"
"Luna Mas,"
"Iya Di, istrimu mau jual rumah ini!"
Jantungku terasa berhenti berdetak, aku melongo sambil berpegang pada kursi.
"Gak usah pada ngaco kalian ini! Gak mungkin Luna jual rumah ini!"
"Kamu lihat saja postingan dia di FB, Di. Dia tawarkan rumah ini dengan harga 9 miliyar!" Aku merebut ponsel Medi, memastikan ucapan Ibu.
[Di jual rumah seharga 9 miliyar, harga bisa di tawar. Fasilitas lengkap, ada kolam renang, dapur, 3 kamar utama, 2 kamar tamu dan masih banyak lagi. Bisa hubungi nomor ini jika tertarik 0856781233.] Begitulah caption yang tertera di postingan Luna, tak lupa ia menyertakan foto-foto rumah ini.
Aku menelan ludah kasar, persendian terasa lemah. Kaki ini bak jeli.
C'k, C'k, kenapa semuanya makin kacau begini sih.
Kalau rumah ini di jual, aku dan keluargaku mau tinggal di mana?
****
Yang belum tekan tombol berlangganan, buruan di tekan ya sayang. Please sayang, tekan yuk, tekan itu tombol berlangganannya.
Terima kasih.