Part 2
Part 2 
Melakukan Aborsi Saat Penelitian 
Di Desa pelosok 
By Ayu rasya alkahfi 


Di klik berlangganan dulu ya kak supaya makin semangat up bab selanjutnya. Terimakasih ya sudah mampir ke kbm ayu rasya alkahfi. 


****


"Ya Tuhan, ini benar-benar pelosok namanya. Sumpah, keren banget pemandangannya." Gumam Pandu sambil mendokumentasi melalui ponselnya. 


"Iya, gak nyangka ya masih ada desa di dalam hutan seperti ini? Asli keren keren...." Sahut Sakti. 


Aku dan Lala hanya terdiam sambil memandang Pak kusir yang sedang asyik memacu kudanya. Sekeliling jalan yang dipenuhi kerikil ini terlihat pohon-pohon jati yang tersusun begitu indahnya. Udaranya pun sangat dingin hingga membuat suasana semakin menyegarkan badan. 


"La, kamu bawa baju ganti gak? Aku gak bawa lagi, takutnya kita nginep nih karena cuacanya kaya mau turun hujan ya?" Tanyaku ke Lala. 


"Aku cuma bawa satu stel Kar, coba tanya sama Pandu dan Sakti deh." Jawab Lala.


"Yank, kira-kira kita nginep gak sih? Ini aja udah jam 1 siang dan sepertinya mau turun hujan deh Yank." Tanyaku ke Sakti. 


"Kita liat sikon nanti aja Yank, survey hanya sebentar ko. Ketemu dengan kepala desa lalu mencari rumah yang ingin kita tempati nanti." Jawab Sakti sambil memotret ke sekeliling.


"Kalau cuaca begini, kayanya kita nginep deh. Masih cape di jalan Sak kalau harus langsung pulang." Jawab Pandu. 


"Iya juga sih. Kita pastikan nanti aja kalau udah sampai rumah pak kades." Jawab Sakti. 


Perjalanan menggunakan andong hampir 30 menit dan akhirnya kami tiba di sebuah perkampungan yang jumlah kepala keluarganya hanya sekitar 15 dengan jarak rumah yang saling berjauhan. 


Kami berhenti di sebuah gank kecil yang tidak bisa di lalui oleh andong hingga kami harus berjalan kaki memasuki perkampungan tersebut. 


"Astagfirullah......" 


Tiba-tiba Pandu mengagetkan kami dengan berteriak istigfar dengan suaranya yang kencang.


"Kenapa kamu Du?" Tanya Sakti bingung.


"Ah gak ada apa-apa. Ayo jalan. Jangan lupa baca doa dulu ya." Jawab Pandu dengan raut wajah yang sangat serius, tak biasanya dia seperti itu.


Pandu itu cowok tengil dan suka berisik menggoda Lala atau cewek cantik lainnya. Namun saat memasuki gank kecil di desa pelosok ini, sikap Pandu lebih kalem dan selalu berhati-hati dalam berbicara. 


Kami melewati jalan setapak yang benar-benar alami, masih banyak semak belukar dan aliran sungai yang sangat jernih airnya. Dari kejauhan, aku melihat ada rumah-rumah kayu berbentuk panggung yang sekelilingnya di tumbuhi pohon-pohon rimbun.


Rumah di desa ini berjauhan sekali, jaraknya sekitar 15 meter antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya. Selebihnya terbentang perkebunan kosong yang belantara dan ada juga kebun sayuran milik warga. 


Saat kami berjalan kaki sekitar 10 menit tiba-tiba kami berpapasan dengan seorang nenek tua yang sudah bungkuk dengan membawa buntelan kain yang diletakan di bagian pinggangnya. 


Nenek tersebut tiba-tiba berhenti tepat di hadapan kami sekitar 6 meter dan menatap wajah kami satu persatu dengan tatapan yang misterius. 


"Misi Nek," sapa Pandu. 


"Kalian mau kemana?" Tanya si nenek dengan sorot mata yang tajam. 


"Kami ingin ke rumah pak kades Nek. Kalau boleh tau, rumahnya dimana ya Nek?" Jawab Sakti sesopan mungkin. 


Aku hanya tersenyum menyapa si Nenek sedangkan Lala hanya menundukan kepalanya saja seperti enggan menatap wajah si Nenek tua tersebut.


"Oh rumah Pak kades di sebelah sana. Dari pertigaan itu, ambil kanan saja." Jawab Si nenek dengan suaranya yang berat. 


Namun, entah mengapa mata nenek itu selalu menatap tajam ke arah Lala yang sedari tadi menundukan kepala saja. 


"Terimakasih ya Nek. Kami permisi dulu Nek. Assalamualaikum." Jawab Pandu. 


Namun saat kami hendak jalan meninggalkan si Nenek tua tiba-tiba Nenek itu berkata lagi dengan suaranya yang semakin berat. 


"Kalian hati-hati saja, jangan sembarangan berbuat aneh-aneh di wilayah kami." Ucap si Nenek sambil menatap tajam satu persatu wajah kami. 


"Baik Nek, terimakasih atas nasihatnya." Jawab Sakti. 


Akhirnya kami berjalan kaki lagi menuju ke pertigaan meninggalkan Nenek tua itu namun saat aku menoleh ke belakang tiba-tiba sosok Nenek tua itu sudah tidak ada lagi.


"Loh, ko si neneknya udah gak ada?" Tanyaku histeris. 


"Sudah jalan ko tadi ke arah sana aku lihat." Jawab Pandu. 


"Ya mungkin lewat jalan pintas." Sahut Sakti.


"Oh gitu. Yowislah..." Sahutku sambil menghela nafas.


Lagi-lagi Lala hanya terdiam sesekali menatap ke sekeliling sambil terus berjalan di belakang Pandu sedangkan aku berjalan dibelakang Lala dan Sakti berjalan paling belakang. 


Setibanya di depan pekarangan rumah Pak Kades terlihat begitu sepi namun ada seorang ibu-ibu yang sedang menjemur di belakang rumah panggung itu. 


"Assalamulaikum Bu...." Ucap Pandu. 


"Walaikumsalam. Loh, ade-ade mau kemana?" Tanya si Ibu sambil menyudahi aktivitasnya menjemur. 


"Bu, apa benar ini rumah Pak kades?" Tanya Sakti.


"Ya benar. Saya istrinya Pak kades. Ade-ade ada keperluan apa ya? Sepertinya kalian dari kampus ya?" Tanya Bu kades. 


"Benar Bu. Kami datang ke desa ini dengan tujuan untuk survey Bu karena nanti kami ingin mengadakan penelitian untuk tugas akhir di kampus. Apakah pak kadesnya ada di rumah Bu?" Tanya Pandu. 


"Oh kalau gitu kalian duduk sebentar ya, Ibu panggilkan bapak di dalam." Jawab bu kades dengan tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. 


Kami duduk di bangku kayu yang terletak di samping rumah Pak kades yang begitu asri dan bersih. Aku pasti betah tinggal di sini karena suasananya benar-benar asri, sejuk dan indah. 


"La, kamu sakit?"


Tiba-tiba Sakti bertanya kepada Lala hingga membuat ku terkejut bahkan Pandupun sontak menoleh ke arah Sakti dengan raut wajah yang membingungkan. Memang sikap Sakti beda sekali seperti biasanya. Bukan aku saja yang merasakan hal itu namun Pandu sahabatnya pun pasti merasakan perbedaan sikap Sakti terhadap Lala. 


"Kayanya aku masuk angin. Perutku tiba-tiba mual, kepalaku sedikit pusing Sak." Jawab Lala dengan wajah yang mulai lemas. 


"Oh iya, mungkin tadi masuk angin karena perjalanannya kan jauh. Ya udah makan dulu La, kamu bawa makanan?" Tanya Sakti dengan raut wajah yang khawatir. 


Lagi-lagi aku hanya duduk terdiam melihat tingkah laku mereka yang membuat perasaanku semakin tak karuan. 


Tiba-tiba Pak kades keluar dan menyambut hangat kedatangan kami. 


"Assalamualaikum pak kades." Sapa Pandu. 


"Walaikumsalam. Ayo masuk adek-adek." Jawab Pak kades. 


"Terimakasih pak." Jawabku sambil berjalan memasuki rumah panggung pak kades yang di lantai bawahnya terdapat ruang tamu yang begitu luas dan terpampang banyak ukiran di bagian tiang-tiang kayunya serta ada beberapa patung berbentuk harimau yang terpampang di setiap sudut ruangan tamu.


Saat sedang menaiki anak tangga tiba-tiba Lala muntah-muntah di bawah hingga membuat Pak kades dan bu kades panik. Terlebih lagi dengan Sakti yang tiba-tiba memegang bagian punuk Lala saat sedang muntah.


Seketika itu pula hatiku terasa begitu sakit melihat kekasihku memperlakukan sahabatku sendiri seperti itu. Terdengar bisikan pelan di telingaku yaitu suara Pandu yang hendak melewati ku untuk turun lagi ke bawah menghampiri Lala dan Sakti.


"Sabar, jangan emosi ya. Tahan." Bisik pelan suara Pandu di samping telingaku. 


Aku hanya memejamkan mata lalu menghela nafas panjang berharap semua baik-baik saja. Ya Pandu memang selalu menjadi penengah setiap kali aku marah dengan Sakti. Begitu juga Lala selalu menasehati ku jika hubungan kami sedang tidak baik-baik saja.


Kemudian Lala dibawa ke dalam kamar untuk beristirahat usai minum obat dan makan siang di rumah Pak kades. 


"Mohon maaf ya pak, kami jadi merepotkan bapak." Ucapku merasa bersalah. 


"Tidak apa-apa. Kalian kan sudah jauh-jauh kesini. Lebih baik bermalam dulu saja di rumah bapak, besok baru pulang. Sore ini kita langsung survey ke desa ini ya nanti bapak dan Ibu temani." Jawab Pak kades. 


"Makasih banyak ya Pak." Ucap Pandu dan Sakti. 


***


"La, kita mau keliling desa sama Pak kades dan Bu kades. Kamu lebih baik tidur saja ya, istirahat dulu agar lebih vit lagi." Ucapku.


"Tapi aku ingin ikut La, aku gak apa-apa ko habis minum obat tadi." Jawab Lala. 


"Benar nih kamu kuat La?" Tanya Pandu. 


"La, lebih baik tiduran dulu saja di sini. Biar kami saja yang survey, lagi pula hanya keliling sebentar saja ko. Kamu harus vit dulu La." Sahut Sakti.


Semenjak aku merasakan perbedaan sikap Sakti, aku tak lagi bermanja-manja dengannya seperti biasa bahkan aku mulai menjauh dan diam dengannya, aku tak ingin emosiku terpancing karena kecemburuan yang berlebihan ini.


"Sekar....sahabatmu sedang sakit, jangan berprasangka buruk ya terhadapnya." Batinku terus-terusan mencoba untuk menenangkan diriku sendiri.


Akhirnya Lala menurut, dia terpaksa tidak ikut survey bersama kami. Pak kades dan Bu kades menemani kami keliling desa ini memasuki ke perkampungan yang masih sangat alami. Sedangkan Lala ditemani oleh putri pak kades yang masih berusia sekitar 10 tahun yang sedang asyik menonton TV. 


Kami berangkat dengan berjalan kaki sekitar jam 14:15 ke dalam perkampungan ini. Entah mengapa tiba-tiba aku merasakan hawa merinding saat melewati pemakaman yang ada di samping jalan setapak ini. 


Sakti tau setiap gerak gerik ku jika sedang ketakutan, sontak dia menggenggam erat tanganku dan berkata :


"Jangan takut Yank, kan ada aku. Kamu mah kebiasaan deh penakut banget." Ucapnya sambil tersenyum manis meledekku. 


Aku tak bisa marah dengan Sakti, setiap ucapan dan perlakuan lembutnya selalu bisa meluluhkan hatiku hingga seakan tak ada lagi masalah yang tadi sempat menghantui pikiranku. 


"Nanti kalian menginap di rumah ini. Ini adalah rumah anak bapak yang sudah tidak di tempati lagi." Ucap Pak kades saat berhenti di depan rumah panggung yang tak jauh dari pemakaman umum. 


"Hah? Rumahnya deket sama makam?" Jawabku kaget dan spontan. 


"Jangan takut Dek. Jika niat kalian baik, insha allah tak ada apa-apa ko. Yang terpenting, kalian jangan menghiraukan jika ada tamu yang datang di atas jam 8 ya?" Jawab Bu kades. 


"Loh, kenapa Bu? Bukankah jam 8 itu masih sore ya Bu dan masih banyak warga yang berlalu lalang?" 


####


Next kah?

Tinggalkan jejak komennya yuk kak biar cepar up bab 3