KU TAMPAR NYINYIRAN KELUARGA SUAMIKU DENGAN UANGKU (4)
Seusai berkeliling sebentar mengecek ke nyamanan mobil yang baru saja dibelikan oleh Ayuma. Aku dan Nabila memutuskan untuk pulang, lagi pula aku belum terlalu bisa membawa mobil.
Ya, Ayuma, dia adalah sahabat dekatku sekaligus saudaraku. Karena Ayuma satu-satunya anak tunggal pamanku.
Dulu, beberapa tahun sebelum menikah dengan Mas Ihsan baik aku dan Keluargaku membantu Ayuma dalam investasi. Bahkan sampai Ayah rela menjual beberapa kebunnya untuk membantu Ayuma.
Sempat berpikir kalau kami telah dibodohi Ayuma, baik Ayah maupun Paman. Karena setelahnya Ayuma tidak ada kabar lagi menghilang bagaikan ditelan Bumi, hingga tahun kemarin Ayuma pulang sekaligus membawa kabar bahagia.
Investasi yang kami berikan dulu sekarang menjadi besar dan Ayuma telah mengembangkannya, membangun hotel, restoran dan bahkan beberapa tempat wisata. Aku dan keluarga tertegun akan hal itu.
Tidak menyangka kalau Ayuma benar-benar kembali dengan sukses. Setelahnya, Ayuma menelponku mengabari kepulangan dirinya serta menyerahkanku jatah bagian dari investasi.
Selama hampir setahun ini lah Ayuma mengajariku bidang bisnis melalui laptop. Kadang sesekali bertemu diluar saat aku tidak sibuk. Dan tentu saja itu semua tanpa sepengetahuan Mas Ihsan dan keluarganya.
Sebisa mungkin aku masih menyembunyikan hal itu, namun sekarang rasanya tidak lagi. Aku lelah menghadapi sikap Ibu, dan iparku apalagi Mas Ihsan yang selalu merendahkanku yang hanya gadis desa tamatan SMP.
"Baru pulang kamu, aku pikir sudah tidak tau rumah lagi!"
Aku tertegun sejenak mendengar suara Mas Ihsan berada di sofa. Ekor matanya berpindah menatap tajam kearahku.
"Iya," aku menjawab seadanya, selanjutnya kembali aku hendak melanjutkan langkahku namun lagi-lagi Mas Ihsan bersuara.
Kulirik jam sudah pukul 7 malam, itu pertanda sudah hampir dua jam aku pergi. Beruntung aku bisa bawa mobil walupun masih dalam tahap belajar. Dan tentu saja Ayuma mengajariku selama kamu bertemu. Karena pihak Sorom sudah pulang satu jam yang lalu.
"Berhenti!?" Mas Ihsan bersuara tegas. Bahkan melangkah mendekatiku.
"Sayang, masih kamar gih kalau Nabila ngantuk tidur aja duluan ya. Nanti Mama menyusul karena malam ini Mama pengen tidur sama Nabila juga," ucapku, Nabila mengangguk patuh.
"Katakan padaku darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli semua itu?" Kini Mas Ihsan benar-benar sudah berada di hadapanku. Dengan pandangan penuh keseriusan.
"Apa harus aku memberitahumu Mas darimana aku mendapatkan uang?" tanyaku balik.
Mas Ihsan merapatkan giginya menatap kesal kepadaku.
"Jadi benar apa yang dikatakan Mbak Ida, kalau kamu jual dir*!"
Degggg jantungku perih tertusuk mendengarnya.
"Apa serendah itu aku di matamu Mas, apa pernah kamu selama ini melihat aku jalan sama laki-laki?" Tanyaku menantang.
"Kalau bukan katakan dari mana, oh atau kamu mengambil uangku secara diam-diam hingga sampai bisa kamu bisa membeli semuanya, pantas saja kamu selalu mengeluh tidak cukup uang yang aku berikan, ternyata begini permainanmu?" Mas Ihsan tersenyum kecil.
Mendengar itu aku sedikit tertawa,
"Apa kamu bercanda Mas, uang 100 yang kamu kasih ke aku, dan itupun kamu paksakan untuk 3 hari kamu bilang aku menabung uangmu. Sementara kamu selalu minta ayam dan makanan enak lainya. Apa kamu pikir itu cukup untuk membeli emas, rumah, dan mobil,"
Mas Ihsan menatap tajam.
"Jadi kamu menganggap aku tidak bisa menafkahimu?" Rahang tegas Mas Ihsan bergetar.
"Iyaaa, emang pernah Mas, selama beberapa tahun kita menikah sampai Nabila sudah sebesar ini kamu beri aku kebahagiaan. Uang saja kamu perhitungan sama aku, sama anak sendiri dan malah kamu meng-kaya kan Ibumu dan kakak-kakakmu," tukasku.
Selama menikah jangankan Makan enak, Mas Ihsan membelikan aku sesuatu saja ketikan dia gajian tidak pernah. Padahal dia mager di sebuah perusahaan dan tentu saja gajinya tidaklah sedikit. Sedangkan Ibu dan kakak-kakaknya walupun sudah punya suami tapi masih saja dia memberikan uang.
"Itu wajar aku melakukan itu kepadamu. Emang apa yang bisa kamu lakukan dengan uang yang aku kasi hah, mau kamu apakan sementara kamu saja hanya tamatan SMP. Tidak tau cara mengelola uang. Sementara Ibu bisa membelikan emas untuk dia simpanan,"
Kugosokkan dada ini terasa sesak.
"Terus apa kamu pikir aku tidak bisa menjaga uangmu, apa kamu pikir aku tidak pantas memakai emas!"
"Iya, kamu hanya gadis desa, berbeda dengan keluargaku yang memang dari kota. Aku menikahi kamu karena kamu pandai bersih rumah dan merawat rumah, selebihnya aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Lihat dirimu, culun seperti Ibu-ibu tidak terurus makanya aku malu mengajak kamu ke acara kantor apalagi pesta, lebih baik aku mengajak Sindi karyawanku sebagai pendampingku ketimbang kamu, yang ada bikin malu, norak!"
Bersambung ....
Jangan lupa like.