CEO PT Armani Sejahtera
 
Lek Pardi dan Nisa bergegas keluar menyambut mbok Leginem. Aza menahan diri untuk tidak keluar. Namun, Aza penasaran dan  mengintip dari jendela yang  bergorden terbuka setengahnya. Aza hanya ingin memastikan. Apakah Afif  yang menabraknya sama dengan yang diceritakan oleh Lek Pardi.

Alhamdulillah.. Aza merasa lega karena orang yang bersama mbok Leginem bukan Afif yang menabraknya ketika di bandara. Aza bergegas memosisikan diri di tempat duduknya semula. 

Beberapa saat, Aza menunggu karena tamu itu sepertinya orangnya suka ngobrol. Aza sesekali bisa menangkap pembicaraan mereka meskipun tidak begitu jelas arahnya ke mana. 

“Assalamu’alaikum!” Mbok Leginem masuk membawa beberapa bungkusan. Nisa juga membawakan bungkusan ke dapur.  Lalu mbok Leginem  menyapa Aza yang berdiri menyambutnya. 

E..alah...maafkan mboke yo Nduk? Lama nunggunya, habis Solihin itu kalo ngobrol seperti sepur. Ndak bisa dihentikan begitu saja.”
“Solihin siapa, Mbok?”
“Itu yang nganter simbok ke sini”
“Jadi itu bukan Afif ya, Mbok?”
“Lho, Kok Aza tahu Afif to, Nduk”

Aza terlihat kaget dengan pertanyaan mbok Leginem.
Ehm..e..tadi lek Pardi bercerita tentang Afif yang mengundang mbok Leginem ke hotel.”
“Bukan ke hotel, tapi ke warung makan Toyibah. Solihin itu yang mengelola rumah makan, tapi yang punya den  Darwis. Lha, Afif keponakan Mboke itu, diangkat anak oleh den Darwis.” 

“Memang ada tempat tidurnya, mbok?”
“Ya, ada to? Wong namanya home ya banyak  kamarnya?”
“Home stay maksud mbok?”
“Iya itu stay..stay..home. Afif punya rungan dan kamar tersendiri. Jadi tadi mijit di kamarnya Afif. Whe la..kok malah panjang ceritanya. Piye, mau dipijit sekarang ato mau sarapan dulu? Itu tadi mboke diberi mangut ikan beong dan buntil daun talas sama Solihin, baru saja matang dan masih anget.”

“Nanti aja Mbok. Aza juga mau dipijit juga badannya, tapi gak usah pake minyaknya Mbok?”
“Nduk..nduk..kowe itu kok ya lucunya masih to? Namanya pijit itu ya pake minyak lawang.”
“Aza nggak suka baunya, Mbok?”
“Yo, jamu itu gitu, baunya bahan alami ya apa adanya. Kalo wangi pake parfum to Nduk.”
“He..he..ya udah mbok, pake minyak pijit tapi dikit aja. Jangan diurut, cuma dipijit lo mbok?”

Aza pun diajak mbok Leginem masuk kamar  khusus pijat. Lalu mbok Leginem memberikan kain penutup untuk pijat. Begitu masuk kamar, Aza heran dengan interior yang ada di kamar khusus pijat milik mbok Leginem.

Interiornya berwarna abu-abu muda dengan gorden bermotif batik. Di dinding ada kipas angin otomatis dan pengharum ruangan otomatis juga. Lampu sudut yang dipasang juga unik, seperti lampu minyak zaman dulu. Kasurnya pun springbed yang empuk dan menyerap gerakan, seperti ada peredamnya.Tidak goyang –goyang. 

“Wah..mbok. Kamarnya bagus banget, kamar Aza di rumah kalah jauh.”
“Ah..mbok cuma terima beres. Semuanya dikasih Afif. Wis yo ceritanya. Nanti terus pijitnya ndak mulai-mulai, lo Nduk.”
“Iya Mbok, mulai saja.” Aza tidur tengkurap dengan nyaman.
“Boleh cerita tentang Afif nggak , Mbok?”
“Wo..kowe penasaran to sama yang namanya Afif.”
“Iya, Mbok. Soalnya kemarin waktu Aza di bandara ditabrak, namanya juga afif.”
“Oalah...berarti kowe to Nduk yang ditabrak Afif.”
“Loh.. berarti benar Afif keponakan mboke yang nabrak Aza?”
“Iya, Afif tadi yo cerita baru saja nabrak perempuan di bandara. Tapi ndak cerita namanya siapa, hanya cerita  kalo diminta memperbaiki hp-nya.”
“Iya, mbok, itu hp-nya Aza. Aduh...jangan kenceng-kenceng mbok.”
“Berarti ada syaraf yang tegang kalo sakit.”
“Udah..Mbok. pelan aja! Terus lanjutannya Afif gimana?”

“Ayahnya Afif itu dulu  mengajar baca Alqur’an den Darwis waktu kecil. Lha saat ngaji, den Darwis kepalanya berdarah karena terpeleset dari tangga.Waktu kecil den Darwis memang sangat aktif. Usil ndak mau diam. Waktu itu usianya baru menginjak 6 tahun. Lalu Papanya den Darwis memarahi ayahnya Afif. Papanya Darwis menganggap ayahnya Afif guru ngaji ngawur karena bukan lulusan pondok atau belum pernah nyantri. Setelah kejadian itu, ayahnya Afif bertekad kelak kalau sudah punya anak laki-laki akan dimasukkan pondok.”

Mbok Leginem merasakan Aza terdiam tak bergerak.
“ Za..Aza..wis tidur to kowe Nduk?”
Lalu mbok Leginem  memberikan selimut dan guling di tepi springbed. Kemudian ia keluar kamar menuju dapur.

Mbok Leginem menyuruh Nisa untuk pulang duluan. Sebelum pulang, mbok leginem menyuruh Nisa makan pagi dulu. Nisa menolak halus. Mbok Leginem pun membawakan snack roti dan gorengan pemberian dari Solihin. Setelah Nisa pulang, mbok Leginem dan Lek Pardi membuat beras kencur untuk obat pereda bengkak kakinya  Aza.
Aza terlelap tidur cukup lama hingga suara  iqomah  sholat  dhuhur membangunkannya. Aza bergegas mengenakan pakaiannya yang terlipat rapi di atas meja kamar.  

Rupanya selama tidur, mbok Leginem telah membalur kakinya dengan parutan beras dan kencur. 
Tidur sehabis dipijat menjadikan capek badan hilang. Aza merasakan badannya lebih segar meskipun bau minyak lawang membuatnya sedikit merasa gerah. 

Aza keluar kamar.
“Mbok...mbok...?”
“Lek...lek..Paridi?”
Aza mencari di dapur dan ruang tengah. Namun tetap tidak ada jawaban. Aza tersadar. Barang kali keduanya sedang sholat dhuhur berjamaah di mushola yang jaraknya hanya sekitar 10 meter dari rumah mbok Leginem. 
Aza menuju ruang tamu dan duduk di dekat jendela. Angin siang yang berhembus  di saat mendung menggelantung membuat Aza merasakan kantuknya datang lagi. Namun bau kolak yang terbang masuk ke hidung Aza menjadikannya terjaga kembali.

Di meja ada segelas kolak kelapa muda dan ubi yang masih panas. Aza  mencicipinya dengan sendok pelan. 

“Assalamu’alaikum! Ayo dihabiskan kolaknya, nanti ambil lagi kalo habis.”
“Wa’alaikum salam. Ini udah cukup kok, Lek. Oh iya, mbok Leginem mana?”
“O, tadi katanya mau belanja ke pasar untuk kegiatan demo besok lusa.”

“Siapa yang demo, Lek?” 
“Aza belum dengar ceritanya?”
“Cerita apa Lek?” 
Namun, saat Lek Pardi hendak menceritakan tentang demo, dari luar terdengar motor matik berhenti. Tak lama kemudian,  Nisa muncul.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”
“Maaf Usth. Agak lama soalnya tadi ada rapat untuk acara besok.”
“Acara apa Nis?”
“E...e.. demo ke lokasi pembangunan hotel dekat pesantren, Usth.”
“Astagfirullah... ya udah yuk Nis! Kita langsung pulang. Makasih ya lek Pardi. Nanti saya ke sini lagi.”
“Yo wis, ndak papa. Kamu ‘kan juga belum sholat Za.”
“Iya, Lek. Aza mau mandi keramas dulu baru sholat.”

Setelah berpamitan, Aza minta Nisa untuk ambil jalan pulang melalui jalan aspal besar biar bisa ngebut. Aza sudah tidak sabar ingin minta penjelasan kepada Abi tentang semua hal yang selama ini belum diketahuinya.

Karena rasa penasarannya  memuncak, Aza minta Nisa untuk menunjukkan lokasi pembangunan hotel yang rencananya mau didemo itu. Sesuai permintaan Aza, Nisa pun agak ngebut memacu motor matiknya.
Hanya butuh 15 menit perjalanan. Nisa menghentikan motornya di lokasi yang dimaksud. 

Ternyata, lokasi hotel berdampingan dengan rumah makan Toyibah.
Aza turun dari motor dan seketika juga hatinya berdesir tak menentu. Ia  terkejut dengan adanya spanduk besar  yang membentang di sisi kiri jalan. Aza membacanya dalam hati dengan jantung yang berdetak semakin kencang.

” Selamat Datang CEO PT Amani Sejahtera, Bapak Afif Khoirul Anam, S.Ud., M.Sc. pada acara Ground Breaking Hotel Amani 7 di Pabelan.”




Komentar

Login untuk melihat komentar!