Bab 5
KU TAMPAR NYINYIRAN KELUARGA SUAMIKU DENGAN UANGKU (5)


"Iya, kamu hanya gadis desa, berbeda dengan keluargaku yang memang dari kota. Aku menikahi kamu karena kamu pandai bersih rumah dan merawat rumah, selebihnya aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Lihat dirimu, culun seperti Ibu-ibu tidak terurus  
makanya aku malu mengajak kamu ke acara kantor apalagi pesta, lebih baik aku mengajak Sindi karyawanku sebagai pendampingku ketimbang kamu, yang ada bikin malu, norak!"


Jantungku berkedut-kedut mendengarnya. Tenyata sampai serendah itu Mas Ihsan menganggap diriku. Mataku berbinar mendengarnya rasanya begitu sakit.

Jujur aku memang mencintai Mas Ihsan karena ketampanannya, tapi sekarang aku tau orang tampan tidak menjaminkan akhlaknya baik.

Dan lebih menyakitkan adalah Mas Ihsan menganggap aku seperti pembantu. Benar memang adanya. Sejauh ini aku menikah dengan Mas Ihsan hanya sekali saja dia mengajakku ke acara pesta temannya. 


Waktu itu memang tidak memiliki gaun bagus. Aku meminta Mas Ihsan untuk membelikan aku satu gaun saja yang bagus, tapi katanya apa.

"Kamu sudah cantik pakai gaun ini saja sudah cukup." Kata-kata itu masih terngiang jelas di kepalaku. Selepasnya Mas Ihsan tidak pernah lagi mengajakku.


"Kamu tidak seperti istri teman-temanku, mereka cantik-cantik pandai merawat diri, sementara kamu. Cuma taunya dapur dan bersih-bersih rasanya aku--" Mas Ihsan menganggukkan perkataannya.


Terjatuh sudah air mataku yang tidak bisa aku bendungkan lagi. 


"Mereka cantik kamu tau kenapa Mas, karena suami mereka tidak pelit dan memanjakan istrinya, mereka tidak takut kehabisan uang demi membahagiakan istrinya. Sementara kamu Mas, aku minta uang samamu untuk beli baju bagus saja kamu marahin aku habis-habisan, 
ini lah itulah," tukasku, kuhapus air mata ini yang terjatuh.


"Halah, gak usah bawa-bawa kesana. Emang dasar diri kamu aja yang tidak bisa merawat diri. Orang kampung sampai kapanpun bakal tetap jadi kampungan, mana ada orang kampung bisa bersolek" tegas Mas Ihsan setelahnya melangkah pergi kearah pintu luar.


Ok Mas, Ok kalau kamu begitu kepadaku. Akan aku lihat sampai kapan kamu akan bilang kepadaku. Seperti itu.


***

Pagi ini aku sudah bersiap-siap untuk pergi butik membeli beberapa pakaian untuk Nabila dan juga diriku. Lagi pula sudah lama kami tidak pakai pakaian baru. 


Sejak kejadian semalam Mas Ihsan tidak berbicara lagi kepadaku. Bahkan tadi pagi dia tidak mau sarapan pagi, tidak seperti biasa. Ah bodoh amat, bukan urusanku. Yang penting aku sudah minta izin padanya aku ingin pergi nanti.

Tepat pukul 9 aku dan Nabila sudah siap, kami sudah rapi dengan pakaian bagus. Untung saja ada oleh-oleh baju dari Ayuma jadi aku dan Nabila punya satu pakaian baru.


"Wih wih udah cantik aja pagi-pagi begini, mau ngelon** dimana?" seru Kak Ida yang berada di teras rumah Ibu. 

Aku tidak menggubrisnya. mulutnya itu ingin sekali aku mengobrak-abriknya.


"Ibu lihat, menantu Ibu. Dia mau jumpa pelanggannya, tuh!" tutur kak Ida lagi.


"Siapa sih kak, pagi-pagi ini udah heboh," gumam kak Dara kakak iparku yang kedua. Ternyata dia ada dirumah Ibu, keluar menghampiri kak Ida.


"Ayo sayang masuk mobil nak, kita panaskan dulu mobilnya ya." 

Nabila mengangguk patuh. kubukakan pintu terlebih dahulu kepada Nabila.

"Wihhhh okb keluar rumah juga rupanya," seru kak Dara.


"Iya dong, nyari pelanggan lagi pastinya. Memalukan, sudah untung jadi istri Ihsan walau tidak kita akui, tapi lihat dia malah mengkhianati adik kita," papar kak Ida.


"Udah cepat hubungi Ihsan kak, dia harus tau kalau istrinya mau ngelon**." Tinta kak Dara menatap jijik kearahku. 


Aku memalingkan wajahku cepat dari mereka, biarlah mereka menghinaku sekarang karena mungkin nantinya dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk berkata seperti itu kepadaku.


"Wihhh mau kemana Bu Mita pagi-pagi begini?" Tanya Ibu Surti tetangga sebelah, mungkin dia tertegun melihatku sudah rapi seperti ini. Karena memang biasanya tidak pernah sama sekali.


"Ini Bu, mau keluar sebentar, ajak Nabila jalan-jalan!" Jawabku tersenyum ramah.


"Mobil baru ya Bu, dibeli pak Ihsan?" Tanya lagi Bu Surti.


"Gak kok Bu, ini mobil saya yang di kirim dari kampung. Alhamdulillah orang tua saya punya rezeki jadi membelikan mobil ini," jawabku lagi. Bu Surti manggut-manggut mengerti.


"Wah baik banget orang tua Bu Mita, jadi iri deh," 


"Hehehe Ibu bisa aja," aku sedikit tersipu malu, setelahnya Bu Surti pun berlalu.


Saat hendak membuka pintu lagi-lagi kak Ida berseru. Namun kali ini berbeda dia menghampiriku bersamaan dengan Ibu dan kak Dara.


"Berhenti!" 

Kulirikkan ekor mata ini menatap mereka.


"Berikan kunci mobilnya sini, aku Dara dan Ibu mau ke mall," lanjut kak Ida. 

Ku naikkan keningku seketika mendengarnya.


"Hah, gak salah mbak," gumamku menatap mereka satu-persatu.

"Halah, gak usah sok-soan deh kamu, mobil itu juga pasti ada uang anakku kan. Gak usah belagu. Orang kampungan seperti mu mau membawa mobil emang bisa," papar Ibu menatapku sinis.


"Punya bukti kalau mobil ini ada sangkut-pautnya dengan uang anak Ibu, jangankan untuk beli mobil untuk makan aja anak Ibu masih perhitungan sama kami, apalagi beli mobil.


Dan satu lagi gak usah mimpi bisa naik mobil baruku, kalau mau beli aja sendiri!" Cetusku setelannya kubuka cepat pintu mobil dan langsung menghidupkannya.


Biarlah gak aku panaskan, dari pada meladeni mereka. Aku yakin pasti mereka tercengang sekarang.


Ini masih belum seberapa, Ibu dan kakak ipar.

Bersambung ....



Jangan lupa likenya dong

Komentar

Login untuk melihat komentar!