Ide Gila
Undangan meeting siang itu di kantor pusat, meeting membahas pencapaian selama beberapa hari ini. Beberapa rekan berhasil menjual beberapa unit properti.

Kapan ya bisa membukukan penjualan seperti Mereka?” Bening melamun saat rekan–rekannya yang berhasil menjual, menjelaskan pada Supervisor berapa DP yang sudah dibayarkan customer dan sistem pembayaran seperti apa yang customer mau, cash bertahap atau kredit ke bank.

Hampir satu jam meeting hari itu di isi dengan laporan rekan Marketing, setelahnya baru Supervisor kembali mengisi meeting dengan arahan untuk para Properti Consultant yang belum berhasil. 

“Kalian mungkin terkagum-kagum dengan rekan Kalian yang berhasil menjual. Bertanya pada diri sendiri kenapa sampai hari ini Saya masih gagal menarik Prospek untuk membeli.“ 

Mendengar ucapan supervisor, Bening berhenti melamun dan kembali fokus menyimak apa yang di sampaikan.

“Pesan Saya tak perlu bertanya-tanya, tapi teruslah berusaha seperti pepatah yang pernah Saya dengar dari Mind Therapy For MLM ; Jika anda jatuh sebanyak 7 kali, maka melangkahlah kembali untuk kedelapan kalinya. Jika anda gagal seratus kali, maka berlarilah untuk keseratus kalinya.”

“Karena setelah gagal pasti akan ada hasil yang akan di petik. Sebab Kerja keras itu tak pernah berakhir dengan sia-sia. Selalu ada ilmu yang bisa Anda pelajari agar tak bertemu gagal yang sama dalam hidup ini.“ 

Saat supervisor mengakhiri kata-katanya yang membakar semangat applaus terdengar dari seluruh Marketing yang hadir di ruang meeting. Termasuk Bening, yang terlecut semangatnya.  

Mulai hari ini tak boleh gagal mendapatkan Prospek. Aku harus pikirkan cara lain agar tak bertemu gagal yang sama.“ Bening bertekad.


Mall ramai lalu lalang manusia yang hanya sekedar window shopping ataupun yang memang punya tujuan belanja. Bening tak sempat memperhatikan, Ia malah termangu di samping maket property yang di pamerkan di area lobby mall.

Bagaimana ya caranya memaksa Prospek agar mau membeli?“ Bening bertanya-tanya dalam hati, tak memperhatikan rekan-rekannya yang tengah sibuk.

Ada yang membagikan brosur property, menjelaskan denah dan bahan baku bangunan pada Prospek dan iseng membaca koran.

Kenapa ya isi berita sekarang ini isinya ancam mengancam. KPK mengancam pelaku korupsi akan di bui, pelaku korupsi mengancam akan  menyeret pejabat tinggi, pejabat mengancam akan menuntut balik kalau itu terjadi. Konyol sekali! jaman sekarang kok masih ada praktek seperti ini.“

Telinga Bening tak sengaja mendengar gumaman seorang rekan yang baru saja melipat koran yang dibacanya.

“Praktek apa yang tadi Mas bicarakan?” Bening ingin memastikan apa yang di dengarnya.

“Biasa, praktek ancam mengancam,“ Rekan yang tadi membaca menjawab.

Bening hendak membalikkan badan dan menyambar koran di tangan dua rekannya. Tapi seseorang menahan pergelangan tangannya.

“Jingga,“ Bening kaget dengan kehadiran Jingga di mall tempat Developer-nya mengadakan pameran.

“Ngapain Lu di sini?” Bening terheran-heran.

“Ya belanjalah. Ngabisin uang empat ratus ribu yang Kita dapat semalam buat beli baju sama tabloid gosip ini,“ Jingga menunjukkan barang-barang yang ditentengnya.

Rekan-rekan kerja Bening melirik kaget, Bening yang ditatap jadi merasa rikuh. Buru-buru Ia  menarik lengan Jingga pergi.

“Gila Lu ya, ngomongin duit tip di area kerja Gue. Lu lihat tadi tampang teman-teman Gue langsung berubah ngeres waktu Lu ngomong gitu,“ Bening melirik gemas.

“ ​Sorry deh. Gue traktir kopi deh buat nebus dosanya,“ Jingga merangkul bahu Bening masuk ke kedai kopi.

“Ingat lain kali jangan di ulang,“ Bening menjatuhkan tubuhnya di sofa empuk dan mengambil tabloid di tangan Jingga.

“Tabloid gossip gini kok Lu baca sih,“ Bening iseng membuka halamannya sementara Jingga memesan minuman pada Waiter.

“Cappuccino mocca dua,“ sambil duduk Jingga menyebutkan pesanannya.

“Penasaran saja baca gossip artis top yang foto-foto toplesnya mau di beberkan mantan suaminya kalau nggak mau bagi dua harta gono gini.“ 

Bening membaca halaman dengan topic yang dimaksud.

“Jaman sekarang semuanya main ancaman. Kapan Gue bisa ngancam orang biar bisa beli property Gue,“ selesai membaca isi tabloid Bening mengembalikannya pada Jingga.

“Nanti malem juga bisa,“ Jingga enteng menjawab.

“Hah!  Lu serius? Gimana caranya?" Bening mendadak penasaran.

“Duit empat ratus Lu masih utuh kan?"

Bening mengangguk cepat.

“Beli ponsel kamera aja. Yang merek Cina biar sesuai budget,” Jingga menyeruput capuchino mocca-nya yang baru di letakkan Waiter.

“Buat apa?" Bening masih belum mengerti.

“Foto mesra sama tamu di tempat karaoke."

Bening mendelik kaget mendengarnya, seumur hidup Ia belum pernah beradegan mesra. Berpikir pacaran saja belum, apalagi mesra-mesraan.

Ia masih tak mengerti dengan maksud perkataan Jingga, diseruputnya cappuccino untuk menjernihkan akalnya agar bisa nyambung dengan ucapan Jingga.

“Foto mesra?“ Bening menggumam tanya.

“Dengan companion girl sebuah tempat karaoke pasti lumayan screaming kalau dilihat orang lain,“ Jingga menguraikan idenya.

Mendadak seribu bintang berpendar di atas kepala Bening.

“Gila, ide Lu hebat banget. Foto mesra untuk memaksa customer membeli property yang Gue jual. Kalau nggak beli tinggal Gue ancam akan menyebarluaskannya ke medsos pasti lumayan merusak privacy mereka,” Bening menjentikkan jari.Ia optimis dengan cara itu Ia akan bisa segera punya uang untuk memeriksakan dirinya ke Dokter.

“Lu bayar minumannya. Habis ini temenin Gue cari ponsel kamera merk Cina.“  

Jingga mengeluarkan lima puluh ribuannya dan meletakkan di atas meja. Setelah itu berlalu mengikuti Bening menuju gerai ponsel di lantai atas.

“Lu yakin mau foto mesra sama tamu?” sambil menaiki escalator Jingga bertanya.

“Gue tahu gimana ngaturnya. Gue sama tamu akan duduk berdekatan dengan wajah saling berhadap-hadapan biar seolah lagi mesra-mesraan.”

Jingga manggut-manggut paham.


  Room 1 lantai 1, tiga tamu, seorang wanita dan dua pria. Bening menghampiri mereka dan bersiap dengan jurusnya.

“ Bisakah sebelum Anda semua berkaraoke, Saya minta foto bareng dengan salah satu teman pria Anda?” Bening bertanya pada tamu wanita.

“Untuk apa?" tamu wanita menatap selidik ke arah Bening.

“Saya ingin mengkoleksi foto-foto bersama Customer Saya,“ Bening mencari-cari alasan.

Dua tamu pria yang merupakan teman wanita itu menggeleng ke arah Bening.

“Kami tidak bisa memenuhi permintaan seperti itu. Maaf Kami kesini hanya untuk karaoke bukan jumpa fans,“ salah seorang tamu pria memanggil Jingga.

“Tolong ganti rekan companion Anda dengan yang waras." Pelanggan bicara pada Jingga.

HAH! Bening mendelik kesal mendengarnya, Ia langsung berjalan cepat meninggalkan ruang karaoke. Jingga yang melihat menahan geli.
Setelah kejadian di room 1, Jingga dan Bening bertugas di room berbeda. Semalaman itu Mereka tak bertemu, sibuk melayani pesanan lagu tamu  masing-masing.

Mereka baru bersua kembali di ruang ganti, Jingga yang duluan datang menoleh pada Bening yang tampak lesu.

“Percuma menghabiskan uang tip hanya untuk ponsel kamera ini,“ Bening mengeluarkan ponsel yang baru dibelinya dari saku.

“Kata siapa percuma, Kita bisa mengabadikan momen di tempat kerja dengan ponsel ini,“ Jingga merangkul bahu Bening dan mengarahkan kamera ke arah wajah mereka berdua.

“Smile,“ Jingga memberi aba-aba.

Bening yang sedang kesal memasang seringai di wajahnya.

“Hasilnya lumayan,“ Jingga pura-pura melihat hasil jepretan untuk menghibur Bening.

Namun Bening cuek, Ia mengambil bajunya di loker dan mengganti seragamnya.

“Nggak bakal ada orang normal yang mau diajak berfoto dengan orang asing, kecuali kalau Mereka dalam kondisi mabuk.“ 

Bening tersentak mendengar ucapan Jingga, Ia seperti mendapat jalan keluar.

“Benar juga. Besok malam Gue harus tawarin minuman keras untuk tamu agar mereka mau di foto,“ 

Mendengar ucapan temannya ganti Jingga yang melongo.

“HAH? Lu ngga takut tamu jadi liar gara-gara minuman keras,"

“Masa cuma gara-gara arak Bali aja bisa bikin mereka jadi serigala nakal? kan gak mungkin Jeung,” Bening mengedipkan mata ke arah Jingga.

Jingga hanya geleng-geleng mendengar rencana ngawur temannya.