Taktik Berdagang
Lantai tiga room enam, enam tamu pria muda sebaya Mereka. Bening tersenyum ke arah Jingga penuh arti, Jingga hanya bisa garuk-garuk kening menantikan temannya memulai aksinya.

Bening menghampiri meja pelanggan dan tersenyum semanis mungkin.

“Selamat malam Mas-Mas. Malam ini ingin di set kan lagu apa ya?”

Rombongan tamu yang terpesona dengan kecantikan Bening berebut menyebutkan lagu pesanannya untuk mencuri perhatian.

“Ardhito, Waktuku Hampa.“

“Hilang tapi Ada, Judika.”

“Far, Rendy Pandugo."

Jingga yang memegang remote untuk memilih lagu, men-set semua request lagu mereka.

“Oh ya, Mas-Mas apa ingin memesan minuman juga? kalau ya, mungkin Mas-Mas harus mencoba arak Bali yang menjadi favorit pelanggan disini,“ Bening membujuk mereka dengan kata-kata yang di ucapkan semanis mungkin.

“Boleh, boleh. Kami mau coba,“

“Baiklah akan Saya bawakan. Saya permisi dulu,“ Bening berlalu meninggalkan ruangan.    


Aku bergetar saat kau memilih. Tak kuasa melepas bungaku. Mawar jantung hatiku. Pergi tinggalkanku."

  Keenam pemuda kompak bernyanyi, sembari sesekali menerima arak yang dituangkan Bening dan Jingga secara bergantian.

Sengaja Bening tak memberi jeda  para pemuda untuk berhenti minum karena Ia ingin Mereka cepat mabuk agar Ia bisa leluasa membuat foto mesra dengan Mereka.
Dua jam berlalu lima botol arak yang di sediakan telah habis tak tersisa.

Bersandar pada sofa, para pemuda terduduk lemas tanpa punya daya lagi untuk bernyanyi mengikuti instrument music yang masih di putar.

“Aduh pusing sekali,“ salah seorang menggerutu.

Bening mengedipkan mata pada Jingga.
It’s time to turn on My camera,” Bening mengeluarkan ponsel kameranya dari saku.

“Yakin mereka sudah pada mabuk?“ Jingga mengambil kamera yang disodorkan Bening.

“Mas-Mas, apa ada yang masing ingin bernyanyi?” Bening berjalan ke hadapan mereka satu persatu untuk memastikan.

“Oh."

“Ehm,"

“Mmm,”

Hanya gumaman yang terdengar dari mulut mereka, membuat Bening langsung bisa mengira kalau mereka benar-benar mabuk.  

“Kalau Kalian sudah enggan bernyanyi bagaimana kalau Kita berfoto,“ Bening mendorong lengan  pemuda yang duduk paling pinggir agar memberi tempat untuknya.
Setelah berhasil, Ia mengambil posisi di sebelah pemuda tersebut dan memegangi lengannya agar duduk dengan tegak.

“Sekarang jepret,” Bening memberi komando pada Jingga.

“Satu, dua, ti …,” Jingga memberi aba-aba dan sedetik kemudian bunyi jepretan kamera terdengar.

“Bagaimana hasilnya?" Bening melepaskan pegangannya pada pemuda itu. Beranjak bangun menghampiri Jingga untuk melihat hasil foto.

“Tidak terlalu bagus.Ngeblur. Tapi wajar karena kameranya hanya lima mega pixel,“ Jingga menunjukkan hasilnya.

“Iya juga. Lima mega pixel nggak mampu mengambil gambar terlalu jauh. Gambarnya pasti akan pecah seperti ini. Gini aja, Lu ambil foto gue dalam jarak dekat sekitar satu meter dari depan Gue. Sip kan?"

“Sungguh ini merepotkan,“ Jingga membayangkan harus berlama-lama mengambil foto Bening dengan satu persatu pemuda yang akan di kerjainya.

“Emang ngerepotin sih. Tapi kalau property yang Gue jual laku. Yang pertama Gue lakuin jelas beli hadiah buat loe.“

Mata Jingga berbinar mendengarnya "Kalau ada kompensasinya kaya gitu, Gue akan dengan senang hati membantu. Jadi bersiaplah untuk pengambilan foto berikutnya.“

Mendengar intruksi Jingga, Bening segera mengatur posisi. 

Berfoto dengan berbagai macam gaya mesra dengan satu persatu pemuda yang ada di ruang karaoke.

 “Ok sudah selesai. Sekarang tinggal mengambil kartu identitasnya untuk tahu nama masing-masing,“ Bening******saku celana mereka satu persatu dan mengambil dompetnya.

Mengeluarkan kartu identitas masing-masing dan mencatat nama serta alamatnya ke daftar kontak ponselnya.

“Kalau cuma nyatet alamatnya berarti Lu akan datengin rumah Mereka satu persatu sambil bawa foto mesra itu ya Ning?" Jingga mereka-reka rencana Bening.

“Gila, itu mah kelewat berani,” Bening mengetuk jidat Jingga dengan telunjuknya.

“Jadi…." Jingga ingin tahu rencana Bening selanjutnya.

“Ambil gadget masing-masing dan miss call ke Gue. Biar Gue simpan nomernya di ponsel Gue,” Jingga manggut-manggut setuju dan segera beraksi mencari gadget yang Mereka kantongi.


'Mas, saya pemandu lagu semalam yang Kalian lecehkan saat mabuk. Saya berniat melaporkan perbuatan Kalian ke polisi agar bisa dipertanggung jawabkan.'
Send WA foto mesra ke salah seorang dari enam pemuda yang semalam menyewa ruang karaoke berhasil.

Bening yang sedari pagi sudah duduk di kedai kopi mengutas senyum simpul.

'Tolong jangan lakukan. Kami minta maaf telah berbuat khilaf saat mabuk, Kami ingin menyelesaikannya baik-baik. Bisa beri kesempatan Kami bertemu?'  bunyi balasan WA dari mereka.
'Saya sebenarnya tak ingin lagi bertemu dengan Kalian, tapi baiklah Kita tuntaskan. Saya tunggu di kedai kopi dekat tempat kerja Saya.' 

Selesai mengirim balasan Bening melihat-lihat brosur property yang kira-kira bisa ditawarkannya saat para pemuda itu datang.


Tak sampai satu jam para pemuda itu datang dan duduk di hadapan Bening, Bening melihat Mereka dengan tatapan berpura-pura kesal dan sakit hati. 

  “Maaf untuk kejadian semalam,“ salah seorang mewakili teman-temannya yang tertunduk malu di hadapan Bening.

Huuuu….tangis rekayasa itu pecah. Membuat sebagian pengunjung menoleh dan keenam pemuda panik.

“Tolong jangan menangis, Kami bersedia melakukan apa saja untuk membayar ganti rugi."

Bening berhenti menangis dan pura-pura menghapus air matanya “Benarkah?"

Keenam pemuda mengangguk cepat.

“Saya sudah kotor, salah satu dari kalian harus menikahi Saya," Bening berpura-pura. 

Keenam pemuda menggeleng cepat “Tidak mungkin! Kami semua masih kuliah."

“Lagipula orang tua Kami pasti tidak terima Kami menikah dengan compagnion girl,“ salah seorang memberi alasan yang diangguki rekan lain.

“Katakan berapa kompensasi yang harus Kami bayar agar masalah ini selesai?“

“Satu orang membeli satu unit property dari Saya,“ Bening menyodorkan brosur yang sedari tadi ada di pangkuannya ke hadapan masing-masing pemuda.

Semua melihat ke brosur dan mendelik kaget dengan harga property yang ditawarkan.

“Dua ratus lima puluh juta. Kami mana punya uang sebanyak itu, kalaupun ada untuk apa dibelikan property yang Kami tidak perlu,“ Mereka menggeleng cepat.

“Sayang sekali padahal itu satu-satunya harapan untuk masa tua Saya. Setelah masa muda Saya kalian hancurkan,” Bening kembali mengeluarkan jurus berurai airmata.

Keenam pemuda jadi merasa tidak enak dengan Bening.

“Begini, kalau satu saja mungkin Kami bisa patungan membelinya dari uang tabungan Kami. Kamu setuju tidak?"

Bening  yang mendengar menatap miris “Cuma satu, tidak salah?setelah acting habis-habisan seperti ini? Ya ampun."  Bening menghapus  air matanya.

“Ya sudahlah semampunya. Sekarang siapkan Dp-nya, boleh transfer atau tunai ,“ walaupun sedikit kecewa Bening masih bisa sedikit gembira karena akhirnya Ia bisa menjual satu unit property secara cash dan bukannya KPR yang berbelit-belit.