Kalau nemu orang ini di jalan, catet! Namanya Amarta Ramayana Pesona. Dia yang nolak Praha Maverick! Kasih tahu dia, kalau tidak nerima cinta Praha, jangan dikasih minyak goreng!
Begitu isi cuitan Praha di internet yang langsung diretweet oleh jutaan orang dan mengundang komentar hingga menjadi tagar nomor satu. Viral di masa sekarang efeknya jelas langsung terasa seperti sambal geprek dengan cabe tiga puluh biji.
Kebetulan Arta yang tinggal di salah satu apartemen di Jakarta harus turun ke supermarket untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Dia jarang makan di luar. Hidup sejak kecil dalam keprihatinan membuat Arta tak suka makan di luar. Dia lebih suka menghemat gaji.
Pria itu masuk ke dalam supermarket tanpa merasa curiga. Padahal ibu-ibu dan karyawan di sana sudah menatapnya dengan tatapan sinis. Arta berkeliling mengambil kopi dan teh, bumbu penyedap, bahan makanan dan terakhir minyak goreng. Namun, hendak mengambil ada saja ibu-ibu yang mengambil minyak yang sudah ditangannya.
"Ibu dulu ya, Nak."
Arta mana berani melawan emak-emak. Diberikan minyak itu begitu saja. Saat hendak mengambi kembali ada ibu-ibu yang datang minta diambilkan. Kali ini sampai sepuluh bungkus. Terus saja begitu hingga minyak di rak habis.
Arta terdiam. "Perasaan minyak sudah enggak langka lagi," batinnya.
Dia melirik ke salah satu karyawan supermarket. "Mbak, minyaknya masih ada?" tanya Arta.
"Habis, Pak. Paling besok dikirim lagi," jawab Karyawan.
Akibat tak menemukan minyak goreng, Arta kemudian mencari ke supermarket lainnya. Dan lagi dia mengalami hal yang sama. "Kata Pak menteri minyak goreng sudah tidak langka. Terus ini apa?" batin Arta bingung. Dia pergi ke minimarket dan malah ditolak. "Yang boleh beli hanya ibu rumah tangga, Mas," jawab kasir.
Berkeliling selama enam jam tak menemukan minyak yang dia inginkan, akhirnya Arta menyerah. Dia telepon kakaknya di Bandung. "Tolong, Teh! Bisa cariin enggak?" tanya Arta.
"Kok aneh, sih? Di Bandung minyak malah berbaris di rak tiada yang menatap bahkan secuil pun," timpal Tala, kakaknya Arta.
"Ada apa?" Albi, kakak ipar Arta datang dan duduk di samping istrinya.
"Ini, katanya Si Arta susah nyari minyak goreng. Kok aneh, ya? Padahal Ibu belanja banyak saja. Malah sekarang ibu-ibu rebutan nugget," tanya Tala bingung.
Tak lama Albi langsung tertawa. "Ya Allah, ternyata bisa sampai begitu juga efeknya media sosial sekarang ngeri," ucap Albi. Dia ambil ponsel Tala. "Memang benaran enggak ada?" tanya Albi.
"Enggak ada. Saking langkahnya ibu-ibu sampai ada yang borong sepuluh lebih," jawab Arta.
"Dengar, kamu bikin masalah apa sama artis viral?" tanya Albi.
"Siapa?" Arta bingung.
"Makanya aku sering bilang, kamu itu kalau julid harus inget tempat dan waktu. Sekarang buka medsos sana! Foto kamu ada di mana-mana," ungkap Albi.
Lekas Arta membuka ponselnya. Dia memang bukan orang yang senabg melihat media sosial. Dan kini dia kaget luar biasa karena banyak orang yang memakai fotonya menjadi Meme, membuat tweet banyolan dan sumber semua itu berasal dari cuitan seseorang. "Praha Maverick!" ucap Arta kesal. Dia menarik napas kemudian mengembuskan dengan berat.
"Nanti Kang Albi kirim dari sini. Sekarang lebih baik kamu urus sana masalah ini. Kata teman Kang Albi artis itu kesayangan emak-emak Indonesia. Habis sudah viral dari bayi," jelas Albi.
Setelah menelepon Albi, Arta mengacak rambut. "Anak secuil upil saja kelakuannya bikin otakku mendidih. Astaga, padahal dia seumur keponakanku, tapi bandelnya sepuluh kali lipat."
Arta menelepon salah satu stafnya dan meminta nomor Praha. Sedang di apartemen pribadinya, Praha tengah bersantai. Dia menikmati pemandangan dari balkon kamarnya yang ada di lantai paling atas.
Sesekali dia tertawa puas. Apalagi ada seorang ibu yang memotret Arta tengah bingung mencari minyak dan diunggah ke media sosial. "Lihat saja, kalau kamu enggak mau minta maaf. Bukan hanya minyak! Aku bikin kamu susah beli air galon dan isi tabung gas!" tegas Praha. Tak lama dia tertegun. "Apa sekalian susah nyari bensin juga, ya?"
Tak lama ponsel Praha berdering. Dia melihat nomor Arta muncul dari sana. Dia mendapatkan nomor itu dari bodyguardnya. Praha tak langsung mengangkat telepon. Dia menunggu sampai Arta menelepon yang ketiga kali. Namun, setelah dua kali Arta tidak juga menelepon kembali.
Sampai tiga jam kemudian, Praha kesal sendiri. Dia ambil ponsel dan langsung menelepon Arta. Untung saja pria itu langsung mengangkat telepon. "Kenapa enggak telepon lagi?" omel Praha.
"Oh, aku mandi dulu," jawab Arta santai.
"Mandi?" Pipi Praha mendadak memerah.
"Mikirin apaan kamu, bocah! Lihat perbuatan kamu pada hidupku! Gara-gara kamu aku enggak bisa masak kerupuk!" omel Amarta.
"Kan bisa direbus, Kek," timpal Praha dengan santainya. Dia berbaring di sofa sambil menaikkan kedua kaki ke nakas.
"Aku lagi enggak mau makan seblak! Hapus postingannya!" titah Arta.
"Minta maaf dulu. Kalau enggak aku tambahin, loh!" ancam Praha.
"Dengar, kamu sudah dewasa! Jangan bersikap kekanak-kanakan!"
"Kakek bilang aku ini bocah!"
"Astaghfirullah! Tapi kamu bukan anak SD yang melakukan sesuatu tanpa dipikir dulu! Dan aku bukan Kakek-kakek!"
"Terus aku panggil apa?"
"Kakak, paman, Om! Apa pun yang sopan."
"Aku enggak mau. Cinta itu enggak menepis perbedaan usia."
"Tapi aku enggak cinta sama kamu!"
"Itu urusanmu. Yang penting aku cinta kamu, Amarta Ramayana Pesona. Mendingan kamu salahin nama belakang kamu sana! Soalnya pesona kamu bertebaran di hatiku!" goda Praha.
"Aku minta maaf. Kalau memang kamu enggak suka itu. Tolong hapus postingannya," pinta Arta.
"Sayangnya mana? Pakai kata sayang!" tegas Praha.
"Mau aku laporin polisi atas pencemaran nama baik?"
"Mau aku laporin polisi karena melakukan kekerasan pada anak di bawah umur? Aku paling disuruh minta maaf karena tidak bisa ditahan. Tapi kamu pasti ditahan."
"Aku minta maaf, Sayang," ucap Amarta.
"Oke, aku hapus postingannya. Dan bilang kamu sudah menerima cintaku."
"Kamu mau aku kena pidana karena pacaran sama anak di bawah umur! Otak kamu ditaruh di mana?"
"Dicintamu, Amarta!"
"Hapus postingannya!" tegas Arta.
"Baik!"
Arta langsung mematikan telepon. "Kayaknya hukum di dunia ini perlu diperbaiki. Masa bocah manja enggak tahu aturan begini dibiarkan berkeliaran. Mana mengancam keamanan dan kesejahteraan pria tampan kayak aku!"
Arta duduk di sofa. Dia memijiti tengkuk. "Yang penting dia hapus postingannya. Setelah shooting mulai, aku tidak ada urusan dengan bocah itu lagi."
Dia periksa ponsel. Pesan masuk ke dalam grup sekolah. Arta terdiam melihat pengirim pesan itu.
[Assalamualaikum, insyaallah dua bulan lagi Hastina dan Pandu akan menikah di Bandung. Mohon doanya teman-teman, semoga acaranya lancar, ya?]
Membaca itu saja sudah membuat hari Arta nyeri. Tidak terbayang bagaimana dia akan datang ke acara pernikahan mereka nanti. Arta lempar ponselnya ke atas sofa. Dia naikkan kaki ke atas sofa dan memeluk lutut. "Setidaknya aku dapat kepastian kalau cintaku selama sembilan tahun sudah berakhir."