Peristiwa Kecelakaan
Dalam perjalanan pulang kembali ke Jakarta, Gefira duduk di jok belakang mobil bersama ayahnya yang kini sudah terlelap. Sementara Joko, supir pribadi mereka, tampak sedang menyetir dengan khusuk. Untuk mengusir kebosanan, Gefira membuka ponsel dan melihat-lihat galeri yang berisi foto-foto bersama keluarga Kautsar tadi. Entah mengapa, ia merasakan kehangatan dan kenyamanan yang sudah lama tak dirasakannya. 
*
"Sebelum pulang, bagaimana kalau kita berfoto dulu?" tanya Heru kepada yang lainnya. Membuat Gefira menepuk jidatnya. Foto? Ada-ada saja. Pikirnya. 

"Wah, boleh-boleh. Hitung-hitung buat kenang-kenangan Pak Heru mampir ke sini ya, ha ha!" Jawab Pak Lutfi meningkahi.  

"Ayo, ayo, kita foto. Baris yang rapi, ya," instruksi Heru. Gefira kemudian berinisiatif mengambil ponsel dari sakunya dan memotret mereka. Ia tidak berminat untuk ikut berpose bersama. 

"Fira, gantian dong. Sekarang kamu ikut berfoto juga!" pinta Heru. Kemudian Kautsar berinisiatif ke depan dan minta izin meminjam ponsel Gefira untuk memotret mereka. Gefira memberikannya, membuat tangan mereka sempat sedikit bersentuhan. Entah mengapa hal itu menimbulkan desiran aneh di hati masing-masing. Gefira berusaha menyembunyikan rona merah yang muncul di pipinya akibat sentuhan tak disengaja itu. Sementara Kautsar, beristighfar dalam hati. Ia merasa sangat menyesal sentuhan tak sengaja itu harus terjadi. 

"Sekarang gantian, Aina yang motret. Kak Kautsar sini!" Aina lalu menggamit lengan kakaknya dan memosisikannya berdiri bersebelahan dengan calon kakak iparnya. 

"Nah, sip. Siap-siap Aina foto, ya. Cheers!" komando Aina yang diikuti pose tersenyum semua yang di foto. 
*
Gefira menggeser foto demi foto, termasuk foto dengan pose dirinya berbaris dengan anggota keluarga lain. Tepat di sebelahnya, sosok lelaki tinggi tegap bermata bening itu tampak tersenyum tipis tanpa memperlihatkan gigi. Ganteng juga. Batinnya. Ups, ia menggeleng-gelengkan kepala seakan berusaha mengusir pikiran aneh yang merasukinya. 

Ia masih tertegun dengan foto keluarga Kautsar yang lengkap dan penuh kehangatan. Sejak sang Mama meninggal dan ayahnya menikah lagi dengan Lisa, Gefira merasa hidupnya hambar, kosong, kurang bahagia. Hanya teman-teman sekolahnya saja yang bisa menjadi pelipur lara dan mengisi kekosongan hatinya. Sementara untuk masalah percintaan, sang ayah mewanti-wanti agar Gefira tak pacaran dulu hingga nanti ia lulus SMA.

 Jujur ia akui, sebenarnya Lisa bukanlah sosok ibu tiri yang jahat atau kejam seperti yang banyak digambarkan dalam film atau novel. Bahkan tak jarang, perempuan yang disapanya dengan sebutan Tante Lisa itu, bersikap begitu lembut dan berusaha mengambil hati Gefira. Namun entah mengapa, sangat sulit bagi Gefira untuk membuka hatinya. 
*
"Selamat ya, Fir. Kamu sudah dijodohkan dengan lelaki yang ganteng dan baik. Tante ikutan seneng," ucap Lisa dengan senyumnya yang khas ketika ia dan Heru mampir menemui Gefira di rumahnya. Namun hal itu, justru membuat Gefira bertambah geram. 

"Tapi aku enggak suka, Tan. Aku enggak mau dijodohkan dengan lelaki seperti dia." Alis Gefira berkerut. 

"Loh, kenapa? Tadinya Tante pikir kamu akan suka karena dia ganteng. Apalagi kata Papamu dia juga sholeh dan pinter."

"Ish, Tante, udah ah! Jangan puji-puji dia terus! Aku jadi mual nih dengernya!" Gefira mengernyitkan dahinya. Membuat Lisa langsung bungkam. "Tante, apa Tante mau bantu Fira?" tanya Gefira setelah terasa jeda di antara mereka. 

"Bantu apa, Fir? Kalau Tante bisa, dengan senang hati Tante akan bantu kamu," jawab Lisa seraya tersenyum, begitu berharap bisa mengambil hati Gefira dengan bantuannya. 

"Tolong yakinkan Papa supaya membatalkan perjodohan Fira dengan laki-laki itu. Fira enggak suka, dan enggak mau dijodohkan sama dia!"
Lisa tertegun. Ia sempat melongo mendengar perkataan Gefira. Sebab ia tahu benar, suaminya tidak pernah sembarangan dalam mengambil keputusan. Termasuk perjodohan ini, pasti sudah dipikirkannya masak-masak. 

"Umm, oke, Fir. Tante akan berusaha meyakinkan Papa kamu untuk membatalkan perjodohan ini," ucap Lisa sambil tersenyum berharap Gefira mau membuka hati untuknya. 

"Oke. Fira akan sangat berterima kasih kalau Tante berhasil meyakinkan Papa. Mungkin nanti, kita bisa tinggal bersama dalam satu rumah."

"Benarkah, Fir? Wah, oke oke. Tante akan berusaha, ya!" Lisa terlonjak, alisnya terangkat mendengar ucapan Gefira. Tentunya ia sangat berharap bisa mengambil hati anak tirinya itu dan bisa tinggal dalam satu rumah layaknya sebuah keluarga. 
*
"Seru, ya, Fir, keluarga Kautsar itu?" tanya Heru itu membuat Gefira terkesiap. Tersadar dari lamunannya. Rupanya sang Papa sudah bangun dan sedang melihat ke arah layar gawai Gefira. Foto-foto dirinya dan keluarga Kautsar terpampang di sana. 

"Tapi tetap saja, Pa. Gefira enggak mau dijodohkan. Kautsar itu bukan laki-laki tipe Fira."

"Hey, kamu seharusnya memanggil dia dengan sebutan kakak. Kak Kautsar. Begitu." Gefira hanya membuang muka, tak berminat dengan arah pembicaraan papanya.

"Fir, kamu tahu, salah satu alasan Papa memilih Kautsar adalah karena keluarga mereka yang lengkap. Juga, Ibu Aliya. Dia orang yang lembut. Papa berharap jika kamu masuk keluarga mereka, kamu akan merasakan kasih sayang seorang ibu dari Bu Aliya. Dia orang yang tulus, Fir. Papa harap kamu akan merasa nyaman bersama dengan mereka."

Gefira mengernyitkan dahi. "Papa nih. Fira kan masih SMA, Pah. Belum mau mikirin nikah. Apalagi masuk ke keluarga mereka yang sederhana gitu. Papa kan tahu, Fira tuh orangnya high class, berselera tinggi, juga sedikit shopaholic. Gimana coba kalau Fira jadi bagian keluarga mereka? Ya enggak cocoklah! Pokoknya Fira enggak mau dijodohin. Titik!" ucap Gefira dengan nada tinggi membuat Heru seketika bungkam. 

Brakk! Sebuah gesekan membuat Gefira dan Heru terlonjak. Namun, mobil yang dibelokkan ke arah kiri demi menghindari gesekan dengan mobil lain itu, justru kini kehilangan keseimbangan. Mobil pun terbalik dan berguling. Membuat Gefira berteriak histeris. Mobil sempat berguling-guling menghentakkan tubuh Gefira dan ayahnya dalam  kepanikan. 

Hingga akhirnya bagian kiri mobil menghantam pohon besar, menyebabkan batang pohon patah dan menimpa bagian kiri mobil.  Krek ... Krek... Brug! Pohon itu menimpa bagian atap mobil hingga nyaris remuk. Heru yang duduk di bagian itu terjepit dan langsung tak sadarkan diri. Gefira merasakan sakit di sekujur tubuhnya lalu kemudian ia tak merasakan apa-apa lagi. Semua berubah gelap.