Part 5 Melakukan aborsi saat penelitian di desa pelosok by Ayu rasya alkahfi
Ayo yang belum klik berlangganan, monggo di klik dulu kak dan berikan rating lima ya pada kisah Sekar si wanita kuat dan cantik.
*****
"Tapi Yank takutnya itu Kang Bejo atau Pak kades loh soalnya kan dari tadi di bawah seperti ada yang sedang ngobrol. Siapa tau mereka mau minta air minum atau mau menyeduh kopi." Jawab Sakti.
Beberapa detik aku hanya terdiam dan bingung antara takut dan penasaran pula siapa yang sedang mengetuk pintu itu. Lalu saat kami sedang terdiam mematung tiba-tiba terdengar ucapan salam namun suaranya terdengar seperti suara seorang wanita yang sangat lemah lembut.
"Permisi, selamat malam...."
Sontak kami berduapun beradu pandang sambil mengkerutkan kening. Wajah kami mulai berubah menjadi takut dan tiba-tiba terdengar suara pintu kamar terbuka. Ternyata Pandu yang keluar dari kamar dan berjalan menghampiri kami.
"Kenapa sih kalian ko ketakutan gitu?" Tanya Pandu kebingungan.
"Du, ada suara cewek di luar dan sudah dua kali mengetuk pintu." Jawab Sakti pelan.
"Kalian masuk saja deh ke kamar. Tidak usah menghiraukannya biar aku saja yang mengecek lewat jendela itu. Masuk gih sana, kalian kan belum sempat tidur sama sekali. Biar gantian saja, sekarang giliran aku yang jaga di ruang tamu." Jawab Pandu sambil mendorong badan kami agar segera masuk ke dalam kamar.
Akhirnya tanpa berlama-lama lagi, aku dan Saktipun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak karuan.
"Oke lah kalau begitu. Mataku juga udah sepet banget nih. Kalau ada apa-apa, langsung bangunin ya Du." Ucap Sakti sambil menepuk pundak Pandu lalu melangkah ke kamar 1.
"Yank, tidur dulu sana. Nanti subuh kita sudah harus siap-siap bangun untuk persiapan pulang." Ucap Sakti sambil mengusap kepalaku dengan lembut.
"Good night Yank." Jawabku sambil membuka pintu kamar 2 menyusul Lala yang masih tertidur pulas.
*****
Sudut pandang Pandu ----------
Ya, aku sengaja menyuruh Sekar dan Pandu agar secepatnya masuk ke kamar karena memang sedari tadi aku sudah tau bahwa malam ini akan kedatangan sesosok wanita penghuni rumah ini. Pantas saja kami di larang untuk membukakan pintu di atas jam 8 malam karena memang di desa ini setiap menjelang ba'da isya selalu terlihat sosok wanita yang berkeliling sepanjang desa dan mendatangi ibu-ibu yang sedang hamil ataupun yang sedang memiliki bayi di bawah usia 2 tahunan.
Dan ternyata sosok nenek tua yang bungkuk itu adalah sesepuh yang dahulu tinggal di desa ini. Dia adalah seorang dukun beranak yang sudah meninggal dunia di jaman dahulu. Dan kini nenek bungkuk tersebut menguasai wilayah ini. Terkadang menurut Kang Bejo, sosok nenek tua bungkuk ini sering menganggu para wisatawan yang berbuat kotor atau bersikap tidak sopan saat menginjakan kaki di desa ini. Sosok nenek tua itu juga sering menjahati wanita-wanita yang hamil di luar nikah, dia mengambil calon bayinya dan membunuh Ibunya secara tragis.
Aku mendapatkan informasi ini dari Kang Bejo. Diam-diam aku menyempatkan ngobrol empat mata dengan Kang Bejo saat yang lain masih sibuk bersih-bersih. Namun, Kang Bejo tidak menceritakan tentang pemilik rumah ini yang sudah tidak di tempati. Kang Bejo hanya memberitahu ku bahwa rumah ini adalah rumah anak pertamanya Pak Kades. Aku juga tidak tau, anaknya itu wanita atau laki-laki, sudah menikah atau belum karena Kang Bejo sepertinya di larang oleh Pak Kades untuk menceritakan ke orang asing seperti kami.
Usai Sakti dan Sekar masuk ke kamarnya masing-masing, aku sengaja berjaga di ruang tamu untuk menyaksikan sosok apa yang tadi mengetuk pintu berkali-kali hingga membangunkan tidur lelapku.
Ku rebahkan badan ini di sofa ruang tamu sambil mendengarkan alunan ayat suci alqur'an dengan radio mini yang dibawa Sekar. Namun beberapa menit aku menunggu, tak ada suara aneh lagi yang mencurigakan. Kondisi baik-baik saja dan semua teman-temanpun sudah tertidur lelap. Aku mengecek satu-persatu ke kamar 1 dan kamar 2, semuanya sudah aman dan tertidur lelap.
Namun, ada satu kamar yang paling belakang yang masih terkunci rapat. Ya, aku tak akan menggubris kamar tersebut karena tertera bacaan yang menempel di depan pintu dengan tulisan : "Jangan di buka"
Walau hatiku begitu penasaran, tapi aku selalu ingat akan pesan Ayahku jika berada di wilayah asing janganlah sembarangan bersikap dan taati peraturan yang ada. Meski aku terbilang cowok tengil, cowok playboy dan cowok yang nakal tapi aku sendiri masih mempunyai rambu-rambu dan tau bagaimana bersikap baik di wilayah orang. Apalagi sejak kecil, aku adalah satu-satunya cucu yang menurunkan kelebihan almarhum Kakek dalam melihat keberadaan sosok makhluk halus.
Bahkan dulu aku sempat tak sadarkan diri selama 2 hari dan aku dibilang mati suri. Namun karena usiaku masih sangat kecil, aku tak mengerti apa yang sedang aku alami saat itu. Aku hanya mengingat bahwa aku sedang di ajak main di suatu lapang tandus bersama seorang Kakek-kakek bersorban putih. Hingga sekarangpun sosok kakek tersebut sering datang setiap kali aku berdzikir di sepertiga malam.
Aku menjadi cowok tengil dan playboy karena aku ingin membuang pelan-pelan kemampuan indera penglihatanku terhadap makhluk halus. Terkadang aku lelah karena terlalu sering melihat wujud mereka yang hancur yang sering membuat hidup ku tidak tenang.
Menurut orang kampung, jika semakin bertambahnya usia maka kemampuan untuk melihat keberadaan makhluk halus itu semakin hilang. Namun aku justru tak ada perubahan sama sekali. Semakin aku dewasa, kemampuan ini semakin menjadi-jadi bahkan setiap sosok yang aku lihat saat sedang mendaki gunung itu selalu saja mengikuti ku hingga sampai ke rumah.
****
Saat aku sedang memejamkan mata sambil menikmati syahdunya ayat suci di radio mini tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu sebanyak tiga kali dan diiringi oleh ucapan salam dari suara wanita. Sontak aku langsung terbangun dan beranjak dari sofa.
Perlahan aku melangkah pelan menuju ke jendela untuk mengintip siapa yang tengah malam begini bertamu. Hembusan angin semakin kencang hingga membuat hordeng-hordeng jendela bertebrangan.
Dengan jantung yang semakin bergetar kencang, ku buka sedikit tirai hordeng jendela untuk mengecek siapa yang datang. Saat ku lihat dari balik jendela terlihat seorang wanita bertubuh tinggi seperti Sekar namun badannya berisi seperti sedang hamil 5 bulanan karena di bagian perutnya agak membuncit.
Wanita tersebut mengenakan baju dress sepanjang lutut berwarna merah dan ada motif bunga di bagian dadanya. Rambutnya lurus sepunggu, persis dengan Sekar jika di lihat dari sisi samping. Hidungnya sangat mancung dan wajahnya bersih hingga membuat ku ragu untuk membuka pintu atau jangan. Karena aku yakin bahwa sosok itu bukanlah manusia biasa.
"Mungkin dia adalah penunggu rumah ini dan sering berkeliaran di lokasi rumah ini." Ucapku dalam hati.
Lalu sosok itu kembali mengetuk pintu namun tak lagi memberikan ucapan salam. Aku mencoba untuk membaca doa pemberian Ayahku untuk mengusir segala gangguan ghaib yang masuk. Namun tiba-tiba terdengar suara pintu yang di banting dengan sangat kencang. Dan sontak aku menoleh ke arah sumber suara tersebut yang terdengar dari kamar ke 3 yang terletak di belakang.
"Astagfirullah, sepertinya pintu kamar itu yang terdengar di banting."
Perasaanku mulai tak karuan, terlebih saat aku menoleh ke sosok wanita yang tadi sedang berdiri di depan pintu utama, tiba-tiba dia menghilang entah kemana.
"Sepertinya benar bahwa wanita itulah yang menghuni rumah ini. Kamar ke tiga itu mungkin untuk tempat dia beristirahat."
Aku sempat berpikir seperti itu. Selama dia tidak menganggu, aku tak masalah jika hanya sekedar terdengar bunyi suara aneh. Asal jangan menampakan wujud seramnya ke teman-teman yang lain. Terlebih dengan Sekar yang terkadang sering parno dengan hal-hal yang berbau mistis. Dan aku juga agak khawatir dengan kondisi fisik Lala yang lemah seperti sekarang ini.
Jika kondisi badan kita sedang tidak bersahabat, maka cepat sekali terkena shir atau gangguan ghaib. Tapi aku berharap semua akan baik-baik saja.
Hingga jam menunjukan pukul 02:15, aku tak lagi mendengar suara aneh yang menakutkan. Hanya sesekali aku mendengar seperti ada suara orang-orang yang sedang ngobrol di bawah rumah panggung ini. Entahlah Kang Bejo atau sosok-sosok yang lain? Aku tak ingin berpikir terlalu berlebihan karena memang niat kami ke sini untuk hal yang baik agar dapat menyelesaikan tugas akhir.
Setelah kondisi di sekeliling ruangan ini aman, ku putuskan untuk tidur karena kepalaku sudah terasa pusing dan mataku sudah tak tahan lagi. Aku melangkah ke kamar untuk melanjutkan tidur hingga menjelang adzan subuh. Tapi, anehnya sejak magribhpun kami tak mendengar ada suara adzan di mushola atau mesjid. Akupun tak tau dimana letak mushola di desa ini. Kami selalu membawa radio ini untuk mendengarkan waktu adzan tiba setiap bepergian ke gunung atau ke desa pelosok seperti sekarang ini.
****
Sudut pandang Sakti ---------------
Tiba-tiba aku terbangun dari lelapnya tidur. Ini benar-benar aneh, aku seperti mimpi namun telingaku masih mendengar jelas suara-suara binatang malam dari dalam hutan yang ada di belakang rumah panggung ini.
Aku seperti melihat ada sosok wanita memakai baju dress selutut berwarna merah bunga-bunga. Namun, aku melihatnya dari samping saat dia berjalan melewati kamar ku ini dalam posisi pintu kamar yang terbuka. Lalu wanita itu memasuki kamar ke tiga yang ada di dekat dapur.
Wanita itu sungguh cantik, hidungnya mancung, rambutnya mirip seperti Sekar dan bahkan tubuhnya pun tinggi seperti Sekar. Namun bagian perutnya seperti membuncit.
Entahlah, mungkin aku hanya mimpi biasa saja karena terlalu kelelahan.
Saat aku terbangun tiba-tiba Pandu sudah tertidur di samping ku usai berjaga malam tadi di ruang tamu.
Pikiranku sedang tidak baik-baik saja, ya aku memikirkan tentang kondisi Lala. Kepalaku serasa mau pecah jika memang kekhawatiran ku selama ini benar-benar menjadi kenyataan. Aku bingung harus berbuat apa karena tiba-tiba Lala menunjukan tanda-tanda itu saat kami sedang survey di desa ini.
Terpaksa, ku langkahkan kaki untuk mengecek ke kamar Sekar dan Lala. Semoga saja Sekar sudah tertidur lelap agar aku bisa memanggil Lala. Aku harus menanyakan hal ini secepatnya kepada Lala. Aku tak akan membiarkannya berlarut-larut karena pasti akan mengancam masa depanku, karirku dan bahkan hubunganku dengan Sekar sudah dipastikan akan hancur. Aku tidak sanggup jika harus kehilangan Sekar. Aku sangat mencintai dan menyayangi Sekar.
Saat kondisi aman, Pandupun sudah terdengar pulas, pelan-pelan ku langkahkan kaki menuju ke kamar cewek.
####
Next kah???
Nunggu komen dan love dulu ya baru up bab selanjutnya.