Bab 5


"Widih, tumben pagi-pagi udah rapi." 

Selamat pagi, Kang Koment! Alias Miss Susan yang bernama panjang Susanty. 

Mbak Susan melipat tangan di dada sambil muter-muter perhatiin aku. Menguliti dengan mata kucingnya dari bawah sampai atas, terus balik dari atas ke bawah. Persis kaya petugas keamanan bandara waktu memeriksa penumpang. Sekalian aja tempelin metal detector. 

"Emangnya kenapa?" Lama-lama risih dikepoin sedemikian rupa. Kaya maling yang ngumpetin onderdil di balik baju aja. 

"Ya heran aja, jangan-jangan efek pingsan kemarin, makanya lu jadi gesrek. Terus apa lagi ini bibir dimerah-merahin, pipi dimerah mudain, alis ditebelin. Mau kondangan ke mana, lu?" 

"Tapi cakep, kan?" 

"Cakep paan, kek ondel-ondel gitu." 

Itu mulut lemes amat, kalau umurnya gak lebih tua udah kutampol pakai ... jangan sendal, kasihan. Pakai cilok mercon aja, itu jajanan pinggir jalan favoritnya. Dahlah, gak penting! 

Yang penting periksa dandananmu segera, Aya! Jangan sampai yang dibilang Mbak Susan tadi beneran. Masa iya mau jadi ondel-ondel di depan Mas Satya. Aku otewe  ngaca pakai kamera ponsel. Sejauh ini fine-fine aja kok, bilang aja sirik tuh kakak kandung yang lagi asyik kunyah gorengan depan TV, belum mandi pula. 

Kadang minta pendapat sesama perempuan emang gitu. Udah bagus dibilang jelek. Apalagi kalau sampai takut tersaingi kecantikannya. Ye, kan? Oke. Mending tanya sama pria-pria tak berbulu di rumah ini. Target pertama mas Roy. 

"Mas, Aya boleh nanya, gak?" Kebetulan laki-laki itu baru keluar kamar juga. Biasanya olahraga sebentar sebelum mandi, sarapan lalu berangkat ngantor. 

"Nanya apa lu?" Wuah, istrinya langsung gercep pasang badan buat jadi pagar pelindung suaminya. Lebay! 

Pasti Mbak Susan teracuni cerita ala  emak-emak di platform ini. Ipar Maut, Iparku Nganuku. Rang orang bisa apa kalau  senyuman Aya emang memautkan. Wkwkwwk. Mas Roy emang ganteng betewe, tapi sorry, bukan tipe Aya. 

"Nanya apa, Ay?" Lelaki berambut ikal itu tetap anteng biar dicemberutin istrinya. 

"Make up Aya udah pas belum?" Coba kalau dari kacamata pria kaya gimana komentarnya. 

"Mmmm ..." Mas Roy ketuk-ketukin jari telunjuk di kepala Mbak Susan, kek lagi mikir apa kira-kira yang kurang. 

"Cukup sepuluh detik lihatinnya!" Wanita pencemburu itu menutup kedua mata Mas Roy pakai tutup toples. Nemu di mana coba? 

"Lipstick-nya ketebelan, Ay. Coba ganti warna yang lebih soft. Kebanyakan pria lebih suka wanita berdandan simpel." 

"Oh, gitu ya! Oke, deh." Nah, gini kan enak daripada nyinyir. Asyik dikasih bocoran. 

"Apa apaan nih? Bukannya kemarin kamu bilang aku cantik pas beli lipstick warna  merah menyala!" Mbak Susan mendadak murka. Kaya Banteng mau nyeruduk kain merah. 

O ow! Roman-romannya ada yang mau mengamuk ini. Gak ikutan, ah! Mending melipir ke dapur nyusul Ibuk sama Bapak. Biarin aja pasangan suami istri di ruang tengah berantem. Hihihi. Palingan nanti berakhir hening di kamar, dan aku sering lihat kelucuan drama rumah tangga seperti itu. Jadi bayangin hidup berumahtangga sama mas Satya, yang sakinah mawadah warahmah. Indahnya .... 

"Pak, dandanan Aya udah pas belum?" Bapak menurunkan kacamatanya, menajamkan penglihatan. Lah, terus fungsinya apa itu dua lensa yang bertengger di atas hidung? 

"Udah cakep, Ay. Mau ke mana sih, pagi-pagi dandan rapi gitu? Sekarang musim jam hajatan dimajuin lebih pagi, ya! Baru tahu Ibuk." Wanita dengan daster kebanggaan ikutan nimbrung. Namun pandangan beliau gak beralih dari ayam goreng kremes di wajan. 

"Siapa yang mau kondangan sih, Buk?" 

"Itu dandan plores gitu mau ke mana kalau gak ke kondangan?" 

"Plores? Flawless kali, Buk." 

"Ya pokoknya itulah." 

"Ya mau jaga toko lah, mau ke mana lagi?" 

"Tumben, biasanya kamu cuek aja. Mau kucel kek, minyak di wajah bisa diperes kek, ada komodonya kek." 

"Jangan salah, Buk. Kalo pramuniaganya bersih, bening dan bersinar, pasti pelanggannya makin betah. Gak bakalan tengok-tengok toko lain." Apalagi mas Satya nanti, pasti bakalan enggan pulang. 

"Kaya sabun pencuci piring, bening dan bersinar." Ibuk ngakak menggelegar, Bapak ketularan. 

"Bapak gimana, sih. Dari tadi ditanyain juga malah sibuk ngunyah mulu." Jengkel di-bully pasangan yang menolak tua itu. 

Beres melahap sepiring nasi uduk, Bapak membentuk dua tangannya ala teropong lantas ditempelkan dekat mata. Menirukan gaya pria genit yang mau mengintip janda kembang di rumah sebelah. Siapa itu? Bukan, yang jelas bukan Bapak. Kalau ada kemiripan, itu karena ada unsur kesengajaan. 

"Alis kamu bengkok sebelah," ucap Bapak. 

"Kanan apa kiri, Pak?" 

"Kiri." 

"Oke. Ada yang lain, Pak?" 

"Ada." 

"Apa?" 

"Hidung kamu kurang maju." 

"Elah. Itu mah dari lahir bentuknya udah begono, Bapak. Warisan dari Bapak juga, kan!" 

Dan pasangan berbahagia selama puluhan tahun itu kompak ngakak gak berhenti-berhenti. 

***

"Setelah saya cek semua produk Bapak kamu di toko ini, ada beberapa snack yang belum dijual di sini. Itu bisa dijadikan peluang untuk memasukkan produk baru yang lebih inovatif. Kebetulan saya bawa sampelnya untuk testi pasar selama seminggu. Gimana?" Mas Satya berdiri dekat aku, Gess. Bahagianya menemaninya keliling rak-rak toko. 

Saran mas Roy dan Bapak langsung kueksekusi. Meng-edit warna lipstick dan bentuk alis sebelum mas Satya datang. Para lelaki memang lebih bisa diandalkan. Buktinya pemuda idaman itu kaya terpesona gitu sama aku. Jangan sirik! Bahagiain diri sendiri dengan kehaluan sah-sah aja, kan! 

"Boleh, Mas. Tadi Bapak bilangnya terserah aja selama itu bisa naikin omzet penjualan." Biar suka bully anak bungsunya, tapi hari ini aku sayang banget sama Bapak. Beliau memasrahkan mas Satya sepenuhnya sama aku. Gak mau ikut-ikutan bahas ilmu penasaran, eh pemasaran. 

"Kasih kritikan boleh?" 

"Boleh banget, Mas." 

Mas Bulu Tipis mengambil sebungkus keripik singkong original di salah satu rak. 

"Cemilan ini bisa dibilang jadul banget, Ay. Kemasannya juga biasa banget cuma dibungkus plastik transparan. Mas lihat cuma ada dua varian, original sama balado aja. Padahal kalau dimodifikasi bisa jadi panganan menarik yang bisa menembus pasar menengah ke atas." 

"Oh, ya! Gimana caranya?" 

"Nanti saya kasih tahu contohnya, ya." 

"Boleh, Mas." 

"Oh, ya. Sabtu nanti kamu ada waktu luang, gak?" 

"Gak ada, gak ada." 

Mendadak semangatku membara. Rencana nongkrong di kafe sama temen, cancel. Nge-mall sama Mbak Susan tunda aja, temenin Bapak terapi bekam bisa dinego. 

"Saya ajak ke Bekasi mau, gak?" 

"Mau, mauuu!" 

Aseeek, mau dikenalin sama camer. 


Bersambung

Komentar

Login untuk melihat komentar!