Bagian 5
MENANTU YANG TAK DIANGGAP MERTUANYA ITU TERNYATA BERPENGHASILAN JUTAAN

Sebelum subuh aku sudah mandi karena masa haidku habis pagi ini. Meski dingin dan gerimis mengguyur bumi, kewajiban mandi wajib nggak bisa ditunda lagi. Nggak boleh sengaja diundur apalagi hanya karena cuaca tak mendukung. 

Mas Romi juga sudah ke masjid untuk salat berjamaah. Aku sudah menyiapkan koko dan sarungnya sebelum masuk kamar mandi tadi. Seperti biasanya setelah salat subuh aku sudah berkutat dengan dapur untuk membuat sarapan. 

"Keramas lagi? Bukannya kemarin habis keramas?" tanya ibu tiba-tiba saat aku baru keluar dari kamar mandi. Ibu sudah berdiri dengan berkacak pinggang di tepi pintu kamarku. 

Aku pun terlonjak saat mendengar pertanyaannya yang tiba-tiba. Satu hal yang tak kusukai dari ibu mertuaku, sering kali masuk kamarku tanpa permisi. 

Meski ada kamar mandi di dalam, tetap saja ibu seolah cctv modern yang tahu aja kalau aku tengah mandi wajib. Heran. Sepertinya ibu memang nggak suka kalau anak lelakinya itu akan memiliki buah hati dariku. 

"Keramas lagi kamu, Nur? Bukannya kemarin udah keramas?" Ibu kembali melirikku sinis. Curiga. 

Kemarin aku memang keramas karena kupikir haid sudah selesai, tapi ternyata setelah keramas masih ada bercak, jadilah aku keramas lagi. 

Namun ibu selalu curiga kalau aku dan Mas Romi baru kelar enak-enakan tiap kali melihatku selesai keramas. Sesibuk itu mertuaku.

Ibu mertuaku yang cantik dan super duber ajaib itu pun memulai ceramahnya seperti biasa. Lucu, unik dan bikin kesel juga. Ibu masih terus menatapku tajam. 

"Lagi seneng keramas, Bu. Biar lebih segar. Memangnya nggak boleh, ya?" tanyaku santai sembari mengeringkan rambut sebahuku dengan handuk. 

Aku memang hanya lepas jilbab di kamar, tiap keluar kamar harus pakai lagi. Tak mau ambil resiko, soalnya ada ipar di rumah sebelah yang sering masuk rumah ibu tiba-tiba. 

"Belum becus jadi istri kok ngebet punya anak! Jangan-jangan nanti ibu yang disuruh jaga anakmu!" bentak ibu mertua tiba-tiba. 

"Ya Allah, Bu. Nuri bisa urus anak sendiri kok. Ibu tenang aja. Lagipula siapa yang ngebet punya anak sih, Bu? Nuri sama Mas Romi itu--  

"Itu keramassssss tiap pagi. Memangnya ibu nggak tahu? Kamu kira ibu nggak pernah muda apa? Keramas tiap pagi itu karena kamu doyan!" sentak ibu lagi. Rasanya nano-nano. Lucu iya. Kesel iya. Gemes apalagi. 

"Jangan-jangan dulu saat ibu muda juga doyan." Aku berucap lirih, tapi kedua mata ibu membesar. Sepertinya ibu mendengar gumamanku barusan. 

"Ngomong apa kamu barusan?" 

"Nggak, Bu. Cuma mau bilang kalau Nuri keramas karena baru kelar haid. Bukan karena doyan."

"Alasan! Hidup masih ngeribetin orang tua aja kok hobi bikin anak!" 

"Ibu yang minta kami tinggal di sini kan? Kenapa bilang ngribetin orang tua sih, Bu?" 

"Iya ibu yang minta Romi tinggal di sini, tapi bukan sama kamu. Dari awal kamu kan tahu kalau ibu nggak suka sama kamu. Gimana sih, Nur!" 

"Nuri kan cuma ikut suami, Bu. Suami tinggal di sini ya Nuri ikut. Namanya juga istri idaman."

"Halah, tapi kamu bukan idaman mertua. Ibu nggak suka menantu seperti kamu, Nuri. Apa kurang jelas? Nyerocos aja dari tadi kalau dibilangin. Bisa diam nggak?!" 

Tak ingin memperpanjang masalah, aku pun diam saja. Gegas memakai hijab lalu melewati ibu yang masih diam menatapku. Lebih baik ke dapur untuk memulai memasak daripada meladeni nyanyian ibu yang nggak akan ada habisnya. 

Semua orang di rumah ini butuh sarapan. Nggak akan kenyang kalau cuma mendengarkan omelan ibu sepanjang jam.

Kuambil kacang panjang dan taoge dari dalam kulkas. Sekalian sekotak ikan patin. Rencananya, sayuran mau kutumis sementara ikan kugoreng saja. Cepet dan simpel. 

Ibu kembali mengekoriku ke dapur. Entah apa yang akan dilakukannya setelah ini. Rasanya ingin pura-pura tak tahu dan tak melihat, hanya saja makhluk segede ibu masa nggak lihat? Rasanya mustahil. Gerak-geriknya saja tampak jelas di depan mata. Hufttt

"Nur, kamu pasti yang ngajak duluan, kan? Jangan ganjen!" Ibu kembali berbisik di sebelahku. 

Ya Allah ibu ... masih membahas soal keramas? Aku benar-benar menghadapi mertua super ajaib detik ini. 

Tak ingin memperpanjang masalah, aku diam saja. Bergeming dan seolah tak peduli. Tetap fokus dengan potongan kacang panjang di depan mata.

"Kenapa diam? Kamu kan yang suka ngajak? Takut ya suamimu cari perempuan lain makanya tiap hari kamu rayu-rayu begitu? Ingat ya, Nur. Jangankan punya anak, kamu tinggal di sini aja ibu nggak setuju!" 

Astaghfirullah, ibu mertua ajaib. Selain cantik wajahnya ternyata dia juga cantik sekali andai bisa diam. Nggak banyak bicara. Aku hanya menggeleng perlahan.

"Malah diam! Kamu nggak budek, kan, Nur? Orang tua lagi ngomong malah diam saja!" Ibu mencolek lenganku kasar. 

"Bukannya ibu tadi nyuruh aku diam? Makanya aku diam. Diam salah, ngomong juga salah. Yang benar cuma kalau aku keluar rumah ini kan, Bu?" jawabku asal. 

Awalnya aku memang diam saja tiap kali kena omel ibu yang aku sendiri tak tahu di mana salahnya. Namun setelah nyaris sebulan ibu tak juga berubah, justru aku yang berubah.

Tak lagi diam dan pasrah tiap kali dihina atau disalahkan ibu. Sebisanya membela diri daripada terus sakit hati. Cukuplah aku menyimpan sakit hatiku dulu saat bapak tiriku terus menyalahkan dan memfitnahku. 

Sekarang semua berubah. Aku tak ingin lagi pasrah begitu saja. Lagipula aku tak salah, tak sepatutnya juga aku terus mengalah.  

"Repot ngomong sama kamu! Yang ada makin darah tinggi aku nanti. Memang harusnya anakku nikah sama Riana yang cantik dan wanita karir itu daripada sama kamu. Sudah jelek wajahnya, hatinya apalagi. Bikin makan hati tiap hari!" bentak ibu sembari membanting keranjang kecil berisi sayuran yang baru kucuci.

"Mungkin ibu benar. Harusnya memang anak ibu nikah sama Riana itu biar Nuri nikah sama Abang Syah Rukh Khan saja," jawabku sekenanya sembari terus memotong kacang panjang.  

Aku tahu Shah Rukh Khan memang aktor favorit ibu dari dulu. Sengaja bilang begitu biar ibu kesal. Lagian pagi-pagi sudah bikin heboh hanya karena keramas. 

Kayak nggak ada hal lain yang bisa diributkan. Padahal masih banyak masalah lain yang bisa buat bahan keributan. Iya, kan?

💕💕💕

Sekuel kisah RIANA yang tak kalah pilunya dalam judul BUKAN PEREMPUAN IDAMAN. Baca juga yuk, Kak 

Komentar

Login untuk melihat komentar!