#MAIN_API(Suamiku Membawa Lari Istri Orang)
Bab 5. Jalan Kekeluargaan
"Mas ... tega kamu, ya?" semburku ke arah Mas Anjay yang terdiam sedingin hujan November. "Jadi kamu dan perempuan itu memang benar-benar ada di dalam kamar?
Plaaaakkk ...." Kutampar pipi Mas Anjay berkali-kali dan beberapa pukulan juga kulayangkan ke badannya.
Tante Nola merenggut badanku agar menjauh dari Mas Anjay.
Qiara yang ada dalam pangkuan Tante Nola menatapku dengan pandangan sedih. Sementara Mas Anjay hanya acuh tak menghiraukan Qiara yang juga ikut memukuli ayahnya tadi beberapa saat setelah melihat aku menamparnya.
Mama mertuaku melongok di pintu seperti ingin tahu apa yang terjadi. Kulihat Mayang Sari masih membungkuk di pangkuan suaminya dengan sesenggukan.
Drama ... drama sekali ....
"Ibu ini waras nggak sih, masa lihat anak lelakinya membawa perempuan yang bukan istrinya masuk kamar dan tidur berduaan kok diam saja!" oceh Tante Nola ke Mama Mertuaku yang hanya senyum-senyum simpul menanggapi ucapannya.
Mungkin benar kata Tante Nola Mamanya Mas Anjay sedang terganggu kewarasannya. Karena ucapan Tante Nola tidak sepatutnya dibalas dengan senyuman ....
Kulihat Tante Nola masih bersungut-sungut dengan tatapan tajam ke arah Mama mertua yang seperti tidak menganggap kata-kata Tante Nola. Astaghfirullah ....
"Tolong panggil aparat desa ini, Pak RT atau pak bayan," cetus kakak lelaki Mayang Sari. "Masalah ini harus segera diselesaikan!" tegasnya lagi.
Seseorang dari mereka pergi ke luar rumah. Kuperkirakan memanggil perangkat desa seperti titah Jono Kakak kandung Mayang Sari.
Emosiku yang masih memuncak menyaksikan Mas Anjay dan Mayang kucoba meredam sekuat tenaga dan hati.
Tak lama datang Pak RT, Pak Bayan dan Pak kaum bersama utusan keluarga Mayang. Mereka masuk dan ikut serta duduk di antara kami.
"Assalamualaikum, ada apa, ya? Kami diundang kemari," lontar Pak Bayan yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Mas Anjay.
"Jadi begini, Pak. Kedatangan kami kemari diantar Mbak Sisy istri Anjay. Kami memang meminta Mbak Sisy mengantar kemari untuk mengetahui keberadaan Mayang Sari adik kandung saya. Dan ini suami Mayang Sari ...." tutur Jono. Pak Bayan terlihat menghela nafas.
"Pak Bayan, Anjay ini membawa lari istri orang dan tidur di rumah ini. Apa Bapak sebagai Bayan tidak dipamiti oleh Anjay karena sudah membawa tamu yang bukan muhrimnya? Apa kelakuan Anjay ini bisa dibenarkan?!" cetus Tante Nola masih dengan berapi-api ....
Aku membiarkan Tante Nola yang ikut terbawa 'panas,' melihat kejadian pagi ini. Percuma juga melarangnya. Jujur aku malah senang Tante Nola seperti itu, karena merasa masih ada yang membelaku.
Semua terdiam mendengar kalimat yang terlontar dari bibir dengan lipstick nude itu.
Kulirik Mas Anjay yang sedikit gelisah. Sementara Mayang Sari sudah duduk di samping suaminya dengan menunduk. Aku tidak yakin kalau dia merasa malu dengan perbuatannya.
"Kamu juga Mayang, masih punya suami tapi mau saja diajak pergi laki-laki lain!" tunjuk Tante Nola ke Mayang Sari.
"Mas Anjay mengaku duda, padaku!" balas Mayang Sari tanpa kuduga dengan kalimat cukup bernada tinggi.
"Eh, laki-laki mah biasa kalau mau dapat, ngaku duda, bujang. Kamu selidiki dulu dong, tanya mana buktinya, mana surat cerainya? Terus kamu lupa kalau kamunjuga masih punya suami? Kalau suamimu yang seperti Anjay kelakuannya,, bagaimana perasaanmu. Hah?!" tangkis Tante Nola tidak mau kalah. Tidak ada seorang pun yang berusaha mencegah Tante Nola bicara. Suasana hening.
"Kamu juga Anjay, kalau sudah tidak suka sama Sisy, urus dulu surat cerainya. Baru kamu bisa bebas. Anak istrimu saja tidak kamu urus. Tidak kamu beri nafkah dan biaya hidup untuk sekedar makan. Eh malah sok-sok an ngasih jam, boneka barang-barang ke anak orang!" seru Tante Nola lagi, lalu telunjuknya mengarah ke benda yang tergeletak di karpet, barang-barang yang pernah Mas Anjay belikan untuk Mayang Sari dan anak perempuannya sebagai barang bukti.
Air mataku jatuh. Ya, aku tidak kuasa juga rupanya ada di tengah kenyataan kelam ini di pagi hari. Ternyata orang tua Mas Anjay membohongiku. Mereka tahu semuanya. Bahkan semalam aku pun datang ke rumah ini.
Rupanya Mas Anjay dan Mayang Sari ada di salah satu kamar dalam rumah sialan ini. Betapa bodohnya semalam tidak diberi firasat untuk melihat dulu ke kamar Mas Anjay ....
Ternilai olehku keluarga Mayang Sari dan suaminya adalah keluarga yang lugu. Mungkin kalau lelaki lain, Mas Anjay sudah dihajar habis-habisan.
Bayangkan saja, seorang istri dibawa kabur pria lain sudah sehari dua malam, tapi Adrian, suami Mayang Sari kulihat tetap santai dan menunjukkan sikap tenang. Dalam hatinya? Entahlah ....
"Assalamualaikum, bagaimana selanjutnya?" suara Pak Bayan membuatku sedikit tersentak.
"Bawa saja mereka berdua ke kantor polisi, Pak!" Teriakkan Tante Nola lagi-lagi terdengar sangat lantang.
Tidak ada yang mengindahkan perkataan Tante Nola. Pak Bayan hanya sekilas menoleh ke Tante Nola yang nampak masih terbakar luapan marah. Seperti amarah yang juga kini tengah kurasakan. Dalam hati ....
Mungkin mereka tahu, percuma membalas perkataan Tante Nola yang sangat terlihat sangat emosional.
"Kami ingin dengan jalan kekeluargaan, Pak Bayan." Kupalingkan pandanganku ke arah suara itu. Jono, kakak kandung Mayang Sari yang berucap.
"Begitu juga bagus, saya setuju dan mendukung," jawab Pak Bayan sambil mengangguk beberapa kali.
"Mayang, kamu itu sangat memalukan keluarga! Kamu tahu kan orang tua kita di kampung termasuk keluarga yang dihormati. Kenapa kamu melakukan ini. Sama saja kamu melempar kotoran ke muka kami dan orang tuamu!" ucap Jono lirih dan penuh tekanan. Meski lirih suara itu kudengar dengan jelas ....
Bersambung ....
#Kisah Nyata
Login untuk melihat komentar!