ABU NAWAS DAN PENYAKIT KEPRIBADIAN
Ada secuil kisah dari penyair ulung nan jenaka,
Abu Nawas
Yang patut jadi pelajaran buat kita.
Begini ceritanya..

Ketika pria bernama asli Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami itu, mencari cincin.
Seperti dikutip dari situs kisah hikmah,
suatu hari Abu Nawas sibuk mondar-mandir mencari sesuatu dan cukup lama.
Gara-gara lamanya masa yang ia gunakan mencari,
Tidak sedikit tetangganya yang bertanya-bertanya,
penasaran???
Banyak pula di antara mereka yang mendekati,
Lalu, mereka pun bergabung dan berkerumun.

“Hai Abu Nawas,”
Seru salah seorang tetangganya,
“apa yang kaulakukan?”

"Mencari cincin,”
Jawab Abu Nawas dengan santai.

Laki-laki penanya itu pun turut serta membantu sebisanya.
Ikut mondar-mondir, Ke sana ke mari, sampai cukup lama.
Hingga, mereka pun kelelahan dan bosan.

“Memangnya,”
Tanya salah seorang di antara yang ikut membantu mencarikan cincin yang hilang itu, “cincinmu itu jatuhnya (kira-kira) di mana?”
Tanpa merasa bersalah,
Abu Nawas menjawab santai,
 “Seingatku, cincin itu jatuh di dalam rumahku.”

Mendengar jawaban itu,
Orang-orang pun langsung berhenti dari pencariannya.
Sebagian ada yang emosi,
dan langsung pergi.
Sedangkan sebagian lainnya tetap tinggal.
“Jika jatuh di dalam rumah,”
tanya satu di antara mereka,
“mengapa engkau mencarinya di luar rumah?”

Sejenak menghela nafas,
Abu Nawas pun sampaikan alasan,
 “Bukankah kita sering melakukan itu, saudara-saudaraku? Seringkali kita mencari penyebab di luar diri atas berbagai persoalan yang kita hadapi.”
Katanya mengakhiri,... 
“Bahkan, kita sering menyalahkan pihak lain saat ditimpa masalah. Dan menjadikan orang-orang di luar diri sebagai penyebab utama atas persoalan yang melilit diri kita.”

Saat sakit misalnya,
Seringkali kita berpikir yang aneh-aneh dan rumit.
Padahal, yang menjadi sebab utama atas sakit yang kita alami adalah dzolimnya diri terhadap tubuh.
Baik makan sembarangan, mengkonsumsi makanan dan minuman yang tak jelas halal dan haramnya, mengabaikan hak tubuh untuk istirahat, abai terhadap olah raga sebagai salah satu komponen utama penunjang kesehatan, bahkan tidak peduli terhadap ruhani sebagai faktor yang amat penting dalam mempengaruhi kesehatan badan.

Begitupun dengan banyak persoalan kehidupan lainnya.
Kita terlalu mudah memberi maaf pada diri, tapi amat kejam dengan menisbatkan kekeliruan dan kedzoliman diri kepada pihak lain.
Bagi pribadi demikian, persoalan hidupnya akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu.
Persoalan-persoalan itu tidak akan pernah kelar, sebab hanya dihilangkan dampaknya.
Pasalnya, cara paling efektif untuk menyelesaikan masalah adalah dengan mengatasi sebab utamanya.

Bersambung ke bab selanjutnya..
Semoga pesan moral ini bisa merubah pola fikir saya dan anda, agar bisa lebih dewasa dalam menyelesikan masalah..