Part 6
Part 6 
Melakukan aborsi saat penelitian di desa pelosok by Ayu rasya alkahfi 


Sudut pandang Sakti 
----------------------


*****


Perlahan ku langkahkan kaki untuk membangunkan Lala yang memang pintunya tidak ada kuncinya. Pak Kades tidak memberikan kami kunci pintu, entahlah akupun tak mengerti. 


Kakiku sungguh gemetaran dan keringat jagung mulai bermunculan di keningku padahal jelas-jelas udara di desa ini sangatlah dingin. Tapi, aku tak akan membiarkan masalah ini berlarut-larut apalagi Sekar sudah mulai merasakan perubahan tingkah laku ku dan Lalapun sudah menunjukan gejala yang selama ini aku takuti. 


Krek.....


Ku buka pelan pintu kamar wanita dan ternyata Lala sedang duduk termenung di sisi ranjang besi yang di kelilingi oleh kelambu putih. Sedangkan pacarku Sekar sudah begitu nyenyak dan badannya menghadap ke sisi dinding kayu ini. 


Lala sedang tertunduk dan memegang perutnya. Sontak aku pun memberikan kode agar dia segera keluar dari kamar dan jangan sampai Sekar terbangun.


"Ssssttt.....La.....Lala......" 


Dengan terkejutnya Lala langsung menoleh ke arahku dengan raut wajah yang ketakutan. 


"Sini....." Ucapku sambil melambaikan tangan di ambang pintu. 


Sesekali akupun mengecek ke luar agar Pandu tidak terbangun mencari aku yang tidak ada di sampingnya. Lala seketika mendekati ku dan dengan segera ku genggam tangan Lala agar segera menuju ke dapur belakang. Aku tak ingin ada seorangpun yang melihat kami sedang berduaan di tengah malam seperti ini. 


"La, kamu kenapa La? Kenapa dari awal datang, tingkah laku mu aneh?" Tanyaku dengan perasaan yang tak karuan. 


Seketika Lala langsung menangis tersedu-sedu hingga aku menariknya ke samping lemari kayu yang ada di samping kamar kosong tersebut. 


Lala tak bisa menjawab sepatah katapun, air matanya semakin deras mengalir sambil memegang perutnya yang sudah terlihat agak sedikit membuncit. 


Badan Lala kurus dan tingginyapun standar jadi aku tau persis perubahan fisik yang sudah mulai terlihat dari tubuh Lala. 


"La, jawab La. Jangan buat pikiran ku kacau seperti ini." Ucapku dengan nada suara yang menekan sambil memegang kedua lengannya.


Nafas Lala semakin tersendat-sendat dan tangisannya semakin pecah hingga membuat mataku jelalatan ketakutan karena khawatir Pandu dan Sekar mendengar obrolan kami.


Dengan terpaksa, aku akhirnya menarik tangan Lala untuk masuk ke dalam kamar yang kosong itu. Aku sudah panik dan takut sekali jika Sekar dan Pandu melihat kami sedang berduaan di dapur. Pasti mereka akan curiga, terlebih Lala terus-terusan menangis tak henti hingga membuat ku semakin takut. 


Lala hendak berontak dan melepas tanganku saat aku sudah membuka pintu kamar tersebut. Ternyata kondisi dalam kamar itu gelap sekali, tak ada lampu petromax seperti kamar-kamar yang lainnya. 


"La, plis jangan kaya anak kecil begini. Jangan buat aku takut La. Kita sudah dewasa, kita harus menyelesaikan masalah ini dan jangan sampai Sekar tau. Plis La, sebentar saja kita bahas masalah ini di dalam kamar itu agar Pandupun tak melihat kebersamaan kita." Ucapku sambil memohon dengan memegang erat tangan Lala yang terasa sangat dingin. 


Akhirnya Lala mau masuk ke dalam kamar kosong ini bersama ku. Ku keluarkan ponsel untuk menerangi ruangan ini agar tidak terlalu mencekam karena kondisi kami sedang genting saat ini. 


Saat aku menyalakan lampu senter di ponsel ku dan aku menatap tajam ke sekeliling kamar ini yang terlihat begitu menyeramkan hingga seketika bulu kudukku merinding hebat. 


Dalam kamar kosong ini, terlihat ada sebuah ranjang model kuno dengan di kelilingi kelambu berwarna putih keruh yang sudah banyak noda. Dan yang membuat aku tercengang, di bagian seprei yang berwarna putih keruh itu seperti ada bekas bercak darah yang warnanya sudah memudar dan mengering. Lalu di bagian pojok ranjangnya terlihat ada sebuah kain batik yang tersusun rapi, sapu lidi, bantal kepala dan bantal guling bermotif batik merah.


Hiasan-hiasan di dinding ini pun sungguh membuat detak jantungku semakin cepat. Ada seikat rambut yang sangat panjang menempel di dinding kayu kamar ini lalu ada bingkai foto seorang wanita yang sangat cantik yang membuat jantungku serasa putus karena sosok wanita yang ada di bingkai itu mirip sekali dengan sosok yang tadi hadir dalam mimpiku. 


"Ah, aku mikir apa sih. Sekarang saatnya aku dan Lala harus menyelesaikan masalah ini, jangan sampai orang-orang tau yang sebenarnya." Batinku berkata. 


Ku pegang tangan Lala lalu ku arahkan untuk duduk di tepi ranjang untuk sebentar saja menceritakan kepada ku apa yang sudah ia alami saat ini. 


"La, coba tatap mataku. Kamu percaya kan sama aku? Plis La, jujur apa yang kamu alami. Jangan buat aku takut seperti ini." 


Aku duduk di tepi ranjang, tepat di samping Lala hingga lutut kami saling bersentuhan. Lalu tak lama kemudian, Lala langsung memeluk ku dan tangisannya semakin menjadi-jadi hingga kedua tanganku menutup mulutnya agar jangan sampai terdengar ke yang lain. 


"Huss...La, tolong jangan buat aku emosi. Kamu bukan anak kecil lagi La." Ucapku dengan nada suara yang meninggi. 


Lala memandangku sambil meneteskan air mata dan menahan rasa sesak di dadanya hingga membuat hatiku serasa hancur. Lalu perlahan ia membuka mulutnya walau suaranya terbata-bata.


"Sak, aku hamil. Aku hamil Sak. Aku takut....." 


Dia kembali menangis lagi dan menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu mengacak-ngacak rambutnya seperti orang yang sedang depresi. Tak kuasa sekujur tubuhku seperti tersengat aliran listrik, gemetaran luar biasa dan detak jantungku seakan tak lagi berdetak. 


Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipi, begitu jahatnya aku sebagai seorang pria yang sudah menghancurkan dua wanita sekaligus. Terlebih dengan Sekar yang sangat aku cintai, aku tak akan sanggup melihatnya menangis karena perbuatan******ku ini. 


"Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat? Aku tak sanggup jika harus kehilangan Sekar dan membuat malu keluarga besar ku. Bahkan aku pasti sudah mencoreng nama baik kampus ku. Aku adalah ketua mahasiswa yang selalu di bangga-banggakan oleh para dosen dan mahasiswa lainnya, mana mungkin aku bisa menerima kenyataan ini." Batinku seakan menjerit tak dapat menerima ini semua. 


"Kamu harus tanggung jawab Sak. Biar bagaimanapun juga janin ini adalah darah daging mu sendiri." 


Nada suara Lala sudah mulai meninggi dan kedua matanya menatap tajam seperti mengancam ku hingga aku tak lagi bisa berbuat apa-apa. 


Ku tarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk tetap tenang dalam menyikapi masalah ini. Aku tau masalah ini bukanlah masalah sepeleh. Kehadiran janin itu adalah petaka terbesar dalam hidupku yang tak mungkin bisa aku terima begitu saja. 


"Baik La. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatan ini tapi boleh aku meminta waktu?" 
Pintaku sambil menggenggam erat tangan Lala. 


"Sampai kapan Sak? Sampai anak ini lahir ke dunia?" Jawab Lala sambil menangis dan melepaskan genggamanku. 


"Sampai penelitian ini berakhir La dan kita juga sebentar lagi akan wisuda. Aku tak sanggup jika harus menghancurkan masa depan Sekar dan membuat nilai Sekar menurun saat persidangan  skripsi nanti. Aku mohon La, kamu bisa mengerti dan percaya sama aku." 


Dengan spontannya, aku langsung memeluk tubuh Lala dan dia semakin menangis tersedu-sedu dalam pelukanku. Semakin lama pelukan Lala semakin erat dan dia berkata dengan suaranya yang terbata-bata. 


"Sak, aku sangat mencintaimu dari dulu. Jauh sebelum Sekar mengenalmu. Aku rela jika harus menjadi wanita simpanan mu seperti ini. Aku sudah cukup sabar Sak menunggu mu hingga kau berani berkata jujur kepada Sekar yang sebenarnya. Tapi sampai aku hamilpun, kamu tak sanggup melepaskan Sekar. Malah hubungan kalian semakin mesra dan ku dengar bahwa setelah wisuda, kalian akan segera menikah. Lalu bagaimana dengan nasib ku, Sak. Apa tak sedikitpun kamu memikirkan bagaimana perasaan ku?" 


Hatiku seakan hancur berkeping mendengar ucapan Lala disertai suara isak tangis yang membuat hatiku semakin pilu. Ya, memang benar adanya bahwa aku sudah mengenal Lala jauh sebelum aku mendekati Sekar. 


Lala dan Sekar memang teman dari kecil. Sejak sekolah dasar hingga kuliah pun mereka masih terus bersama. Aku mengenal Sekar memang berawal dari Lala yang kebetulan kami dipertemukan di satu universitas. 


Dulu saat masa-masa SMA, aku berkenalan dengan Lala di suatu acara keluarga. Kebetulan keluarga Lala sedang menghadiri acara pernikahan abang ku di gedung dan ternyata Ayahnya Lala adalah rekan kerja abangku di kantor. Akhirnya kami berkenalan dan menjalin komunikasi melalui handpone dan media sosial. 


Dulu kami jarang bertemu langsung sejak perkenalan di acara nikahan tersebut karena memang kami beda sekolah dan akupun sibuk dengan organisasi di sekolah yang kebetulan pada saat itu aku menjabat sebagai ketua osis. Tentu komunikasi kami hanya intens di dunia maya saja dan terhitung hanya 3 kali kami berjumpa selama kenalan itu.


Hingga akhirnya tanpa di rencanakan, kami bertemu di satu universitas. Padahal aku tidak tau kalau Lala ternyata mengambil jurusan yang sama dengan ku. Sejak itulah, hubungan kami menjadi lebih dekat dan sering bertemu di kampus. Namun, aku justru naksir dengan sahabat Lala yang bernama Sekar. 


Pertama kali aku melihat Sekar saat Lala mengenalkan di acara ospek mahasiswa baru. Pandangan pertama sungguh berkesan, Sekar sangat cantik dan pintar dalam berkomunikasi bahkan dia memiliki hobi yang sama dengan ku. Sering mengajukan pendapat saat sedang diskusi di kampus. Sekar adalah cewek pemberani, cerdas dan sangat murah senyum. Baru pertama kali aku mengenal sosok wanita seperti Sekar. 


Dan akhirnya, aku, Sekar, Pandu dan satu teman ku lagi yang bernama Akbar di tunjuk sebagai anggota dalam pemilihan struktur organisasi himpunan mahasiswa di kampus. Aku terpilih sebagai ketua, Sekar sebagai wakil, Pandu sebagai bendahara dan Akbar sebagai sekretaris. 


Aku dan Sekarpun akhirnya semakin sering bertemu hingga menjalin kedekatan serius. Hobi kami sama dan bahkan aku sangat menyukai kepribadian Sekar. Dia adalah sosok pacar yang selalu membuat aku bangga. Banyak dosen yang senang dengan Sekar dan banyak pula mahasiswa yang mencoba mendekati Sekar. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menembak Sekar agar menjadi kekasihku. Dan tak disangka ternyata Sekarpun menerima cintaku dengan senang hati. Hingga sekarang, aku tak pernah menemukan ada kecacatan dari kepribadian Sekar. Dia selalu bisa membuat ku bahagia. 


Namun, entah mengapa bisikan setan hadir dalam hidupku pada saat itu hingga Lala pun hamil darah dagingku sendiri. 


****


Tak terasa aku dan Lala terbuai dengan suasana di kamar ini yang seakan-akan membuat hati dan pikiran kita semakin tenang. Lala semakin memeluk erat tubuhku dan perlahan ia membelai-belai telingaku dan pipiku hingga membuat ku tak lagi berdaya. 


Hatiku menolak karena kamar ini sungguh di larang oleh Pak Kades dan Bu Kades. Aku hanya berniat sebentar saja menumpang ngobrol empat mata dengan Lala. Tapi, entah kenapa Lala selalu saja memperlakukan ku seperti seorang raja. Perlakuan Lala sungguh berbanding terbalik dengan Sekar. Tak pernah sedikitpun Sekar bersikap manja saat sedang berduaan dengan ku. Justru Lala yang semakin sering bermanja-manja saat dekat dengan ku hingga bisikan setan sering kali mengganggu telingaku. 


"La, sudah yuk kita keluar." Bisikku pelan di telinga Lala saat dia sedang membelai bagian leherku dengan mesranya. 


####


Next ??? 


Seperti biasanya, melihat komen terbanyak lagi. Jika melebihi 50 pembaca yang komen di bab ini, aku akan up bab 7 sekarang juga 😊