Bangunan karaoke waralaba berdiri megah diantara deretan ruko dan perkantoran yang ada disampingnya. Bangunan empat lantai tersebut tampak ramai di datangi pengunjung malam itu. Bening bisa melihatnya dari halaman parkir yang hampir penuh oleh kendaraan roda empat.
“Ayo, buruan masuk. Sudah telat nih,“ Jingga menarik tangan Bening agar berjalan lebih cepat.
Bening mengikuti langkah Jingga memasuki lobby depan, ada Receptionist yang bertugas mengurusi pemesanan ruang karaoke. Di depan meja lobby tampak Manager operational menyapa tamu yang dikenalnya.
“Malam Pak Doni,“ Manager operational yang mengenali tamu langganannya menyapa langsung dengan namanya.
“Malam juga. Sudah lama ya Saya nggak kemari. Ada ruangan kosong nggak?"
“ Bawa anak buah?" Manager operational balik bertanya.
“Iya. Biasa, refreshing akhir bulan setelah closing pembukuan,“ Tamu tersebut menunjuk beberapa bawahannya yang menyusul masuk.
“Ada, ada. langsung ke lantai dua saja. Nanti Saya hubungi staf di lantai dua untuk melayani.“
Doni mengacungkan jempol, lalu berlalu dari hadapan Manager operational.
Jingga dan Bening yang sejak tadi berdiri menunggu Manager Operational lapang segera menghampiri.
“Malam Pak,“ Jingga mengangguk hormat ke arah atasannya, pria paruh baya yang usianya kira-kira empat puluhan tahun.
“Jingga, kenapa Kamu baru datang?” Atasannya mendelik ke arah Jingga.
“Maaf Pak. Tadi sudah berangkat habis magrib tapi kejebak macet di jalan,” Jingga beralasan.
“Ini siapa?” mata Pak Manager beralih ke Bening yang berdiri disebelah Jingga.
“Saya Bening Pak,“ Bening memperkenalkan diri.
Pak Manager menerima uluran tangannya.
“Dia teman Saya pak. Mau melamar kerja disini. Masih ada lowongan buat companion Girl nggak Pak?" Jingga menanyakan.
“Masih-masih. Kebetulan tamu lagi banyak. Kamu ke ruang ganti sekarang, terus langsung ke lantai dua. Layani tamu yang tadi, sekalian ngajarin teman Kamu.“
“Makasih Pak,” Jingga dan Bening mengangguk hormat sebelum berlalu menuju ruang ganti karyawan.
Di lobby lantai dua, Jingga mendatangi staf yang berjaga di lobby. Meminta informasi ruangan mana yang ditempati customer bernama Doni dan anak buahnya.
Setelah tahu Jingga dan Bening berlalu dan segera masuk ke ruangan yang disewa tamu tersebut.
“Malam Pak,“ saat Mereka tiba pengunjung di ruangan tengah memesan snack dan soft drink pada pelayan.
“Malam. List lagunya mana?"
Jingga menyikut Bening agar mengikutinya mengambil list lagu yang ada di rak samping layar televisi datar.
“Kasih ke Mereka dan ingat-ingat pesanan lagunya," Jingga memberi arahan.
Bening menurut sementara Jingga menghidupkan layar televisi dan mengambil remote pemutar lagu.
“Ini bukunya Pak,“
“Trims. Kalian mau nyanyi lagu apa?" pengunjung yang bernama Doni itu bertanya pada anak buahnya.
Mereka memilah-milah lagu, Bening menghapalkannya lalu Jingga memencet pada tombol remote kode list lagu yang disampaikan Bening.
Malam itu Bening dan Jingga lumayan sibuk, tamu yang jumlahnya sekitar delapan belasan tersebut tak memberi jeda bagi Mereka untuk santai. Para tamu seperti berlomba-lomba mendapatkan giliran untuk menyanyi.
“Ngga, Gue ngantuk berat.“ Sambil mengganti lagu yang diminta Bening berbisik pélan di telinga Jingga.
“Ke dapur gih. Minta buatin kopi."
“Terus yang disini?”
“Masih bisa Gue tanganin. Tapi jangan lama-lama ya,“
Bening mengangguk setuju, lalu beringsut menuju pintu keluar.
Pelan-pelan Bening menikmati secangkir kopi yang dibuatkan staf bagian dapur. Teguk demi teguk Dia minum sambil melamun.
“Kalau sesibuk ini kerjanya kapan bisa punya kesempatan menawarkan property?" Bening mendesah.
“Sudah bohong sama Nyokap ternyata hasilnya nggak sesuai harapan. Duh, kayanya mending berhenti deh.“
Bening meletakkan cangkir yang sudah kosong ke atas meja dapur.
“Makasih Pak,“ Ia mengutas senyum ke arah staf dapur.
“Kopinya mau dibayar langsung atau di masukin bill pelanggan?" Staf dapur bertanya.
Bening bengong, Ia sama sekali tak punya uang untuk membayar kopi yang pastinya mahal harganya.
“Masukkan bill bis?" Bening balik bertanya.
“Bisa di atur. Yang penting kalau ketahuan situ yang tanggung,” staff dapur tersenyum simpul.
Bening mengiyakan saja walaupun sebenarnya takut ketahuan juga.
“Saya permisi dulu Pak,“ Bening yang khawatir kepergok Manager Operational buru-buru berlalu dari dapur.
Ia kembali ke ruangan yang disambut wajah cemberut Jingga.
“Lama amir,“ Jingga protes padanya.
“Maaf, maaf," Bening nyengir.
“Ganti Gue yang ke dapur ya. Lu input lagu pesanan Mereka. Sudah ngerti kan caranya?”
Bening mengangguk cepat, membiarkan Jingga beranjak meninggalkan ruangan.
Tinggal Bening di dalam menemani para tamu dan menunggu perintah Mereka.
Saat anak buah tamu yang menyewa beryanyi dan berjoget bersama rekan-rekannya Bening menganggap ada kesempatan untuk menawarkan rumahnya.
“Ini Dia waktu yang Gue tunggu,“ Bening membatin, buru-buru mendekati si penyewa ruangan.
“Maaf Pak, Saya mau menawarkan…,”
“Oh, tanya anak buah Saya saja. Mereka mau lagu yang mana lagi. Saya nggak usah,“ belum selesai Bening bicara si penyewa langsung memotong.
Bening tersenyum kecut dan hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Kembali pada tugasnya semula yang hanya sebagai compagnion girl ditempat karaoke tersebut.
Hampir jam dua belas malam ketika para tamu beranjak dari rungan karaoke yang di tempati. Para tamu karaoke yang rata-rata pelanggan tetap paham bahwa tempat karaoke tersebut tutup jam dua belas tepat.
“Thank you ya pelayanannya,“ si penyewa meletakkan dua lembar seratus ribuan sebelum berlalu mengikuti anak buahnya.
“Terima kasih Pak. Lain kali datang lagi ya,“ Jingga dan Bening mengangguk hormat.
Setelah ruangan kosong Jingga dan Bening serempak menguap.
“ Puih, ngantuknya. Sudah boleh pulang belum?" Bening menoleh pada Jingga.
Jingga menunjuk dengan matanya.
“Peraturan disini, bersihkan dulu ruangan baru boleh pulang.“
Bening melongo, mulutnya terbuka lebar. Setelah itu Ia menggeleng pelan.
“Benar-benar kerja berat,” Bening menahan nyeri di bahu dan lengannya akibat keletihan.
“Sesuai kan dengan uang tipnya,“ Jingga menyambar uang yang tadi diletakkan customer di atas meja.
“Ngga, bagi Gue satu,“ Bening mengejar Jingga yang berlari ke belakang sofa.
“ Beresin dulu mejanya,“ Jingga terus berkelit.
“ Siakul Lu. Berdua beresinnya, masa Gue sendiri,“ Bening berhasil menangkap tangan Jingga dan menariknya hingga keduanya jatuh terduduk di sofa.
Nafas Bening tersengal-sengal setelah tadi mengejar Jingga. Jingga yang melihat jadi tidak tega dan memberikan selembar seratus ribuannya pada Bening. Bening menempelkan uang tersebut dikeningnya, Jingga yang melihat tertawa terbahak.