Malam sudah beranjak. Aku baru saja selesai membacakan buku cerita, kepada anak-anak. Mereka sekarang sudah terlelap. Aku mematikan lampu, melangkah ke ruang tamu. Rasa penat mulai menyapa setiap persendian badan. Ingin segera ikut berbaring, tapi masih harus masak, untuk makan malam suami. Saat pergi, pagi tadi, dia belum sempat sarapan. Lauk dan sayur yang kumasak siang, sudah tandas sore tadi. Kupikir, bisa sekalian untuk makan semua. Ternyata tidak. Anak-anak sedang naik napsu makannya.
Dengan mata yang sesekali rapat, dan sesekali kucoba menarik agar masih kuat membuka, aku mulai meracik bumbu untuk membuat tumis kacang panjang. Tiga siung bawang merah, satu siung bawang putih, lima cabai rawit, sedikit gula, dan garam. Ketika akan mengambil pisau, tangan menyentuh gagangnya, lalu jatuh. Tepiannya yang tajam, menyenggol pinggiran jempol. Warna merah mulai melapisi ujung luka goresan itu.
Aku menekan pinggiran bagian yang terluka. Mencuci dengan air bersih, lalu mengoleskan minyak serbaguna. Darah tidak lagi terlihat. Luka kecil, bahkan sangat kecil, tapi cukup membuat dada berdebar, kantuk buyar, dan pikiran berlompatan membuat kalimat, mulai dari kenapa suami selalu pulang malam, kenapa juga aku harus ikut bekerja demi kami bisa makan, kenapa kelelahan selalu menjadi warna setiap malam. Kelelahan yang seolah tanpa ujung.
Mungkin, begini lah bagian dari kehidupan seorang ibu, yang gambarannya belum membayang nyata, pada masa gadis dulu. Gadis yang masih leluasa dengan waktunya. Mau tidur, beraktivitas, atau melakukan hal yang bersifat hobi, tetap bisa, tanpa perlu takut ada yang mengganggu untuk menghalangi itu.
Beda dengan seorang ibu.
Bangun tidur, bisa jadi dia paling awal, lalu tidur paling terakhir. Apalagi, ketika anaknya masih kecil. Setelah semalaman melayani anak, dan suami, dengan tertatih dia melangkah ke dapur, untuk memasak. Baru menyalakan kompor, anak menangis minta gendong. Jangan bertanya, ke mana ayahnya, sebab kadang anak-anak selalu memilih ibunya sebagai gendongan yang paling nyaman, meskipun seorang ayah sudah menawarkan bantuan.
Kalau aku, aku sudah tidak disibukkan dengan anak kecil yang batita. Usia anak-anak sudah lebih lima tahun, usianya. Siang hari, aku bekerja membantu menjual dagangan secara on line. Karena kesibukan ini, kadang aku ingin berhenti saja, dan mengurus anak-anak. Nyatanya, itu bukan pilihan yang kuambil. Dengan sisa tenaga , setelah mengurus rumah, aku tetap melakukannya.
Aku lanjut memasak. Sambil mengembarakan pikiran ke mana-mana,akhirnya tumis kacang panjang jadi juga. Karena kantuk sudah tidak bisa ditahan lagi, aku mengambil air wudlu, dan berniat tidur. Sambil membaca doa-doa pengantar tidur, aku mulai merasakan mata sangat lekat memejam.
“Dik. Ini sayurnya kok enggak ditutup?”
Aku mendengar suara itu. Tapi, rasanya seperti mimpi. Mulut berniat membuka, agar beberapa kata keluar, sebagai jawaban, tapi, aku masih tidak bisa. Antara sadar, dan tidak, aku tetap ada di tempat. Tidak menjawab, dan sepertinya bablas, lelap, hingga pagi menjelang.
Ya Allah.
Ini jauh sekali dengan kehidupan Bunda Khadijah. Yang ketika Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam pulang, dari gua Hira, dalam keadaan menggigil, lalu Bunda Khadijah datang dengan menyelimutinya. Lalu, aku yang mengaku ingin memiliki kedudukan yang mencontoh kehidupan beliau, apa kabar? Suami pulang, malah sudah tepar!
Bukan hanya itu, Bunda Khadijah juga mengerahkan hartanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selain beliau menjadi satu di antara orang yang langsung membenarkan semua perkataan Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Beliau juga simbol kesucian, sebab menjaga pintar menjaga diri, dan ketakwaan. Dalam kondisi kaya raya, beliau memilih menjadi suami Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Kaya harta, kaya jiwa, perangai lembut.
Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagai suami, memuji beliau, “Banyak di antara para lelaki yang mencapai kesempurnaan (ada yang menjadi rasul, nabi, khalifah, wali), dan tidak ada wanita yang mencapai kesempurnaan selan ‘Asiyah istri Fir’aun, Maryam binti Imran, (dan Khadijah binti Khuwailid). Dan kelebihan Asiyah di atas seluruh wanita, laksana kelebihan roti kuah di atas seluruh makanan.”
Ya Allah.
Betapa jauh jarak kesalihahan antara diri ini dengan beliau. Namun, bantu lah hamba untuk bisa meneladani.
Aku membuka mata, melihat sekitar, terbaring dua bocah dalam wajah lelah. Di antara mereka, ada suami yang juga terbaring dengan wajah penat. Aku mulai duduk, mengusap wajah. Waktu baru menunjuk pukul 02.00. Waktu yang meski masih sangat dini hari, tapi, aku sudah merasa cukup dalam istirahat.
Perlahan, aku turun dari tempat tidur. Menuju tempat wudlu untuk berwudlu. Sejuknya air sumur menyapa telapak tangan. Tangan ini, apa kabar dalam melayani semua kewajiban atas hak kebutuhan keluarga ini. Ya Allah. Sucikanlah. Betapa mungkin belum banyak tindakan darinya yang maksimal menjadi usaha, agar diri semakin baik dalam takwa.
Ukhti.
Bisa jadi dari kerepotan-kerepotan kita itu adalah peluang mendapatkan pahala. Meski dari luar, dua orang bisa saja terlihat sama-sama repot, namun niat dan pelaksanaan menjalani kerepotan bisa berbeda, dan hanya dia bersama DIA yang mengetahuinya. Seorang ibu, mungkin sama-sama memiliki dua anak, sama-sama memiliki ekonomi yang pas-pasan, profesi suami pun bisa jadi sama, artinya memiliki potensi ikhtiar takwa yang sama juga. Pilihan mana yang akan kita ambil?
Ukhti.
Butuh belajar terus seumur hidup, dalam praktik menjadi diri yang bersyukur, menjalani kondisi bagaimana pun, dalam mendampingi suami. Masalah ada, atau datang, memang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yakin, bahwa kita mampu mengatasinya.
Ukhti.
Bunda Khadijah Radiyallahu ‘anhaa adalah ibu semua ibu kaum muslimah. Beliau adalah teladan baik, yang bisa kita jadikan contoh, meski zaman telah berubah. Dengan membaca kisah-kisah beliau, kita dibawa untuk semakin bersyukur, introspeksi atas apa yang sudah kita lakukan, atau akan mengerjakan sesuatu. Semakin kita baca, semakin sadar, bahwa kita butuh banyak istighfar.
Ukhti.
Semoga benar-benar, lelah kita bisa menjadi lillah. Aamiin. []
Login untuk melihat komentar!