Di tempat tinggalnya, Medina dikenal gadis baik hati dan rajin. Medina senang membantu jika ada tetangganya yang meminta. Karena sikap baiknya, celah rezeki terbuka lumayan untuk membiayai kehidupan sehari-harinya bersama sang nenek.
Dulu neneknya-lah yang membiayai hingga Medina bisa sekolah. Saat Medina kelas dua SMP neneknya menderita stroke dan tidak bisa berjalan lagi.
"Asaalamu'alaikum Nur!"
Suara bu Wira. Mau tidak mau Nur membuka pintu rumahnya.
"Ibu mau hajatan sedikit. Nur datang ya," kata bu Wira setelah duduk di bangku rotan panjang.
Medina tidak mengangguk.
"Kamu harus datang tiga hari sebelum acara. Ibu mau kamu membuat kue bugis untuk orang rewang."
Medina tahu bagaimana hajatan orang kaya, akan lebih sibuk.
"Nenek tidak bisa ditinggal lagi," tulis Medina pada note kecil.
Melihat ke arah nenek Medina, bu Wira iba. Medina anak baik harus menjalani kehidupan sesulit ini.
"Obatnya masih ada?"
Medina mengangguk. Selama ini bu Wira-lah orang yang paling banyak membantu. Sekalipun Medina menolak, bu Wira tetap membantu gadis itu.
"Begini saja." semoga sarannya bisa diterima Medina, harap bu Wira dalam hati. "Besok pagi kita bawa nenekmu dulu ke rumah sakit, bisa?"
"Terimakasih, tapi aku rasa nenek lebih baik di rumah."
Melihat jawaban yang ditulis Medina, bu Wira tahu jika Medina sungkan. "Rumah sakit tempat terbaik sekarang, Nur. Di sana ada perawat. Mau ya?"
Lagi Medina menolak dengan caranya. "Selama ini kami sudah merepotkan Ibu. Sekarang Ibu mau hajatan, pasti Ibu akan sangat sibuk."
"Tidak. Kan ada perawat Nur. Kamu juga bisa menjaga nenek nanti."
Ketulusan bu Wira tidak dibuat-buat, Medina tahu. Bagaimana jika ia mengatakan jika Rafi telah memperkosanya, apakah sikap bu Wira masih sebaik ini?
"Akan kupikirkan, Bu."
"Besok pagi, Rafi akan menjemput ya. Kamu siap-siap."
Setelah selesai, bu Wira berpamitan.
Login untuk melihat komentar!