Aku mulai membuka hati dengan sedikit demi sedikit mau menanggapi ucapannya atau menjawab sapaannya.
Aku bukannya berkeras hati untuk tidak mau memaafkannya, tapi aku ingin memberinya efek jera, aku mau dia merasakan bahwa sepert inilah rasanya rasa bersalah, seperti inilah rasanya hidup dalam hampa setelah menyakiti orang lain, bahwa seperti inilah rasanya luka diabaikan dan tidak dihargai. Aku ingin dia sadar bahwa tanpa istri yang telah menerimanya apa adanya dengan segala kekurangannya, hidupnya akan tanpa arah.
Ia sadar bahwa, wanita itu, mungkin semua wanita di bumi ini memang butuh materi dan dukungan dalam segala hal dari pria. Bohong jika mereka hanya bilang mau hidup dengan cinta,bohong jika mengatakan 'Kita bisa memulainya dari awal' 'Kita pasti bahagia' kenyataannya hidup tanpa modal bagi mereka adalah hal yang mustahil apalagi jika wanita itu wanita manja yang hobi belanja hanya akan membuatnya mati berdiri dengan menghirup kentut saja.
Dan Nurjannah, wanita itu menyadari bahwa bang Hardi tidak memenuhi kriteria pria idamannya, ketika tahu bahwa bang Hardi tidak mampu membahagiakannya, ia langsung menutup akses sosial media dan kontaknya. Aku taun setelah keydari kekeliruannya, ia pasti malu dengan dirinya sendiri.
Suamiku berbeda, kini dia lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan lebih banyak menghabiskan malam untuk merenungi perbuatannya yang salah.
Berkali kali ia berkata padaku, "Maafkan aku ya, aku tak akan mengulanginya lagi," katanya sedih.
Dan aku, menanggapinya dengan kata, "Tak masalah, aku sebenarnya tak butuh ucapan maaf, aku hanya butuh komitmenmu untuk sadar dan berhenti dari perbuatan demikian."
"Aku janji," ucapnya sambil merangkulku perlahan.
Sementara itu, dalam senyap kulakukan sesuatu yang membuat wanita 'gatal' itu menyesali perbuatannya. Kukrimkan kejutan berupa laporan pada akun FB dan IGnya, kuhubungi tim developer aplikasi secara langsung lewat email dan memberitahu jika wanita telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan dengan menggangu rumah tangga orang, kuminta pada teman-temanku untuk memberikan laporan pada tombol laporan secara masif agar akunnya di tutup oleh pihak FB.
Kuhubungi salah seorang sahabat di kota asal suamiku yang kebetulan suaminya adalah seorang polisi, aku memintanya untuk memberi peringatan pada wanita yang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas swasta di kotanya itu, bahwa perbuatannya bisa diancam pasal tondak pidana perbuatan tidak menyenangkan .
Aku ingin tahu, dan benar-benar ingin menyaksikan reaksinya yang sadar jika dirinya wanita karier yang banyak gaya itu telah menjalin hubungan dengan buruh pabrik yang pemasukannya bahkan tidak cukup untuk tiga bungkus nasi.
Memalukan sekali bukan? terlebih lagi, dia sudah menggoda suami orang, mungkin rasa malunya bisa bertambah dua sampai tiga kali lipat.
Kebetulan juga, yang membuatku lebih leluasa memantaunya, wanita itu tidak mengenal akun asliku, kuperiksa kemungkinan kemungkinan jika suamiku masih mencoba menghubunginya dengan cara membuat akun fake lainnya, namun tidak ada, berhari hari ia mengeluh kalo tim FB mengunci mesengernya, melarang dia berkomentar atau mengirim like, satu satunya yang bisa dia lakukan hanya membuat status galau dan sedih.
"Tega banget sih, siapa yang lapor akunku."
Atau begini,
"Aku tak menyangka, cinta yang kupupuk begitu dalam hanyalah cinta semu sarat kebohongan.
Bodohnya aku tergoda hingga meninggalkan sosok yang menawarkan cinta tulus, sehingga aku kena karmanya, dan kini ... aku menangis menyadari bahwa aku disakiti." . Aku hanya bisa menggeleng membaca status alay-nya dan seperti biasa suporternya yang mayoritas Bapak Bapak kesepian selalu hadir dan memberi dukungan palsu dengan selipan godaan-godaan murahan.
"Sabar Adek cantek, ada Abang di sini buat adek," komentar salah satu dari Bapak Bapak genit itu.
Atau yag lain.
"Makanya Adik jangan nolak Kakak, jadinya Adik sedih, coba sama kakak, pasti kubikin bahagia," goda yang lain.
Kalo sudah seperti ini, ada harganya kita sebagai wanita? Mungkin bagi orang lain itu biasa, tapi bagiku itu memalukan luar biasa.
Berhari hari seperti itu, galau dan sedih lantaran akun FB yang terkunci dan sulit diatur, belum lagi beberapa keluarga dekat suamiku yang menghubunginya lewat WhatsApp untuk memberinya peringatan agar tak merusak rumah tangga orang.
Kuyakin ia tertekan dan benar-benar pusing, karena masalahnya, ia punya pekerjaan bagus yang berhubungan dengan banyak orang dan nama baiknya di pertaruhkan.
Itulah pelajarannya sebelum serius menjalin hubungan, harusnya kita memastikan latar belakang orang itu seperti apa, meski dulunya kita pernah dekat dan saling kenal, hubungan yang dijalin lewat sosmed rentan penipuan dan bisa jadi semua photo dan video gebetan yang di bagikannya hanya pencitraan.
Akhirnya apa? Kita tertipu dan berakhir memalukan. Meski aku tak memungkiri banyak hubungannya berhasil ke jenjang pernikahan dari awal kenal di medsos termasuk aku dan suami.
Ya, kami hanya saling mengenal dari sosial media berlogo F dengan warna latar biru itu.