Melakukan aborsi saat penelitian di desa pelosok (1)
By Ayu rasya alkahfi
Pastikan klik tombol hijau berlangganan dulu ya kak agar selalu update bab terbaru.
*****
Perkenalkan namaku Sekar. Aku sedang menjalani semester akhir di sebuah universitas swasta. Jabatan ku di kampus sebagai wakil ketua himpunan mahasiswa dan kebetulan aku menjalin hubungan dengan salah satu mahasiswa yang cukup terkenal di kampus ini, sebut saja namanya Sakti. Dia menjabat sebagai ketua himpunan mahasiswa di kampus. Hampir setiap hari kami bertemu di acara diskusi kampus dan hubungan kamipun akhirnya terjalin karena begitu intensnya pertemuan kami.
Hubungan kami terjalin sejak 3 tahun lamanya hingga hampir seluruh mahasiswa di kampus ini tau bahwa kami adalah pasangan yang paling fenomenal. Dimana ada Sakti, disitu pasti ada Sekar. Sakti adalah pria yang sangat gagah, tampan dan cerdas. Dia termasuk mahasiswa berprestasi dan aktif di organisasi, tak jauh beda dengan ku.
Selain Sakti, akupun mempunyai sahabat yang paling dekat bernama Lala dan Sisi. Kami bertiga selalu kompak jika dalam hal kegiatan kampus, apalagi yang berbau dengan pendakian ke gunung dan menjelajahi desa-desa terpencil yang ada di Indonesia. Bisa dibilang kami adalah cewek tomboy yang cantik. Diantara kami bertiga, hanya Lala yang paling pendiam dan paling pintar otaknya dalam hal berhitung (matematika) namun Lala juga yang paling cantik dan lugu diantara kami. Sedangkan Sisi adalah sahabatku yang paling bawel dan centil. Namun keduanya belum mempunyai pacar, mereka lebih asyik berkumpul dengan teman-teman hingga terkadang lupa waktu. Berbeda dengan ku yang kemana-mana selalu berduaan dengan Sakti.
Semester akhir ini, kami mendapat tugas untuk melakukan penelitian di sebuah desa pelosok. Ya, memang masih butuh waktu 3 bulan lagi persiapan kami untuk keberangkatan ke desa terpencil yang ada di pulau jawa. Tapi kami harus menyiapkan banyak bekal karena menurut informasi bahwa desa tersebut banyak pantangan yang tidak boleh di langgar. Semakin banyak mistisnya, jiwa muda kami semakin tertantang untuk segera menginjakan kaki di desa tersebut. Setiap hari, kami selalu pulang malam untuk menyiapkan proposal penelitian serta alat dan bahan apa saja yang harus kami bawa. Walau lelah, tapi aku tak pernah menyerah setiap berhubungan dengan penelitian ke luar kampus, sungguh menarik menurut ku.
Sebelum penelitian di mulai tiga bulan mendatang, kami memutuskan untuk mengadakan survey terlebih dahulu untuk memastikan lokasi desanya dan tempat penginapan selama penelitian nanti berlangsung. Adapun yang ikut survey hanya kami berempat yaitu pacarku Sakti, Pandu dan Lala.
Kami berangkat survey dengan menggunakan kereta api agar tak membuang waktu lama.
"Woy, kalian udah hafal jalan ke desa itu?" Tanya Pandu, mahasiswa yang terkenal paling playboy di kampus karena ketampanannya.
"Ya kan jaman sudah modern begini Du, sudah ada google map jadi gampang untuk melacak lokasi." Jawab Sakti sambil meledek.
"Kita juga kan bisa tanya-tanya sama warga sekitar." Jawabku.
Kami bertiga selalu ramai setiap membahas perihal penelitian di desa pelosok ini. Terlebih dengan Pandu yang selalu berkomentar bahwa desa tersebut banyak kejadian mistis yang harus kita waspadai. Pandu adalah mahasiswa yang dijuluki playboy karena punya banyak cewek yang cantik-cantik, tetapi dia memiliki kelebihan dari kecil dalam melihat dan merasakan adanya makhluk halus di sekeliling kita. Jadi tak aneh jika dia selalu berisik menasehati kami agar taat pada tata krama yang ada di desa pelosok tersebut untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Sedangkan Lala, dia hanya tersenyum manis setiap kali mendengar kami sedang ribut membahas tempat penelitian. Ya, Lala sahabatku dari kecil itu memang pendiam sekali. Dia bicara jika ada hal yang sangat penting saja dan lebih banyak sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Namun, jika aku sedang ada masalah dengan Sakti, Lala pandai sekali memberikan solusi. Pikiran dia lebih dewasa dibanding dengan ku yang terkadang masih seperti anak-anak yang sering ngambek.
"La, komentar dong, sekali-kali ngomong gitu. Daritadi cuma senyam-senyum aja, bikin gregetan deh." Celoteh Pandu sambil tertawa terbahak-bahak di dalam kereta.
Ya, Pandu memang sering menggoda sahabat-sahabat ku. Namanya juga cowok playboy, gak bisa melihat cewek mulus. Itulah Pandu. Berbeda dengan kekasihku, Sakti. Dia adalah pria yang kalem dan staycool serta berwibawa sekali. Banyak mahasiswa yang mengagumi sosok Sakti namun entah mengapa dia justru memilih ku sebagai pacar sejak awal masuk kuliah.
Sepanjang perjalanan di kereta, kami bertiga masih saja bersenda gurau membahas apa saja yang harus kita lakukan saat pengambilan data di desa pelosok itu. Hingga akhirnya perutku berbunyi menahan lapar karena tadi pagi aku belum sempat sarapan.
"Yank, aku laper. Kamu bawa makan gak?" Tanyaku ke Sakti.
"Kamu belum sarapan tadi? Nih aku bawa makanan. Makan aja, nanti kamu sakit." Jawab Sakti sambil mengeluarkan sebungkus plastik dari dalam tas.
"La, kamu sudah sarapan?" Tanyaku ke Lala.
"Sudah ko Kar. Kira-kira masih lama gak ya sampenya? Aku ngantuk deh, mau tidur sebentar." Jawab Lala sambil menguap.
"Masih lumayan ko La, tidur saja ga apa-apa. Nanti aku bangunin kalau sudah sampai." Jawab Sakti.
Aku yang sibuk makan sedaritadi tidak terlalu menyimak obrolan Lala dan Sakti. Terlebih Pandu mengajakku ngobrol hingga aku tak fokus mendengar ucapan pacarku yang tak biasanya itu.
Perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 7 jam di dalam kereta membuat ku merasakan kejenuhan. Usai makan, akupun tertidur pulas di samping Sakti dan Lalapun sedari tadi sudah terlelap tidur di hadapanku. Dia duduk di samping Pandu hingga kepalanya bersandar di bahu Pandu. Namun entah mengapa, saat aku menyandarkan kepalaku di bahu Sakti, ia justru sedang memandang Lala dengan raut wajah yang tak biasanya. Lagi-lagi aku merasakan ada kejanggalan dari sosok pacarku ini.
"Ah, mungkin hanya firasat ku saja. Ngapain sih mikir aneh-aneh, Sekar....!" Batinku mulai menolak pikiran aneh ini.
Ku pejamkan mata saat kereta api mulai melintas jalur berkelok dan sisi kanan kirinya terlihat tebing yang di kelilingi pohon-pohon rimbun. Seketika kondisi di dalam kereta sungguh gelap karena melewati hutan belantara yang tak dapat di tembus oleh cahaya matahari.
Kedua mataku enggan terpejam saat melihat pemandangan di sekeliling yang begitu keren. Hatiku sungguh takjub setiap kali melihat panorama alam seperti ini.
Dengan segera, ku keluarkan ponsel untuk merekam kondisi di dalam kereta yang sedang melintas area perhutanan. Begitu juga dengan Sakti dan Pandu yang mulai sibuk membuat foto dokumentasi perjalanan survey kami ke desa pelosok ujung pulau jawa ini.
"Yank, keren banget ya. Aku baru kali ini loh melihat tebing-tebing yang sangat tinggi di kelilingi oleh pohon rindang seperti ini. Asli keren banget." Ucapku takjub.
"Iya Yank, asli keren banget pemandangannya." Jawab Sakti.
Namun tiba-tiba Lala menjerit sekencang-kencang saat terbangun dari lelapnya tidur.
"Aaaaaaa......toollooonng......."
Sontak kami kaget luar biasa dan pandangan kami langsung tertuju ke Lala yang seketika memeluk Pandu yang ada di sampingnya sambil menangis ketakutan.
"Loh, kamu kenapa La? Mimpi buruk pasti deh." Tanyaku yang duduk di hadapannya.
"Iya, pasti tidurnya gak baca dulu nih." Sahut Pandu.
Namun tiba-tiba Sakti terburu-buru mengeluarkan botol minum yang ada di dalam tas ranselnya dengan raut wajah panik.
"La, minum dulu nih supaya lebih tenang. Lain kali tidurnya jangan lama-lama jadi mimpi buruk gitu." Ucap Sakti sambil menyodorkan botol minum kesayangannya.
Ya, botol minum tersebut adalah hadiah dari ku saat Sakti dinyatakan menang sebagai ketua dalam pemilihan himpunan mahasiswa di kampus. Aku memberikannya hadiah satu set perlengkapan mendaki gunung. Yang aku tau bahwa botol itu hanya untuk aku dan dia saja yang boleh memakainya karena memang Sakti jarang sekali mengeluarkan botol tersebut di depan teman-teman saat mendaki gunung.
Ah, lagi-lagi aku berprasangka buruk kepada kekasihku sendiri. Tidak mungkin Sakti ada perasaan kepada sahabat ku sendiri, kami menjalin hubungan sudah menanjak tahun ke-4 dan kami juga berniat untuk segera tunangan usai wisuda nanti karena kedua orang tua kami tak ingin anak-anaknya terjerumus ke dalam pergaulan bebas anak jaman sekarang. Lebih baik menikah muda sambil meniti karier bersama-sama.
"Kamu mimpi apa La, ko ketakutan gitu?" Tanya Sakti.
"Ah, enggak ko Sak. Mungkin aku hanya terbawa suasana hawa dingin di pegunungan saja." Jawab Lala mulai tenang.
"Ya sudah, kita siap-siap ya. Sebentar lagi sampai di stasiun terakhir." Jawab Sakti sambil memasukan botol minum yang diberikan Lala.
Aku hanya terdiam seribu bahasa. Namanya wanita pasti memiliki perasaan yang peka melihat sikap kekasihnya berubah tak seperti biasanya. Saat wajahku sudah mulai menunjukan kejenuhan tiba-tiba Pandu mengedipkan mata kirinya dan tersenyum manis menghibur ku.
Ya, Pandu memang sahabat terdekat Sakti dan tentu Pandu sangat tau bagaimana perasaan ku saat ini. Tapi, aku tak ingin mengacaukan acara survey ini hanya karena rasa cemburu. Dalam kamus ku, tak ada sifat cemburu seperti ini dengan sahabat sendiri yang dari SD sampai kuliah selalu bersama-sama.
Setibanya di stasiun, kami berangkat ke desa pelosok tersebut dengan menggunakan andong karena disini tidak ada ojek atau angkutan umum yang bisa memasuki desa tersebut. Jangankan membuka google map, sinyal di sini saja sudah mulai bermasalah. Apalagi saat andong sudah berjalan, sinyal di ponsel kami terkadang hilang lalu muncul sedikit hingga menghambat kami untuk berkomunikasi dengan Sisi yang stay di rumah.
Aku menatap tajam gerak-gerik Lala yang duduk berhadapan dengan ku di Andong dan bahkan pahanya menempel dengan ku. Sedangkan Sakti dan Pandu duduk di bagian belakang agar sekaligus menjaga kami para cewek-cewek.
Tatapan Lala selalu menghadap ke depan pak kusir yang sedang melewati jalan kecil yang di penuhi oleh batu-batu kerikil. Aku melihat Lala seperti sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Tak biasanya dia seperti ini, terlalu pendiam dan benar-benar tak mau bicara sama sekali.
.
.
.
Next??
Menunggu komen terbanyak dulu ya kak baru di up next part.