part 3 Memberanikan Mengungkap

TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS

Part 3 ( Memberanikan Mengungkap )

“Percayalah, nggak mungkin aku bohong. Lah kamu istriku yang udah kasih aku seorang putri cantik. Lagian nggak mungkin aku menjelekkan Ibuku sendiri.”

Kuperhatikan ekspresi mas Arga. Ia tak terlihat sedang berbohong. Tapi bukan berarti aku percaya begitu saja. Mungkin lebih baik mencari cara lain membuktikannya. Ya, akan kupertemukan mereka dan bertanya langsung. 

Mungkin sebagian orang masalah ini tak perlu diurus, tapi bagiku ini sebuah tuduhan yang tidak kulakukan. Rasanya sesak dan menyakitkan. Jika aku tetap ingin mencari kebenaran, itu karena ingin membersihkan namaku meskipun resikonya mas Arga marah besar.

“Oke, nanti kita bahas lagi depan Ibu dan Andi. Biar semua jelas dan aku tak jadi tersangka. Kamu kira enak dituduh melakukan sesuatu yang tidak dilakukan, Mas? Rasanya sakit.” Kutekan ucapanku agar mas Arga tahu jika aku tak terima dengan semua itu.

“Sudahlah, abaikan aja. Toh yang Ibu mau kamu hamil lagi ‘kan?” Mas Arga mulai duduk di sampingku.

“Nggak semudah itu, Mas,” jawabku tanpa ragu.

“Trus mau kamu apa? Mau marah-marah pada Ibu dan Andi? Ingat Sarah, kita tinggal di rumah Ibu. Jadi nggak usah bahas itu lagi. Beres toh.” Suara mas Arga terdengar lantang.

“Aku mau kebenaran! Lagian kenapa kamu sewot, Mas? Santai aja, nggak usah ngomong keras,” jawabku bertambah kesal. Sudah aku tertuduh, ini malah memaksaku mengabaikannya. Enak saja. Aku melawan karena keadaan dan tertidas secara bathin. Tidak enak mendengar ucapan pedas ibu mertua dan adik ipar. Maaf, hatiku bukan terbuat dari batu.

Ada rasa tak terima dengan pendapat mas Arga. Justru ucapannya membuatku curiga jika ia pelaku kebohongan hingga ibu mertua dan Andi menyalahkan aku. Jika benar ibu mertua memberikan bantuan tiga juta perbulan, uang itu buat apa bagi mas Arga? Bukankah selama ini aku hanya diberi uang dua juta saja. Jika begitu, berarti bukan mas Arga yang menafkahiku selama ini, tapi ibunya. Dan itupun dipotong satu juta. Ya Tuhan, jika pikiran aku benar, sungguh mas Arga sangat keterlaluan. Bukankah aku istrinya? Kenapa ia berbuat seperti ini?

“Sabar, Sarah. Jangan gegabah. Kamu bisa selidiki perbuatan Suamimu,” bathinku mensugesti diri.

“Bisakah kita istirahat? Aku capek. Besok kita bahas lagi.” Lalu ia mulai berbaring dan memejamkan mata.

Aku juga merebahkan tubuh. Entah kenapa hati ini belum juga puas dengan perkataan mas Arga agar aku mengabaikan masalah ini. Aku yang menerima ucapan pedas dari Andi dan ibunya, seenaknya saja bilang mengabaikan. Mengabaikan bukan solusinya bagiku.

“Mas, aku udah dapat kerja. Besok aku mulai masuk,”ucapku dengan nada sudah mulai melunak. Bagaimanapun juga, ia suamiku yang harus tahu.

“Apa?” Mas Arga langsung membuka mata.

“Iya, aku besok kerja di PT Bajatama,” jawabku memperjelas.

“Benaran? Kok bisa diterima di perusahaan itu? Itu kan perusahaan besar yang menangani banyak proyek. Tempatku kerja juga menerima proyek dari perusahaan itu, Sarah.”

“Iya, Mas. Alhamdulillah aku besok mulai kerja di sana.”

“Tapi kok bisa kamu dapat kerja di sana? Ada kenalan?”

“Ya. Dulu perusahaan tempat aku bekerja, juga sering kerjasama dengan perusahaan itu. Jadi hampir semuanya pegawai di sana aku kenal, Mas.”

“Waah, bagus itu. Nanti kalau kamu udah gajian, kita bisa lihat berapa penghasilanmu. Kapan perlu kita beli mobil, Sarah. Tapi, emangnya gajimu berapa?”

Astaga, belum juga kerja tapi mas Arga sudah berangan ingin beli mobil. Bukankah aku kerja karena ia selalu mengeluh tentang sarjanaku yang tak berguna, hingga ia menuntutku bekerja membantu cari nafkah.

“Aku mau tidur dulu, besok harus kerja.” Tidak kujawab pertanyaannya karena mendadak merasa muak. Astagfirullah’alaziim ....

“Jangan marah dong, Sar. Aku hanya ingin kita hidup lebih layak hingga ada yang aku banggakan pada teman-temanku.”

“Aku nggak tertarik!”

***

Tia sudah berangkat sekolah karena harus berada di sekolah jam tujuh. Tinggal kami berempat sarapan bersama. Ibu mertua terlihat kurang suka melihatku sudah rapi ingin berangkat kerja, karena melirik dengan muka masam. Sementara Andi cuek tetap menyuap nasi goreng. Mungkin ini saatnya aku bicara selagi lengkap. Biar aku tak jadi tersangka lagi seolah menghabiskan uang banyak yang tak pernah aku temui.

“Bu, aku tak pernah terima uang dari Ibu tiga juta setiap bulan, jangankan setiap bulan sekali pun tak pernah. Jadi ....”

“Sarah, biar aku antar kerja. Ayok.” Mas Arga langsung memotong pembicaraanku. Terlihat ia tak ingin aku membahas semua ini.

“Apa?” Suapan ibu mertua terhenti. Matanya membulat menatapku seperti terkejut.

“Bu, aku berangkat kerja dulu. Ayo, Sar.” Tanganku ditarik.

“Mas, aku sedang sarapan. Lihat nasi gorengku belum habis,” ucapku tegas. Kini, aku tahu siapa yang berdusta.

“Tapi aku udah telat. Nanti aja sarapannya, biar kubelikan di jalan.”

“Tapi, bukannya selama ini ....” Ibu mertua langsung melihat ke mas Arga. Bisa jadi ia baru menyadari jika putranya sudah berbohong.

“Sudahlah, Mas! Kenapa kamu menghidar saat aku ingin meluruskan semuanya. Aku capek dituduh berfoya-foya sementara uang yang aku terima hanya dua juta perbulan. Bahkan saat aku meminta uang buat sekolah Tia, kamu memberiku ucapan pedas seolah aku hanya istri yang tak berguna.”

“A-ada apa ini, Sarah? Kenapa kamu berucap seperti ini? Tapi ....” lagi, ibu mertua seperti syok dengan ucapanku.

“Loh, mau sandiwara apa ini, Mbak?” Andi masih berucap sinis.

“Ibuku tak pernah dikirim uang oleh Mas Arga. Aku pastikan itu agar kamu jangan salah paham, Andi. Satu hal lagi, aku tidak mengemis hingga menyuruh Mas Arga meminjam uang padamu. Dan aku tak tau dan untuk apa Mas Arga melakukan ini.” Lalu aku memalingkan pandangan ke ibu mertua. “Aku sudah berusaha berhemat seperti yang Ibu katakan, tapi dengan dua juta apakah aku bisa berhemat sementara itu untuk kebutuhan dapur rumah ini selama sebulan. Belum lagi jajan Tia. Apa yang aku foya-foyakan, Bu?”

“Cukup Sarah!” seru mas Arga. “Kamu mau membuat aku malu depan keluargaku?”

“Malu? Apa kamu tak pernah berpikir tentang perasaanku yang selalu dituduh melakukan sesuatu, padahal aku sama sekali tidak melakukannya! Berapa uangmu yang aku foya-foyakan tiap bulan? Bahkan tabunganku habis demi memenuhi biaya dapur. Terus uang dari Ibu dan Andi buat apa?”

“Sudahlah, Sarah. Mungkin ini hanya salah paham,”ucap ibu mertua seperti berusaha menenangkan pertengkaran ini.

“Maaf, Bu. Bukan aku tak menghargai Ibu. Tapi aku diinjak dengan kesalahan yang bukan aku lakukan. Ibu sering bilang agar aku berhemat. Apa yang mau aku hematkan sementara uang diberi pas-pasan dan bahkan tak cukup. Selama ini aku tak mengeluh. Tapi setelah mendengar ucapan Ibu dan Mas Arga kemaren, aku ingin meluruskan yang terjadi.”

“Benar-benar deh kamu, Mas! Jangan jadikan istri kambing hitam dong. Mbak Sarah istrimu, bukan orang lain,” ketus Andi.

“Cukup, Sarah! Bigini caramu menyelesaikan masalah? Mau membuat aku tak berharga depan Ibu dan Adikku?” Matanya melotot seolah ini kesalahanku.

“Aku sudah bertanya, tapi kamu banyak alasan. Hampir dua tahun aku selalu disindir dengan sesuatu yang tidak aku lakukan. Mas kira aku tak punya perasaan? Selama ini aku diam karena Tia. Aku mengalah karena menghormati Ibu.”

Mas Arga hanya diam tanpa menjawab. Mukanya merah. Ia juga mengela napas besar berulang kali.

“Dan selama ini aku tak pernah berbohong. Semuanya aku jabarkan karena kamu suamiku, Mas. Tapi kenapa kamu tega berbohong padaku?,” sambungku.

“Sudahlah, sebaiknya kalian berangkat kerja. Arga, antarkan istrimu kerja,” ucap ibu mertua. Aku tahu ibu berusaha menutupi kesalahan putranya agar pertengkaran ini tak berlarut. Lagian masih pagi. Tapi ini kesempatanku memberi tahu. Bertanya sudah dilakukan, tapi mas Arga malah beralasan yang sedikit kurang masuk akal.

“Nggak usah, aku naik angkot aja,” tolakku, lalu berlalu sambil menenteng tas.

“Sarah! Sarah!”

Aku tak peduli panggilan mas Arga. Hati ini terluka dan bahkan sangat terluka. Ia berbohong demi uang. Sekali berbohong pasti banyak kebohongan lain yang belum aku ketahui. Tuhan, tolong kuatkan aku. Aku tahu terungkapnya kebohongan suamiku adalah pertanda jika ada sesuatu di balik semua ini.

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

Bab
Sinopsis
1
Part 1 Dapat Kerja Lagi
2
part 2 Bertanya
3
part 3 Memberanikan Men...
4
part 4 Silahkan Lanjutk...
5
Part 5 Santai Saja, Mas
6
part 6 Meskipun Aku Wan...
7
part 7 Memberitahu Ibu...
8
part 8 Mencoba
no_image no_image
9
part 9 Kwitansi
no_image no_image
10
part 10 Kejanggalan
no_image no_image
11
part 11 Permintaan Suam...
no_image
12
part 12 Diamku Tetap De...
no_image
13
part 13 Pengakuan Penga...
no_image
14
part 14 Kedatangan Suam...
no_image
15
part 15 Menghajar Pak R...
no_image
16
part 16 Suami depan mat...
no_image
17
part 17 Akhirnya Suami...
no_image
18
part 18 Cukup Sudah
no_image
19
part 19 Ajakan Istri Ru...
no_image
20
part 20 Jantungku Teras...
no_image
21
part 21 Dampaknya
no_image
22
part 22 Video Viral
no_image
23
part 23 Followers Banya...
no_image
24
part 24 Berita Duka
no_image
25
part 25 Membalas Dengan...
no_image
26
part 26 Kepulangan Mas...
no_image
27
part 27 Permintaan Ibu...
no_image
28
part 28 Kedatangan Bapa...
no_image
29
part 29 Pindah
no_image
30
part 30 Menikah
no_image
31
part 31 Panggil Mas
no_image
32
part 32 Memulai
no_image
33
part 33 Dua Lamaran
no_image
34
part 34 Mereka Perang K...
no_image
35
part 35 Penolakan
no_image
36
part 36 Pov Andi
no_image
37
part 37 Ke rumah mantan...
no_image
38
part 38 Astaga!
no_image
39
part 39 Viral Lagi
no_image
40
part 40 Sah!
no_image
41
part 41 Pov Arga
no_image
42
Part 42 Aku Sarah, Mas
no_image
43
part 43 Ke Sekolah Tia
no_image
44
part 44 Ditonton Orang
no_image
45
part 45 Ulah Ibu Mantan...
no_image
46
part 46 Ide Gila Ibu Ma...
no_image
47
part 47 Mencari Bukti
no_image
48
part 47 Mencari Bukti
no_image
49
part 48 Bikes!
no_image
50
part 49 Semakin Diperma...
no_image
51
part 50 Penyakit di sek...
no_image
52
part 51 Sensasi Oh Sens...
no_image
53
part 52 Ulah Mantan Sua...
no_image
54
part 53 Kedatangan Kelu...
no_image
55
part 54 Bertemu Ayang R...
no_image
56
part 55 Putriku
no_image
57
part 56 Serba Salah
no_image
58
part 57 Dicerai
no_image
59
part 58 Semakin Tahu
no_image
60
part 59 Kembalinya Arga
no_image
61
part 60 Wanita Asing di...
no_image
62
part 61 Bertemu Mantan
no_image
63
patt 62 Maling Teriak K...
no_image
64
part 63 Permintaan Gila
no_image
65
part 64 Dasar Pelakor!
no_image
66
part 65 Sedikit Keribut...
no_image
67
part 66 Luka Tak Berdar...
no_image
68
part 67 Oh Tidak!
no_image
69
part 68 Menjemput Tia
no_image
70
part 69 Di Rumah Mantan...
no_image
71
part 70 Ancaman Arga
no_image
72
part 71 Pergi Terusir
no_image
73
part 72 Pergi Terusir 2
no_image
74
part 73 Pov Ismail
no_image
75
part 74 Kedatangan Isma...
no_image
76
part 75 Rencana Sambung...
no_image
77
part 76 Mami Datang ke...
no_image
78
part 77 Kedatangan Isma...
no_image
79
part 78 Memenuhi Janji
no_image
80
part 79 Minta Rujuk
no_image
81
part 80 Pov Ismail : Ki...
no_image
82
part 81 Kenyataan yang...
no_image
83
part 82 Melihat Dia
no_image
84
part 83 Dia ke Panti As...
no_image
85
part 84 pov Ismail
no_image
86
part 85 Masih di Panti...
no_image
87
part 86 Demi Tia?
no_image
88
part 87 Uang?
no_image
89
part 88 Rezeki
no_image
90
part 89 Tak Kunjung Ham...
no_image
91
part 90 Mulai Kerja
no_image
92
part 91 Sarah, Aku Ingi...
no_image
93
part 92 Mas Ismail Data...
no_image
94
part 93 Rasa Terhalang...
no_image
95
part 94 Hamil Besar, Te...
no_image
96
part 95 Usaha Kembalika...
no_image
97
part 96 Berita Kehamila...
no_image
98
part 97 Penyesalan Mas...
no_image
99
part 98 Mencari Sarah
no_image
100
part 99 Menemui Tia
no_image
101
part 100 Jika Tak Suka,...
no_image
102
part 101 Bertemu
no_image
103
part 102 Melahirkan
no_image
104
part 103 Terungkap dan...
no_image
105
part 104 Air Mata Ririn...
no_image
106
part 105 Kedatangan Ism...
no_image
107
part 106 Mami Memohon
no_image
108
part 107 Kedatangan Tam...
no_image
109
part 108 Cemburu
no_image
110
part 109 Tindakan Ririn
no_image
111
part 110 Tindakan Ririn...
no_image
112
part 111 Perlawanan
no_image
113
part 112 Surat Dari Mas...
no_image
114
part 113 Di Rumah Sakit
no_image
115
part 114 Kedatangan Kak...
no_image
116
part 115 Sial!
no_image
117
part 116 Ucapan Tia Yan...
no_image
118
part 117 Lebih Baik Beg...
no_image
119
part 118 Ditalak di Pen...
no_image
120
part 119 Tamat
no_image