Kejadian di Restoran Hotel
Bermalam di kamar yang sempit tanpa AC semalaman, membuat Singgih tidak fresh saat berada di kantor hari ini.

"Tuh kan, yang punya istri dua. Tinggal lemesnya deh pas di kantor," celetuk Setyo, salah satu rekan kerja Singgih.

"Jangan ngomong sembarangan. Nanti dikira serius sama atasan, bisa habis aku," jawab Singgih.
"Terus, kenapa nggak semangat banget hari ini?" tanya Setyo lagi.

"AC di rumah rusak. Panas, jadi nggak bisa tidur semalaman," jawab Singgih kemudian kembali menatap layar komputer di depannya.

Rasa kesal Singgih kepada Ayunda benar-benar memuncak. Malam nanti, ia telah memutuskan tidak akan pulang lagi ke rumah. Singgih pun segera mengirim pesan kepada Hanum. Setelah kejadian e-mail anonim itu, mereka sudah tidak bertegur sapa lagi di kantor.

"Dek," ketik Singgih melalui pesan whatsaap-nya.
"Ya, Mas," jawab Hanum.

"Sekarang langsung ke Manhattan saja ya," pinta Singgih.

"Oke, Mas. Aku sudah selesai juga. Bisa langsung meluncur sekarang," jawab Hanum.

Singgih segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Kemudian ia melangkah ke parkiran.
Singgih meluncurkan mobilnya keluar dari area kantor. Ia tidak tahu bahwa ada seorang ibu dengan empat orang anak segera masuk ke dalam sebuah taksi dan mengikutinya.

"Kita mau ke mana sih, Ma?" tanya Bagas kepada Ayunda.

Ayunda duduk di depan, samping sopir taksi dan keempat anaknya duduk di belakang.

"Jalan-jalan, Kak," jawab Ayunda.
"Tapi kok nggak nyampe-nyampe, Mah? Aku sudah laper nih," ucap Risti, anak ketiga Ayunda yang duduk di kelas empat.

Sementara kedua kakaknya penuh dengan pertanyaan, si kembar asyik bercanda berdua.
"Iya, iya. Sebentar lagi kita sampai," jawab Ayunda.
Ayunda meminta sopir taksi menepi setelah melihat Singgih masuk ke dalam hotel Manhattan.

"Kita turun di sini, Ma?" tanya Bagas.
"Saya bisa antar ke dalam, Bu. Supaya nanti nggak terlalu ketauan pas ibu masuk ke dalam hotelnya. Soalnya kan ibu rame-rame," ucap Pak Sopir yang telah paham dengan maksud dan tujuan Ayunda.
Ayunda terlihat berpikir sejenak. Tak lama kemudian, ia pun mengangguk setuju.

Sopir taksi memperlambat jalan mobilnya saat Ayunda melihat ke arah dalam hotel, ia melihat Singgih dan Hanum bertemu di lobi. Ayunda sedikit cemas jika mereka cepat-cepat naik ke dalam lift, maka tak ada waktu untuk mengejarnya.

Namun, mata Ayunda menangkap Singgih dan Hanum berjalan menuju restoran hotel.

Ayunda kemudian berpaling ke arah anak-anaknya.
"Kalian sudah lapar kan?" tanya Ayunda. Anak-anaknya mengangguk secara bersamaan.

"Kak Bagas tadi liat Papa? Di dalam hotel itu," tanya Ayunda.

"Iya, Bagas lihat, Ma," jawab Bagas.
"Nah, kita sudah sampai berarti. Papa mau ajak kalian makan di restoran hotel ini. Jadi kalian pesan apa saja yang kalian mau. Pesan yang banyak. Jangan malu-malu ya," ujar Ayunda.

"Eh, sebentar, Kak," ucap Ayunda lagi saat anak-anaknya mau turun dari taksi.

"Sekarang Mama mau ke rumah Eyang Kung. Eyang Ti tadi whatsapp Mama. Mama disuruh ke sana. Kunci rumah, Mama bawa ya. Kalian semua ikut Papa. Minta ikut nginep juga di hotel ini," ujar Ayunda. 

Bagas mengangguk mengerti.
Ayunda membuka jendela taksi kemudian memanggil salah satu petugas hotel.

"Pak, tolong antar anak-anak saya ke papanya ya. Namanya Pak Singgih. Lagi ada di restoran. Antar saja ke restoran, nanti mereka akan liat papanya di sana," pinta Ayunda.

"Baik, Bu," jawab petugas itu.
Keempat anak Ayunda turun dengan riang gembira. Mereka mengikuti petugas yang tadi berbicara dengan Ayunda. Setelah memastikan anak-anak menemukan Singgih, Ayunda menutup kembali jendela taksi.

"Jalan, Pak. Ke Jalan Haji Ung, Kemayoran yah," perintah Ayunda.

Sopir taksi kembali menjalankan mobilnya perlahan, lalu memutar musik dengan volume kecil. Membiarkan penumpangnya kali ini larut dalam lamunan.

"Papaaa ..." panggil Daffa dan Deffa, putra kembar Singgih sambil berlari ke arah Singgih.
Singgih dan Hanum terkejut melihat keberadaan anak-anak Singgih. Bagas berdiri di depan Singgih dan langsung duduk di kursi kosong.

"Aku laper banget nih, Pa. Nungguin Papa lama banget. Aku ambil makanan ya," ucap Risti langsung menuju meja menu prasmanan.

"Kak Risti, aku mau ... aku mau makan juga," ucap Daffa dan Deffa bersahutan.

"Mana Mama, Gas?" tanya Singgih.
"Ke rumah Eyang. Dipanggil Eyang Kung katanya," jawab Bagas.

"Kok kalian nggak ikut Mama? Kenapa malah kemari?" tanya Singgih lagi.

"Ya mau jalan-jalan jugalah, Pa," ucap Bagas.
"Masa' Papa doang yang jalan-jalan sampai nginep di hotel. Kita juga mau. Kita nginep di sini kan, Pa? Soalnya kunci rumah dibawa Mama ke rumah Eyang." jawab Bagas acuh tak acuh.

Tak lama kemudian, ketiga adik Bagas datang sambil membawa menu masing-masing.
Seketika meja di depan mereka penuh. Hanum hanya melihat dengan bingung.

"Kak Bagas, nggak ambil makanan?" tanya Daffa.
"Ini aku mau ambil. Bangku aku jangan ditempatin ya," ucap Bagas kemudian berjalan menuju meja menu.

Tak peduli dengan ucapan Bagas, Daffa dan Deffa segera duduk di bangku Bagas.

"Ih, sempit," ucap Daffa. "Kamu ambil bangku sendiri sana," tambahnya.

"Nggak mau, kamu aja yang ambil. Aku duluan duduk di sini," balas Deffa.
"Aku yang duluan," ujar Daffa.
"Aku ...."
"Aku ...."
"Huss ... jangan ribut," tegur Singgih. Namun si Kembar tak peduli.

Singgih memang takpernah bisa melerai mereka, berbeda dengan Ayunda. Ayunda selalu menemukan cara agar anak-anaknya tertib.

Suasana restoran berubah menjadi ribut. Hanum segera bangkit dari duduknya kemudian memberikan bangku untuk Daffa.
Bagas kemudian datang membawa makanan dan mengusir Deffa dari bangkunya.

"Minggir. Bangku aku itu," ucap Bagas.
Deffa menurut, ia tak berani membantah Bagas. Kemudian ia duduk bersama Daffa kembali.

"Sempiiit ... kamu pindah sana," ucap Daffa tak terima.

"Nggak mau, kamu aja sana," jawab Deffa.
Kebisingan pun kembali terjadi, tak lama si kembar pun saling memukul satu sama lain. Satu anak mulai menangis, menyenggol piring yang ada di meja hingga terjatuh. Namun, Si kembar tetap saling memukul.

Hanum melihat dengan bingung. Tak pernah ia melihat keadaan sekacau ini. Tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ditambah lagi pandangan semua pengunjung menuju ke arah mereka.

"Aku pulang saja, Mas," ucap Hanum. Tanpa menunggu jawaban dari Singgih, Hanum pergi begitu saja.

Komentar

Login untuk melihat komentar!